Advertisement

Hwang Miri, Mantan Jurnalis Korea yang Kini Jadi CEO Perusahaan Kosmetik di Indonesia

Thomas Mola
Sabtu, 21 April 2018 - 12:05 WIB
Nugroho Nurcahyo
Hwang Miri, Mantan Jurnalis Korea yang Kini Jadi CEO Perusahaan Kosmetik di Indonesia President Director PT Global Inti Jaringan Hwang Mi Ri - Bisnis Indonesia/Felix Jody Kinarwan

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Jika berpapasan dengan Hwang Miri di pusat perbelanjaan di Indonesia, orang pasti akan mengira wanita ini turis dari Korea Selatan yang sedang pelesir atau sedang perjalanan bisnis di Indonesia.

Wanita yang karib dipanggil Miri ini memang berkebangsaan Korea. Namun ia mengaku lebih dekat dengan Indonesia dibandingkan darah kebangsaan yang mengalir di urat nadinya.

Advertisement

“Saya pendidikan dari jenjang SD, SMP, dan SMA di Indonesia terus. Jadi saya besar di Indonesia, tetapi awalnya tidak bisa Bahasa Indonesia,” kata wanita kelahiran Juli 1984 itu saat berbincang bersama wartawan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) belum lama ini.

Miri bukan wanita sembarangan. Di usianya yang masih 33 tahun, ia sudah dipercaya menjadi CEO dan menjabat direktur di dua perusahaan yang berbeda. Di PT Global Inti Jaringan ia menjadi CEO alias direktur utama. Adapun di perusahaan konstruksi yang didirikan ayahnya—PT Sepuluh Sumber Anugerah (SSA) dia menjabat sebagai diretur operasional.

Pengalaman menjadi direktur memang diawali di perusahaan yang dibangun ayahnya, SSA. Namun bukan berarti ia lantas mendapat tiket gratis untuk menjadi pimpinan di sana. Master International Business, Yonsey University, Seoul, Korea Selatan ini mengaku tidak pernah mendapat perlakuan istimewa dari ayahandanya.

Di perusahaan ayahnya, ia memulai karier dari level bawah. Dengan ketekunan dan kerja kerasnya, barulah ayahnya mempercayakan Miri untuk menempati posisi sebagai Direktur Operasional pada 2017.

Wanita kelahiran 1984 itu mengaku selain mendapat ilmu memimpin sebuah perusahaan dari ayahnya, sebagai individu mandiri, dia juga banyak belajar kiat-kiat sukses dari sejumlah CEO dari berbagai belahan dunia.

(Bisnis Indonesia-Felix Jody Kinarwan)

Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama PT Global Inti Jaringan, Miri sempat berkarier sebagai jurnalis di sebuah media bisnis di Korea, Maeil Business Newspaper. Pengalaman bertemu langsung dengan sejumlah CEO ia dapatkan waktu menjadi jurnalis di media tersebut selama tiga tahun dari 2010-2013.

“Para CEO itu meski sukses, mereka tetap humble dan menghormati orang lain. Pengalaman itu juga memberikan saya inspirasi untuk menjadi seorang CEO yang baik,” ujarnya.

Miri mengaku sangat tertarik untuk terus mempelajari budaya Indonesia. Maklum, dia sudah cukup lama tinggal di Indonesia. Kedua orang tuanya bahkan sudah lama menyandang status sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Mau tahu lebih detail tentang Miri, simak lebih jauh wawancara JIBI dengan Miri berikut ini:

Bisakah dijelaskan awal perjalanan berdirinya PT Global Inti Jaringan di Indonesia?

Pada 1992, kami sudah membangun perusahaan konstruksi PT Sepuluh Sumber Anugerah (SSA). Ayah saya sudah memulai bisnis konstruksi lebih dulu di Indonesia. Di Korea Selatan, bisnis konstruksi sudah mulai turun, sehingga ayah saya melihat negara mana yang akan jadi next market.

Kemudian, dia ke Asia Tenggara dan jatuh cinta kepada Indonesia, karena opportunity ada dan juga sudah cocok dengan orang-orangnya. Saya akarnya dari Korea, tetapi saya kurang punya kedekatan dengan orang-orang di Korea. Ini karena saya dari kecil dan besar di Indonesia.

Akhirnya, ayah saya mendorong untuk melanjutkan pendidikan ke Korea. Di sana saya sempat bekerja sebagai jurnalis. Akan tetapi, karena SSA perusahaan keluarga dan saya sebagai anak tunggal sehingga generasi kedua menjadi tanggung jawab saya untuk kembali ke Indonesia. Saya mulai terlibat dalam manajemen SSA.

Kemudian, saya merasa memerlukan adanya pengembangan bisnis mengingat bisnis konstruksi cenderung fluktuatif. Selama berkuliah dan bekerja di luar negeri, saya bertemu banyak produk yang bagus, tetapi tidak ada di Indonesia.

Saya berpikir untuk membawa barang-barang itu ke Indonesia. Itulah awal mula saya mendirikan PT Global Inti Jaringan sebagai sebuah trading company. Perusahaan ini baru setahun berdiri.

 

Apa saja produk-produk yang dipasarkan?

Kami memasarkan produk Airvida. Itu adalah portable air purifier untuk menghilangkan ion negatif dari tubuh. Itu sangat bagus dan sangat diperlukan di Indonesia yang kadar polusinya tinggi.

Saya kemudian ke Taiwan dan bilang ke produsen Airvida bahwa saya mau jual produk mereka di Indonesia.Perusahaan kami juga menjual beberapa produk kosmetik dari Korea karena minat masyarakat Indonesia terhadap produk-produk kosmetik dari Korea belakangan ini cukup tinggi.

Tentu tidak hanya produk kosmetik. Kami juga menjual bahanbahan konstruksi yang belum ada di Indonesia seperti produk alloy atau duplex yang belum ada produknya di Indonesia. Di Industri oil and gas, itu banyak menggunakan alloy atau duplex.

 

Adakah rencana pengembangan produk pada tahun ini?

Produk utama kami saat ini masih Airvida, tetapi ada beberapa kosmetik yang diurus di BPOM. Proses itu membutuhkan waktu cukup lama. Jenis produk-produknya lebih untuk skin care.

Saya melihat banyak produk dengan brand Korea, padahal bukan asli dari Korea yang banyak beredar di pasaran. Dengan harga yang sama, konsumen padahal bisa mendapatkan produk yang lebih bagus.

 

Saya cinta Indonesia, sehingga saya tidak akan melakukan suatu hal yang buruk kepada Indonesia.

 

Saat ini banyak produk kecantikan Korea beredar di pasar Indonesia tanpa ada perizinan dari BPOM. Mengapa Anda tetap mengurus perizinan ke BPOM?

I don’t like anything illegal. Keluarga saya selalu mengajarkan dan terbiasa pada hal-hal yang benar. Segala bisnis yang saya jalankan tidak untuk jangka waktu pendek, tetapi untuk jangka panjang.

Sebagai perusahaan yang sudah berbentuk PT, kami harus menjalankan bisnis dengan seluruh prosedur yang benar. Saya juga cinta Indonesia, sehingga saya tidak akan melakukan suatu hal yang buruk kepada Indonesia.

Kalau saya membawa barang yang tidak terdaftar, itu bisa merugikan Indonesia. Memang, proses untuk mendapatkan legalitas membutuhkan waktu dan proses cukup panjang, tetapi dampaknya akan terasa ke depannya. I am not a sprinter, I am a marathoner.

 

Bagaimana perkembangan bisnis perusahaan setelah setahun beroperasi?

Dari sisi penjualan cukup oke dan saya memang tidak berharap produk yang kami pasarkan langsung booming pada tahun pertama. Yang paling penting adalah social awareness dari masyarakat tentang pentingnya kesehatan tubuh.

Contohnya, sebelum saya bawa Airvida, belum banyak orang yang tahu adakah air purifier yang portable. Sejauh ini, kami sudah memasarkan produk-produk melalui saluran online dan offline.

 

Minat masyarakat terhadap produk kosmetik Korea cukup tinggi, bagaimana Anda memanfaatkan peluang tersebut?

Ke depannya, bisnis pemasaran produk kosmetik Korea akan sangat bagus dan menjadi tren. Masyarakat sudah banyak yang tahu kualitas produk-produk kosmetik dari Korea. Semua orang melihat K-drama, K-POP, dan sebagainya yang menarik minat masyarakat Indonesia terhadap benda-benda yang menjadi tren di Korea, termasuk kosmetik. Meski demikian, kami tidak hanya ikut tren, tetapi kami menjual produk yang bisa terus ada di pasaran, kendati trennya sudah berbeda.

 

Anda menjalankan bisnis di sektor yang sangat bertolak belakang yaitu kosmetik dan konstruksi. Apa saja tantangannya?

Kedua sektor tersebut memiliki tantangan berbeda. Di sektor konstruksi pengaruh yang paling besar adalah dari sisi kebijakan pemerintah. Apalagi, pada tahun depan ada Pemilu Presiden, sehingga beberapa proyek konstruksi banyak yang ditunda dulu. Selain itu, dari sisi regulasi juga sering berubah-ubah.

Adapun, untuk Global Inti Jaringan, tantangan yang dihadapi ialah edukasi kepada konsumen. Sebenarnya produk Airvida yang saya bawa ini penjualannya sangat laris di luar negeri. Produk itu juga berguna untuk orang-orang yang punya alergi.

Berbagai strategi promosi sudah kami lakukan untuk edukasi, seperti bekerja sama dengan beberapa social influencer, dengan media, dan membuat video-video mengenai informasi produk di media sosial.

Sebenarnya saya jual produk itu lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan di negara lainnya karena saya ambil untungnya lebih kecil daripada distributor lain.

 

Adakah kesulitan yang Anda hadapi dalam menjalankan kedua bisnis di sektor yang berbeda?

Memang ada karena sebenarnya saya memang bukan orang konstruksi. Pendidikan saya juga bukan dari latar belakang konstruksi, tetapi saya punya latar belakang bisnis dan manajemen. Saya punya passion untuk managing business. Saya melihat ayah saya berbisnis mulai dari nol, dan perusahaannya sudah menjadi besar. Saya menghormati ayah saya atas capaian tersebut. Namun sebagai generasi kedua, saya harus punya mimpi lebih besar untuk SSA dan GIJ.

 

Sebagai generasi kedua, adakah keberatan dari keluarga ketika Anda menjalankan bisnis kosmetik?

Iya. Ayah saya sempat keberatan dan tidak setuju. Dia bilang bisnis itu tidak ada keuntungannya dibandingkan dengan menjual bahanbahan konstruksi. Jadi, generasi ayah saya tidak paham. Dia mengarahkan agar saya menjalankan bisnis konstruksi saja yang dianggap lebih bisa menghidupi.

Saya mulai berpikir untuk bisnis yang lain, karena saya ingin belajar banyak. Selain itu, saya juga bisa berinteraksi dengan banyak orang, ketimbang di sektor konstruksi karena lebih bersifat business-to-business (B-to-B).

Sampai sekarang ayah saya masih terus memantau perkembangan bisnis baru yang saya jalankan ini. Dia juga ikut investasi, dan mencoba produk yang kami pasarkan. Dia percaya bahwa produk yang kami pasarkan ini memang sangat bermanfaat.

 

Seperti apa gaya Anda dalam memimpin perusahaan?

Saya seorang pemimpin yang cukup kuat, dan sangat pengertian terhadap karyawan dan berbagai budayanya. Saya juga termasuk orang yang disiplin, setiap pukul 07.00 saya sudah ada di kantor. Saya orang pertama yang masuk di kantor. Melihat saya selalu datang lebih awal ke kantor, akhirnya banyak juga karyawan saya yang datang lebih pagi ke kantor. Saya juga selalu terbuka dengan masukan-masukan dari para karyawan.

 

Bagaimana pendekatan Anda terhadap karyawan?

Saya selalu menghormati karyawan yang lebih senior sebagaimana budaya di Korea. Saya juga memberikan edukasi kepada para karyawan. Kami mengadakan nonton bareng film Barat, dan saya ajarkan mereka Bahasa Inggris. Saya banyak melakukan pendekatan one-on-one dengan menganggap karyawan bukan hanya sebagai pegawai biasa, tetapi sebagai keluarga.

Saya bahkan tahu karyawan punya anak berapa, ada orang tua yang sakit atau tidak. Saya tahu kehidupan pribadi mereka dan mereka juga bisa menerima saya lebih baik.

Sewaktu saya mulai bekerja, saya punya ruangan sendiri. Sekarang tidak ada ruangan khusus dan bekerja berdampingan dengan para karyawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kabupaten Sleman Prioritaskan Pembangunan Pertanian

Sleman
| Kamis, 25 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement