Advertisement
Ingin Melestarikan Tradisi Musyawarah, Belajarlah dari Sejarah Majapahit
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA - Musyawarah untuk mencapai mufakat harus terus diberdayakan di tengah masyarakat. Sejarah mencatat metode musyawarah mufakat telah digunakan para pendiri bangsa dalam menentukan dasar negara.
Hal itu dibahas dalam diskusi kebangsaan bertajuk Kemerdekaan Demokrasi dan Pancasila, Membudayakan Musyawarah Mufakat di Resto Cangkir 6, Bintaran, Mergangsan, Kota Jogja, Sabtu (1/9/2018).
Advertisement
Ketua Dewan Kebudayaan DIY Djoko Dwiyanto dalam diskusi itu mengatakan mulai dari masa Kerajaan Mataram Jawa Tengah sampai Majapahit, peninggalan naskah tertulis sangat banyak sehingga sangat disayangkan jika tidak dikaji sebagai referensi untuk melestarikan musyawarah, karena memiliki nilai sejarah kebangsaan yang besar.
Apalagi dasar negara lebih banyak mengambil inspirasi Majapahit, mulai dari lambang negara, bendera organisasi, birokrasi, sistem pengambilan keputusan, semboyan dan paham toleransi yang sangat mengakar. Frasa semboyan negara ada dalam kitab Sutasoma. Demikian pula persoalan toleransi di Majapahit seperti penegak hukum ditempati dua orang yang memilih keagamaan berbeda yaitu Hindu dan Buddha bisa menjadi referensi.
"Dua-duanya bisa berjalan sangat harmonis, kalau masyarakat memiliki paham hinduisme, kemudian dalam teks naskah wujud toleransi memang sudah mengakar," terangnya, Sabtu.
Dosen Fakultas Filsafat UGM Ahmad Charis Zubair mengatakan musyawarah mufakat era saat ini harus terus diberdayakan di tengah masyarakat. Pada masa lampau, sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) juga melalui musyawarah untuk menentukan bentuk negara. Ada tiga opsi bentuk negara kala itu, yaitu monarki, federal dan negara kesatuan. Saat itu hasilnya mufakat yang memilih monarki sangat kecil, sedangkan yang memilih federal cukup banyak, sementara negara kesatuan jumlah pemilihnya di tengah-tengah kedua pilihan lainnya. Tetapi akhirnya terpilih negara kesatuan melalui musyawarah. "Saat sidang BPUPKI negara yang hendak dibangun adalah negara kesatuan, ini hasil musyawarah," ujarnya.
Ia menambahkan, terkait hukum dasar negara saat itu diusulkan untuk diubah menjadi UUD, karena hukum dasar kala itu tidak tertulis, sementara UUD bisa tertulis. "Bayangkan kalau dulu itu voting menang, kita bisa perang terus karena waktu itu klaimnya adalah Majapahit Raya. Kita bisa menghadapi persoalan rumit keamanan negara, tetapi justru kemudian diputuskan wilayah Hindia Belanda memberikan otoritasnya," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Qatar Juara Grup A, Garuda Muda hanya Butuh Imbang untuk Lolos ke Fase Gugur
- Menang Setelah 43 Tahun, Ini Fakta Kemenangan Langka Indonesia atas Australia
- Timnas Indonesia Ukir Dua Memori Indah di Stadion Abdullah bin Khalifa Qatar
- Tampil Gemilang, Ernando Dianggap Kerasukan Kiper Real Madrid Andriy Lunin
Berita Pilihan
Advertisement
Cabuli Santri, Pengasuh Pesantren Divonis 15 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal KRL Solo Jogja dari Palur Kamis 18 April 2024, Paling Pagi Pukul 04.55 WIB
- Jadwal dan Rute Bus Damri dari Bandara YIA ke Klaten hingga Solo
- Peringatan BMKG, Waspada Hujan Lebat Disertai Petir di Wilayah DIY, Hari Ini Kamis 18 April 2024
- Top 7 News Harianjogja.com Kamis 18 Februari 2024, Buyern Vs Arsenal, Aduan THR, Volume Sampah Lebaran
- Pola Baru Kunjungan Wisatawan Selama Libur Lebaran 2024, Pusat Kuliner dan Oleh-oleh Ramai
Advertisement
Advertisement