Advertisement
Miris, Ribuan Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Pelajar Tak Sekolah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA- Sebanyak 1.400-an anak difabel di DIY diperkirakan belum bisa mengenyam pendidikan secara layak. Mereka tidak bersekolah dengan berbagai alasan seperti orang tua yang malu pada kondisi anaknya dan kemampuan finansial yang kurang memadai.
"Jumlah siswa disabilitas [yang bersekolah] meningkat terus setiap tahun. [Tapi] kami sadar betul anak berkebutuhan khusus yang belum sekolah itu jumlahnya masih ada. Masih cukup banyak," ujar Kepala Bidang Perencanaan dan Standarisasi Pendidikan Disdikpora DIY Didik Wardaya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (21/9/2018).
Advertisement
Didik mengatakan, dari data terakhir bertanggal 31 Oktober 2016, jumlah anak berkebutuhan khusus yang belum bersekolah mencapai 1.592 orang. Ia yakin jumlah tersebut telah menurun. Saat ini diperkirakan anak berkebutuhan khusus yang belum mengeyam bangku sekolahan sekitar 1.400an orang. Sementara jumlah anak berkebutuhan khusus yang bersekolah mencapai 5.600 (SLB) dan 2.700an orang, yang bersekolah di sekolah inklusi.
Alasan anak berkebutuhan khusus tidak sekolah, kata Didik, cukup beragam. Ada yang tidak sekolah karena jarak rumah dengan sekolah yang terlampau jauh. Ada juga yang disebabkan karena tidak mempunyai biaya dan rasa malu dari orang tua yang bersangkutan.
"Kalau penyebabnya karena faktor ekonomi, sebenarnya dengan beasiswa enggak ada masalah. Tapi, kalau faktor malu dan tidak ada yang mengantar, itu perlu diberikan motivasi, sehingga perlu adanya semacam edukasi bagi masyarakat bahwa anak-anak tersebut berhak dan mampu untuk didik," jelasnya.
Siswa disabilitas yang ingin sekolah tak perlu memusingkan biaya, karena Pemerintah Daerah (Pemda) DIY sudah menyiapkan beasiswa. Didik menjelaskan, bagi anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah inklusi, mereka akan mendapatkan beasiswa inklusi. Sementara siswa SLB, tak ditarik biaya sama sekali.
Pelaksaaan pendidikan bagi siswa disabilitas di DIY dilakukan dengan dua cara. Pertama adalah dengan pendidikan inklusi. Di mana anak-anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah reguler dengan siswa pada umumnya. Mereka yang menimba ilmu di sekolah inklusi mestilah anak difabel yang tidak mengalami hambatan komunikasi, perilaku, intelektual, dan emosional.
Adapun bagi anak berkebutuhan khusus yang tak memungkinkan belajar di sekolah reguler, mereka akan bersekolah di SLB.
"Kalau konsep inklusi itu [ditujukan bagi] dua-duanya. Anak difabel yang ada di sekolah reguler akan merasa senang dan terhormat bergabung dengan anak pada umumnya. Sementara bagi anak umum akan menumbuhkan rasa empati dan kepekaan. Kalau ada bercanda dan bulli itu hal biasa dalam dunia anak-anak," jelas Didik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Seorang DPO Kasus Korupsi Pembangunan Pasar Rakyat Ditangkap di Papua
Advertisement
Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Stok dan Jadwal Donor Darah di Jogja Hari Ini, Jumat 19 April 2024
- KPU Buka Layanan Konsultasi bagi Paslon Perseorangan di Pilkada Kota Jogja
- Pencegahan Kecelakaan Laut di Pantai Selatan, BPBD DIY: Dilarang Mandi di Laut
- Perekrutan Badan Ad Hoc Pilkada DIY Dibuka Pekan Depan, Netralitas Jadi Tantangan
- Tidak Berizin, Satpol PP Jogja Menyegel Empat Reklame Papan Nama Toko
Advertisement
Advertisement