Advertisement

Harga Hortikultura Diserahkan pada Mekanisme Pasar

Rheisnayu Cyntara
Kamis, 16 Agustus 2018 - 08:30 WIB
Mediani Dyah Natalia
Harga Hortikultura Diserahkan pada Mekanisme Pasar Salah satu pedagang di Pasar Kranggan melayani pembeli yang akan membeli sayuran di lapaknya, Jumat (25/5/2018). - Harian Jogja/Holy Kartika N.S

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Lonjakan harga kebutuhan pokok dan komoditas pertanian lainnya terus terjadi setiap tahun secara periodik. Pemerintah dituntut mempunyai strategi terencana untuk mengatasi permasalahan rutin ini. Apalagi prediksi musim kemarau panjang yang terjadi tahun ini mulai menimbulkan keresahan di tingkat pedagang.

Namun demikian, tidak semua harga bisa dikontrol melalui regulasi pemerintah. Kepala Dinas Perdagangan DIY Tri Saktiyana mengakui hanya komoditas yang masuk dalam sembilan bahan pokok (sembako) saja yang bisa dikontrol oleh pemerintah. Yakni beras dan sagu, jagung, sayuran dan buah-buahan, daging baik sapi maupun ayam, susu, gula pasir, garam beryodium, minyak goreng dan margarin, minyak tanah atau gas elpiji. Bahkan hanya beberapa dari sembako tersebut yang bisa ditentukan harga eceran tertingginya (HET) oleh pemerintah.

Advertisement

"Sedangkan sayuran seperti cabai, bawang, kami tak bisa menentukan HET-nya. Karena harganya sangat fluktuatif. Kadang harganya Rp30.000 tetapi saat mahal bisa sampai Rp150.000," katanya kepada Harian Jogja, Selasa (14/8).

Karena itu, harga-harga komoditas yang tak menjadi kewenangan pemerintah diserahkan pada mekanisme pasar. Artinya harga akan menyesuaikan ketersediaan stok dan permintaan di pasaran, hukum supply demand diberlakukan. Maka Tri menyebut harga komoditas pertanian hortikultura bisa berubah dengan cepat. Saat stoknya berlimpah, harga akan turun tetapi saat ketersedian barang menipis harga bisa langsung melonjak drastis.

"Karena tidak berwenang penuh dalam mengatur harga, kami juga tidak punya sistem pergudangan untuk itu. Apalagi komoditas tersebut kan bukan milik pemerintah tetapi milik perorangan, masyarakat, para petani," ucapnya.

Namun Tri menegaskan bukan berarti pemerintah tak bisa mengambil peran saat terjadi gejolak harga di lapangan. Yakni dengan memperlancar rantai distribusi komoditas tertentu. Pasalnya Tri menuturkan Jogja bukan merupakan penghasil besar komoditas hortikultura, meskipun ada jumlahnya tak seberapa. Jogja masih perlu mendatangkan sayur-sayuran dari Magelang dan sekitarnya.

"Kami berperan memperlancar distribusi, memastikan tidak tersendat. Misalnya di sini kurang apa, kami pesankan ke luar daerah. Memastikan pasokan di sini tercukupi," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Selama Libur Lebaran, Dishub Bantul Bakal Tempatkan Petugas Jaga di Sejumlah Jalur Tengkorak

Bantul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 17:27 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement