Advertisement

Masjid Siti Djirzanah, Wujud Terima Kasih Herry untuk Malioboro

Abdul Hamied Razak
Kamis, 23 Agustus 2018 - 11:25 WIB
Budi Cahyana
Masjid Siti Djirzanah, Wujud Terima Kasih Herry untuk Malioboro Bagian dalam Masjid Siti Djirzanah di Jalan Margomulyo No.25, Kota Jogja. - Harian Jogja/Abdul Hamid Razak

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Masjid mungil tetapi megah berdiri tepat di depan Pasar Beringharjo. Masjid Siti Djirzanah di Jalan Margomulyo No 25 itu berdiri bagaikan oase, memadukan budaya yang telah lama hidup di Malioboro. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com Abdul Hamid Razak.

Masjid Siti Djirzanah berdiri setinggi 12 meter di deretan pertokoan sisi barat Malioboro, di antara toko batik Soenardi dan toko elektronik.

Advertisement

Corak bangunan ala Tiongkok sangat melekat pada masjid itu. Fasad masjid dipasangi tulisan berbahasa Mandarin, Qingzhensi () yang bermakna masjid. Di bawahnya ada jam raksasa berbentuk lingkaran. Masjid ini tidak memiliki kubah maupun mustaka laiknya kebanyakan masjid. Bubungannya dibuat menyerupai kelenteng.

Besi setinggi orang dewasa memagari Masjid Siti Djirzanah, beberapa meter sebelum pintu depan. Kentalnya arsitektur Tionghoa juga terlihat dari tulisan Arab pada pintu masuk dan dinding masjid bagian depan. Tulisan arabnya menggunakan kaligrafi kufic, dengan garis tegak lurus, tetapi dibuat berlobang. Dengan begitu, udara dari luar bisa leluasa masuk.

Ornamen dan warna-warni yang cerah juga disematkan pada masjid itu. Meski tidak menggunakan warna merah, warna khas Tiongkok, masjid diselimuti dengan warna biru kuning sehingga ciri khas bangunan Tionghoa tidak gugur.

“Bagus ya, tapi kok seperti bangunan China? Milik siapa?” ujar Nuryanti, wisatawan asal Pandeglang, Banten saat melihat-lihat masjid itu, Selasa (14/8).

Masjid ini dibangun di lahan 147 meter persegi masjid oleh keluarga mantan Walikota Jogja Herry Zudiyanto. Pembangunannya didesain dengan konsep Pecinan–Hindia, menyesuaikan sejarah bangunan masa lampau di Malioboro.

Kesan megah terlihat jelas di dalam bangunan. Seluruh dinding masjid itu dilapisi granit impor berwarna biru. Plafonnya didesain untuk dapat menyerap cahaya Matahari sehingga bisa mengurangi pemakaian lampu.

Ukuran masjid ini tidak terlalu luas, sehingga dibuat dua lantai. Lantai atas digunakan untuk jemaah laki-laki dan tempat imam. Adapun di lantai bawah tanah diperuntukkan khusus bagi jemaah perempuan. Sebagian lantai di bagian bawah juga disediakan tempat untuk mengambil wudu. Masjid ini bisa menampung 200-an orang.

Keinginan Herry Zudianto untuk membangun masjid di Malioboro datang secara spontan sekitar 2015 atau selepas ibundanya, Siti Djirzanah meninggal dunia. Sebagai mantan orang nomor satu di Kota Jogja, dia memahami betul tingginya kebutuhan salat bagi pengunjung dan masyarakat ketika beraktivitas di Malioboro.

Kawasan ini masih menjadi magnet utama pariwisata di DIY yang belum tergantikan. Sementara, masjid di Malioboro yang ramai belum banyak, seperti di kompleks Kepatihan dan Kantor DPRD DIY atau di Selatan Pasar Bringharjo.

Herry pun bermusyawarah dengan kedua adiknya Ellys Yudhiantie dan Rudi Sastyawan. Setelah keluarga mencapai kata mufakat, Herry mencari lahan bekas toko di Malioboro untuk mewujudkan cita-cita membangun masjid. Setali tiga uang, ada toko yang hendak dijual. Daripada jatuh ke tangan orang lain, Herry kemudian membelinya.

Karena bangunan masjid berada di kawasan sumbu filosofi, desain bangunannya juga melibatkan Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya (DP2WB) DIY. Desain masjid diajukan ke DP2WB pada Oktober 2016 lalu sementara proses pembangunan masjid dimulai sejak 2017.

“Masjid ini baru diresmikan pada Jumat [10/8]. Peresmiannya dilakukan sederhana saja, hanya oleh keluarga. Siangnya dipakai untuk [salat] Jumatan,” kata Herry kepada Harian Jogja beberapa waktu lalu.

Dia tak henti-hentinya bersyukur karena masjid itu sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Mimpinya untuk menyediakan tempat ibadah yang tidak kalah mentereng dengan bangunan di kawasan Malioboro sudah terwujud.

“Saya dibesarkan di Malioboro, adik-adik saya juga, saya ikut eyang, ikut orangtua juga. Saya jadi begini karena dulu juga pernah jadi PKL di Malioboro. Saya jualan mercon,” kata dia sambil tertawa.

Nama Siti Djirzanah dipakai sebagai wujud bakti Herry dan kedua adiknya. Dia tak bersedia menjawab besaran anggaran yang dikeluarkan mendirikan tempat ibadah itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kemenkes Buka Pendaftaran Lowongan Nakes untuk 4 Rumah Sakit

News
| Kamis, 25 April 2024, 01:17 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement