Advertisement

HIKMAH RAMADAN: Akankah Kita Durhaka kepada Allah?

Fahmi Irfanudin
Kamis, 07 Juni 2018 - 07:25 WIB
Budi Cahyana
HIKMAH RAMADAN: Akankah Kita Durhaka kepada Allah? Fahmi Irfanudin - Ist.

Advertisement

Pembaca yang semoga dirahmati Allah SWT, jika kita menyadari dan merenungi betapa agungnya nikmat Allah SWT yang telah dianugerahkannya kepada kita, tidak ada alasan bagi kita semua untuk durhaka kepada-Nya. Bagaimana tidak, kalau kita renungkan apa yang kita alami dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali, bahkan tidur itu sendiri semuanya tidak akan dapat kita jalani melainkan karena karunia dan izin-Nya. Apa yang ada pada diri kita dari mulai ujung rambut hingga ujung kaki, semuanya adalah anugerah dari Allah SWT. Apa yang ada di sekeliling kita mulai dari keluarga, kerabat, sanak saudara bahkan hingga harta benda semuanya adalah karunia dari Allah SWT. Tidak ada satu detik pun yang kita jalani dalam kehidupan dunia ini melainkan kita selalu berada dalam karunia dan anugerah Allah SWT.

Sekarang pertanyaannya, akankah kita durhaka kepada Allah SWT? Kita bermaksiat kepada-Nya padahal setiap detik, kita menikmati pemberian-Nya. Ada kisah menarik, ada seorang laki-laki yang datang kepada Ibrahim bin Adam rahimallah. Salah seorang ahli ibadah yang hidup sekitar abad kedua Hijriah, lalu laki-laki tersebut berkata, “Wahai Ibrahim bin Adam, saya adalah seorang suka melakukan kemaksiatan, maka nasihatilah aku.” Maka ibrahim berkata, “Jika kamu mau menerima lima perkara dan mampu melaksanakannya, maka silakan kamu bermaksiat kepada Allah semaumu. Yang pertama,” kata Ibrahim.

Advertisement

“Jika kamu ingin bermaksiat kepada Allah Ta’ala, maka janganlah kamu makan dari rezekinya.” Orang itu pun berkata, “Kalau begitu dari mana aku akan makan, karena semua yang ada di Bumi ini adalah rezekinya.” Ibrahim menjawab, “Kemudian apakah pantas kamu bermaksiat kepada Allah padahal kamu makan dari rezekinya. Yang kedua. Jika kamu ingin bermaksiat kepada Allah, maka janganlah kamu tinggal di Buminya.”

Orang itu pun berkata, “Ini lebih sulit dari yang pertama, di mana saya harus tinggal.”

Ibrahim menjawab, “Apakah pantas kamu bermaksiat kepada Allah, padahal kamu makan dari rezekinya dan tinggal di buminya. Yang ketiga, jika kamu ingin bermaksiat kepada Allah SWT, maka carilah di mana Allah tidak melihat kamu berbuat maksiat.”

Orang itupun berkata, “Ke mana saya harus pergi, sedangkan Allah mengetahui semua yang tampak dan juga yang tersembunyi.” Ibrahim kemudian menjawab, “Apakah pantas kamu bermaksiat kepada Allah padahal kamu makan dari rezeki-Nya, tinggal di Bumi-Nya dan melihat apa yang kamu lakukan. Yang ke empat, jika malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu, maka mintalah kepadanya agar menunda kematianmu supaya kamu bisa bertabat kepada Allah dan beramal saleh.” Orang itu pun berkata, “Malaikat itu tidak akan menunda kematianku,” Ibrahim menjawab, ‘Jika kamu tidak dapat menghindar dari datangnya kematian sehingga kamu bisa bertobat dan beramal saleh, maka kenapa kamu bermaksiat kepada-Nya. Yang kelima. Jika di hari kiamat nanti malaikat penjaga neraka, Khazinunnar datang untuk menggiringmu ke neraka maka jangan kamu mau untuk menurutinya,”

Orang itu pun berkata, “Malaikat itu tidak akan melepaskanku, dan tidak akan mengabulkan keinginanku.”

Ibrahim pun berkata, “Jika demikian bagaimana mungkin kamu bisa selamat dari siksa Allah SWT,” Orang itu pun kemudian berkata, “Cukuplah, sungguh saya akan memohon ampun kepada Allah SWT dan bertobat kepadanya, dan saya tidak akan bermaksiat kepada-Nya.”

Para pembaca, kalau kita coba merenungkan percakapan tadi, benarlah apa yang sudah dinasihatkan oleh ulama tersebut. Tidaklah kita hidup dan menikmati kehidupan ini melainkan selalu diliputi oleh anugerah dan karunia dari Allah SWT. Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keharusan bagi kita semua untuk senantiasa bersyukur kepada Allah, kapan pun, di mana pun dan juga dalam kondisi apa pun.

Bagaimanakah cara bersyukur kepada Allah? Ibnu Qayyim dalam kitabnya Ma Darus Shodiqin mengatakan bahwa bersyukur itu harus dengan kalbu atau hati, lisan dan juga anggota badan.

Yang pertama syukur dengan hati atau kalbu, yaitu dengan mengakui dan meyakini bahwa apa pun nikmat yang telah kita peroleh semata-mata datangnya dari Allah. Dalam surat An Nahl ayat 53, Allah berfirman, “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah [datangnya], dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nya kamu meminta pertolongan.”

Yang kedua bersyukur dengan lisan yaitu mengakui dengan lisan bahwa pemberi nikmat yang sungguhnya adalah Allah dengan mengucapkan alhamdulillah dan itu sebagai wujud pembenaran hati. Dalam surat Ad Dhuha ayat 11, Allah berfirman, “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”

Yang ketiga, bersyukur dengan anggota badan yaitu dengan menggunakannya untuk melakukan ketaatan kepada Allah SWT, sebagaimana kita ketahui bahwa beribadah adalah tujuan utama kita diciptakan Allah SWT. Jadi orang yang bersyukur pasti akan giat beribadah apalagi di Ramadan yang penuh berkah ini.

*Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pembangunan TPS Sementara Gadingsari di Bantul Jalan Terus, Lahan Masih Dibersihkan

Bantul
| Rabu, 24 April 2024, 14:07 WIB

Advertisement

alt

Berikut Rangkaian Program Pilihan Keluarga Indonesia Paling di Hati, Hanya di MNCTV

Hiburan
| Selasa, 23 April 2024, 14:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement