Advertisement

FEATURE: Ini Cara Sardjito Memangkas Waktu & Biaya Bayi Tabung

Salsabila Annisa Azmi
Kamis, 21 Juni 2018 - 21:25 WIB
Budi Cahyana
FEATURE: Ini Cara Sardjito Memangkas Waktu & Biaya Bayi Tabung

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Memiliki buah hati merupakan kemewahan bagi sebagian pasangan. Tak sedikit dari mereka rela menyeberangi samudera untuk menjalani proses bayi tabung secara canggih. Kini, Klinik Infertilitas Permata Hati RSUP Dr. Sardjito telah memiliki teknologi mutakhir Bayi Tabung Teknik Simpan Embrio Beku sehingga orang-orang yang ingin punya anak tak perlu jauh-jauh ke luar negeri. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com Salsabila Annisa Azmi.

Suatu hari, seorang wanita di ujung usia kepala dua menghampiri Moch Anwar. Wanita itu mulai bertutur, tentang segala upaya yang telah ditempuhnya demi menimang seorang buah hati. Dia pergi ke Republik Cheska, menjalani proses pembuatan bayi tabung di sana. Ratusan juta dirogoh dari koceknya dan suaminya demi bolak-balik Indonesia-Republik Cheska, tetapi usaha mereka tak kunjung membuahkan hasil.

Advertisement

Anwar, Guru Besar Departemen Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM itu langsung paham wanita itu belum mengetahui teknologi paling gres yang dimiliki RSUP Dr. Sardjito. “Dia hanya dengar kalau bayi tabung itu mahal, begitu dia ditawari di sana [Cheska], dirasa terjangkau, ya ambil saja. Padahal di Jogja sudah ada juga, dan kami gunakan teknik simpan embrio beku yang lebih efisien biaya dan waktu. Ya, begitulah, rata-rata sing do teko ki sing wis do kesel le kawin,” seloroh Anwar beberapa waktu lalu.

Anwar yang duduk di meja bundar sebuah hotel langsung semringah mendapati rekannya, Shofal Widad, mendekat ke meja. Segera dia perkenalkan Kepala Instansi Kesehatan Reproduksi RSUP Dr. Sardjito itu setelah Widad duduk di sampingnya. Widad dengan lugas menyambung penjelasan Anwar. Dengan mantap dia menjelaskan dengan teknik simpan beku sel telur, biaya dan waktu pasien ketika mengusahakan bayi tabung akan lebih sedikit.

Jika biasanya teknik bayi tabung harus dengan cara mengambil sel telur satu per satu dan memakan biaya yang besar, teknik simpan beku embrio ini lebih murah. Mula-mula, Widad memaparkan, perempuan normal menghasilkan satu telur tiap bulan. Dalam sejarah proses pembuatan bayi tabung, hanya satu sel telur yang diambil untuk dibuahi sel sperma yang telah disumbangkan. Sel telur itu pun bisa gagal dibuahi cairan sperma.

Jika gagal dibuahi, pasien yang masih mengharapkan buah hati dari proses tersebut harus mengulang proses. Mulai dari menunggu masa subur, memacu perkembangan telur dengan suntik hormon, memantau perkembangan telurnya, mengambil telur, mengambil sperma yang cocok, membuahi sel telur, menumbuhkan embrio, menyeleksi embrio, hingga menanam sel telur kembali ke rahim. Padahal, satu kali proses memakan waktu 16 hari dengan total biaya rata-rata Rp50 Juta. Pengulangan proses tentunya sangat menguras waktu dan biaya pasien.

Lebih Sangkil

“Teknik simpan beku kami rasa akan lebih efisien. Dengan teknik itu, sekali panen telur biasanya kami mengambil delapan hingga 10 telur, katakanlah dari telur itu yang pembuahannya sukses. Ada tiga, kami tanam satu, sisanya dibekukan dalam tangki khusus dengan pengaturan suhu minus 70 derajat dan pemberian nitrogen cair yang sesuai takaran. Jadi istilahnya kami siapkan cadangan embrio yang bisa ditanam kembali tanpa mengulang proses dari awal,” ujar Widad.

Anwar menimpali penjelasan Widad.

“Dari start butuh 10 tahapan dalam waktu 16 hari saja dan tidak mondok. Datang berkunjung juga tidak setiap hari. Itu tidak rumit. Suntik hormon pun, 10-20 kali disuntik tiap hari mereka tidak setiap hari datang, mereka kami ajari nyuntik sendiri. Kasih obatnya, dosis, alat suntik,” jelasnya.

Menurut Widad, dalam proses pembuahan bayi tabung, terkadang ada sel telur berlebih yang dihasilkan. Sel telur berlebih itu, sama seperti sel telur yang telah diambil pada proses awal, kemudian ikut dimasukkan ke dalam tabung nitrogen untuk dipelihara, hingga sang ibu siap mengandung kembali. Misalnya setelah melahirkan anak pertama dari hasil bayi tabung sepasang suami istri ingin kembali hamil dua tahun setelahnya demi alasan finansial keluarga, sang ibu bisa datang lagi ke klinik untuk menanam sel telur miliknya tanpa harus mengulang proses dari awal.

Tak hanya itu, apabila setelah pembuahan ternyata ada embrio yang menghasilkan anak kembar, sepasang anak kembar tersebut dapat dilahirkan dengan jeda waktu yang ditentukan. Namun waktu yang ditentukan pasien untuk melahirkan satu lagi anak kembarnya juga bergantung dari hasil pemeriksaan kesiapan rahim sang ibu.

“Kemudian dengan teknik bayi tabung simpan beku ini, kami juga bisa menunda untuk mengurangi risiko kesehatan rahim. Kami lihat dulu ketika ingin menanam telur, kalau sampai hiperstimulasi, telurnya banyak, hormon ketinggian, tidak langsung kami lakukan penanaman embrio. Nanti malah berbahaya buat kesehatan sang ibu. Maka kami bekukan dulu embrionya di dalam tabung nitrogen sampai rahimnya siap,” kata Widad.

Tingkat Keberhasilan

Widad kemudian menyatakan tingkat keberhasilan bayi tabung yang telah ditangani secara nasional rata-rata 30%. Namun, secara spesifik tingkat keberhasilan bervariasi karena bergantung pada usia pasien, terutama usia calon ibu. Widad tak menampik, masih banyak pasien dengan gangguan kesuburan yang datang terlambat mendaftar bayi tabung. Dalam usia yang terlalu tua, tingkat keberhasilan bayi tabung teknik simpan beku juga akan semakin kecil. Usia yang semakin tua pun juga memengaruhi biaya, sebab usia tua akan menambah dosis suntik hormon rahim.

Di Indonesia, data pada 2012 menunjukkan ada delapan juta pasangan infertil atau mengalami gangguan pada kesuburan dan 2,4 juta (12%) membutuhkan penanganan fertilisasi. Namun, kurang dari 1% pasangan infertil yang mengakses penanganan fertilisasi. Hal ini dipicu karena kurangnya informasi dan beberapa menganggap upaya program bayi tabung sangat mahal.

Widad mengatakan ada 20 klinik bayi tabung di Indonesia, dan satu-satunya klinik di DIY berada di RSUP Dr. Sardjito. Biaya yang dikeluarkan pun relatif lebih murah dibandingkan di luar negeri, yaitu rata-rata Rp50 Juta. Dalam satu bulan, ada sekitar 25 pasien yang meminta layanan program bayi tabung di RSUP Dr. Sardjito. Sejak program bayi tabung 10 tahun dirintis, RSUP Dr Sardjito telah membantu proses kelahiran 200 bayi tabung. Usia rata-rata yang mendapat sukses dari program itu adalah 35 tahun. Bahkan ada pasien dengan usia 44 tahun yang melahirkan dari program tersebut.

“Alangkah baiknya setelah satu tahun menikah kok belum punya anak datang periksa. Karena ada beberapa faktor yang dimiliki pasien sehingga dia perlu melakukan program bayi tabung,” kata Widad.

Faktor tersebut antara lain saluran telur yang tidak memungkinkan dilewati untuk pembuahan, kualitas dan kuantitas sperma, dan pasien yang mengalami endometriosis atau penyakit yang ditandai kesakitan saat menstruasi yang menyebakan pelengketan pada organ reproduksi.

Anwar kembali bergabung dalam percakapan setelah Widad banyak menjelaskan proses bayi tabung teknik simpan beku. Di balik rapinya proses bayi tabung simpan beku, permasalahan embrio berlebih pasien hingga kini belum terpecahkan. Jika embrio sisa dimusnahkan, itu akan dianggap sebagai pembunuhan. Jika embrio sisa digunakan untuk riset, itu melanggar kode etik. Akhirnya pemeliharaan tetap dilakukan selama mungkin, hingga embrio tersebut mati dengan sendirinya. “Biasanya maksimal dua tahun bertahan hidup. Tidak kami apa-apakan, karena belum ada solusinya,” kata Anwar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

LITERASI KESEHATAN: Warga Lansia Diminta Bijak Memilih Jenis Olahraga

Gunungkidul
| Jum'at, 26 April 2024, 22:07 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement