Advertisement

Melestarikan Macapat adalah Gaya Hidup bagi Bagus

Maya Arina Pramudita
Selasa, 22 Mei 2018 - 13:35 WIB
Maya Herawati
Melestarikan Macapat adalah Gaya Hidup bagi Bagus Muhammad Bagus Febriyanto - ist

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Muhammad Bagus Febriyanto, 28, sosok yang giat melakukan pelestarian kebudayaan khususnya macapat. Pada 2013, Bagus mendapatkan tanggung jawab sebagai Penghageng Urusan Macapat Pura Pakualaman dan terus berupaya mengajak generasi muda turut mempelajari macapat.

Pria yang akrab disapa Bagus ini lahir di Bantul, 15 Februari 1990. Bagus kecil mulai belajar kesenian macapat secara otodidak dengan sering nembang meski masih terbatas secara kemampuan. Kebiasaannya itu ditanggap positif oleh orang tua serta gurunya saat SD.

Advertisement

Semenjak bakatnya diketahui oleh pihak sekolah, Bagus aktif diikutkan Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Kabupaten Bantul dan sejak saat itu mulai aktif mempelajari Macapat sesuai kaidahnya.

“Kecintaan terhadap macapat saya mulai dari sejak kecil. Awal mula adalah keseringan saya nembang yang mung waton sak kecekele, ya pokoknya nembang-nembang gitulah mungkin bisa disebut ura-ura,” ujar Bagus kepada Harian Jogja.

Tahun 2000, saat kelas V SD, Bagus mengikuti lomba macapat di Radio Tiara bersamaan dengan masa persiapan Porseni hingga mendapat penghargaan sebagai peserta termuda dan berbakat dari Radio Tiara. Sejak saat itu Bagus bertemu dengan para seniman macapat di DIY seperti K.M.T. Projosuwasono dan Ki. Purwo Hartono.

Bersama kedua seniman tersebut, Bagus belajar macapat di Pamulangan Sekar Macapat K.H.P. Kridhamardawa Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan berhasil menamatkan kursus tembang Macapat hingga selesai sampai tataran kelas tiga. “Saat kelas I belajar macapat, kelas II belajar sekara tengahan, dan kelas III belajar Sekar Ageng,” terang Bagus.

Bagi Bagus, Macapat bukan sekadar kesenian yang mendatangakan kesenangan dan keindahan semata. Macapat mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Mengajarkan akan pendidikan moral.

Berbeda dengan kesenian modern, yang mungkin permasalahan moral dan etika tidak begitu disampaikan, karena lebih menonjolkan kesenangan atau hiburan semata.

Nembang macapat itu tidak bisa dengan asal bengak-bengok [berteriak]. Nembang macapat itu dilakukan dengan suasana yang tenang, dengan penuh sopan santun. Itulah mengapa saya tertarik dan memilih menekuni macapat. Setidaknya saya bisa membentengi diri dari perilaku negatif dengan menekuni macapat dan memperlajari makna dan amanah teks-teks macapat yang saya tembangkan,” tuturnya belum lama ini.

Pada 2011, Bagus mulai menjadi Abdi Dalem Kadipaten Pakualaman saat proses mengerjakan skripsi. Saat itu, pria alumni SMKI Negeri Jogja jurusan Karawitan memilih objek penelitian pada naskah Kyai Sestradilaras koleksi Widyapustaka Kadipaten Pakualaman. Melalui dosen pembimbingnya yang juga Kepala Perpustakaan Kadipaten Pakualaman, Sri Ratna Saktimulya, ia mendapat akses dan dapat mengenal sosok B.R.Ay. Atika Suryodilogo (kini bernama G.K.B.R.A.A. Paku Alam, Permaisuri Paku Alam X).

Mas Lurah

Karena kiprahnya dalam bidang macapat, Bagus diminta untuk mengabdi di Pakualaman. Hingga akhirnya pada akhir 2012, Bagus terpanggil mengabdikan diri pada bidang seni dan budaya Jawa khususnya macapat di Kadipaten Pakualaman.

“Secara resmi saya diangkat sebagai abdi dalem tepat pada Tingalan Dalem S.D.K.G.P.A.A. Paku Alam IX swargi, 7 Mulud Jimakir 1946 atau bertepatan dengan 19 Januari 2013. Dengan kalenggahan (pangkat) Lurah, nama yang saya sandang Mas Lurah Citropanambang. Dan sejak itu pulalah saya diamanahi menjadi Penghageng Urusan Macapat di bawah Kawedanan Budaya lan Pariwisata,” kenangnya.

Dengan pangkat yang dimilikinya, Bagus mengurusi bidang Macapat terutama dalam hal pengembang seni macapat agar kawula muda itu tertarik untuk mempelajarinya. Kegiatannya di urusan macapat adalah menyelenggarakan latihan rutin setiap Sabtu sore.

Kegiatan ini ditujukan untuk umum gratis tanpa biaya sedikitpun. Dan setiap tahun diselenggarakan ujian untuk mendapatkan sertifikat pelatihan macapat. “Setiap tahun sejak saya menjabat sebagai Penghageng, Kadipaten Pakualaman kembali menggelar Sayembara Macapat yang memperebutkan Trofi Bergilir Paku Alam,” ujar dia.

Kini Sayembara Macapat sudah memasuki Paku Alam Cup VI. Kegiatan ini dalam rangka memperingati Hadeging Kadipaten Pakualaman dan juga sebagai sarana untuk memperkenalkan macapat di kalangan masyarakat utamanya generasi muda.

“Syukur alhamdulillah di setiap tahunnya untuk kategori anak-anak (SD-SMP) bisa mendapat peserta yang kurang lebih 50-70 peserta. Sedangkan untuk kategori umum rata-rata hampir 150-an peserta setiap tahunnya,” terang Bagus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Libur Lebaran Usai, Berikut Jadwal dan Tarif Terbaru Bus Damri dari Jogja ke Bandara YIA

Jogja
| Jum'at, 19 April 2024, 05:17 WIB

Advertisement

alt

Cabuli Santri, Pengasuh Pesantren Divonis 15 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar

News
| Kamis, 18 April 2024, 23:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement