Advertisement
Persaingan Makin Ketat, Industri Buku Jogja Stagnan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA-- Beberapa tahun terakhir, industri buku Jogja dinilai stagnan. Faktor rendahnya minat baca dituding jadi salah satu penyebabnya. Namun demikian, industri ini dinilai masih bisa bertahan lebih lama dibandingkan sektor industi kreatif lainnya.
"Buku masih relatif lebih survive dibandingkan dengan industri musik misalnya. Lihat saja industri musik kita [Indonesia] sudah babak belur sejak ada situs berbagi gratis," ucap CEO Bentang Pustaka, Salman Faridi kepada Harianjogja.com, Jumat (20/4/2018).
Advertisement
Namun demikian, Salman menyebut industri buku sudah stagnan dan sulit berkembang. Jika diilustrasikan sebagai kue, industri buku adalah kue yang tak bertambah besar namun makin banyak dibagi-bagi. Artinya, pasarnya tidak juga bertambah namun pelaku industrinya makin banyak.
Belum lagi, penerbit juga menghadapi kendala makin minimnya display di toko buku. Itulah yang menjelaskan mengapa begitu banyak ISBN yang diterbitkan namun jumlah buku di pasaran tak bertambah dan serapan pasar juga minim.
Salman menjelaskan terkadang karena persaingan makin ketat, toko buku pun memberlakukan seleksi bahkan sebelum buku diterbitkan. Sehingga meski buku telah mendapatkan ISBN, seringkali karena ditolak masuk toko, buku tersebut lantas batal diterbitkan.
Oleh sebab itu, Salman mengapresiasi langkah beberapa penerbit indie yang mulai menyasar ceruk pasar baru. Bahkan menurutnya mereka juga menciptakan pasar tersebut. Belum lagi, Salman menilai bisnis penerbit indie sangat efektif.
"Mereka cetak hanya saat ada pesanan. Bahkan pembaca membayar sebelum mereka melihat fisiknya ada. Menurut saya bisnis ini bisa mengakali persaingan yang makin ketat di toko buku," imbuhnya.
Namun demikian, Sekretaris II IKAPI DIY Sasongko menilai menjamurnya penerbit indie di Jogja tak akan berkontribusi banyak pada bergairahnya industri perbukuan. Pasalnya ia menganggap kendala terbesar yang masih dihadapi para pelaku industri ini adalah minat baca masyarakat Indonesia yang masih rendah. Apalagi pada era digital seperti saat ini, buku makin tergeser oleh gadget. Masyarakat makin jauh dari budaya literasi khususnya yang berkaitan dengan buku fisik.
Sasongko mencontohkan toko buku di DIY dan Jateng sudah mulai banyak yang gulung tikar. Tak terkecuali toko-toko buku besar yang kini makin mengurangi display bukunya.
"Misalnya dahulu tiga lantai isinya buku semua, sekarang hanya satu lantai saja. Dua lantai lainnya disewakan untuk outlet stationary yang keuntungannya lebih menjanjikan," katanya.
Oleh sebab itu, menurut Sasongko untuk membangkitkan kembali sektor industri kreatif ini, seluruh pihak harus harus turut andil dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Jika kendala tersebut dapat diatasi, ia yakin industri buku akan menggeliat kembali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Layanan Penukaran Uang Rupiah Bakal Tersedia di Jalur Mudik
- Wajib Daftar di Aplikasi PINTAR, Penukaran Uang Baru untuk Lebaran Dibatasi Rp4 Juta per Orang
- Menparekraf Sandiaga Uno Mengklaim Kenaikan PPN 12 Persen Tidak Timbulkan Gejolak
- Kini Kereta Ekonomi Gerbong dan Kursinya Generasi Baru, Resmi Beroperasi Mulai Kemarin
- Kemendag Segel SPBU Rest Area KM 42 Jakarta-Cikampek
Advertisement
Kembali Tampil di Pilkada Gunungkidul Tahun Ini, Ini Gagasan yang Diusung Sutrisna Wibawa
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Negosiasi Kepemilikan Freeport Ditargetkan Rampung Juni 2024, Jokowi: Yakin Dapat 61 Persen
- Begini Rasanya Jadi Dokter Hewan Sekaligus Pengusaha
- Mulai Ada Panen, Bulog DIY Serap Beras Dalam Negeri
- Hore! Khusus di Jawa, Pertashop Diizinkan Menjual Pertalite
- Tak Melulu dalam Bentuk Tarif, Ini Bentuk Lain Kartel Tiket Pesawat Menurut KPPU
- Harga Tiket Pesawat Mahal Jelang Mudik Lebaran, Menhub Ikut Angkat Bicara
Advertisement
Advertisement