Advertisement

OPINI: Mempermalukan Koruptor di Penjara Terbuka

Nazil Muhsinin
Selasa, 31 Juli 2018 - 02:55 WIB
Budi Cahyana
OPINI: Mempermalukan Koruptor di Penjara Terbuka Situasi sel Setnov di Lapas Sukamiskin menjadi sorotan banyak pihak, setelah presenter kondang Najwa Shihab mewawancarai yang bersangkutan di bilik terungkunya. - Ist/Mata Najwa

Advertisement

Hampir semua tersangka korupsi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlihat tersenyum-senyum ceria. Belum lama ini seorang kepala daerah yang terjerat operasi tangkap tangan KPK, setiba di Gedung KPK tiba-tiba menyampaikan salam metal kepada para jurnalis yang meliput.

Hal itu bisa menjadi bukti bahwa koruptor semakin merajalela dan tidak punya rasa malu di negeri ini. Hal itu mungkin tidak lepas dari hukuman yang terlalu ringan bagi koruptor. Hukuman penjara yang serba tertutup (tidak bisa disaksikan publik) sama dengan tempat bersembunyi untuk beristirahat yang nyaman bagi terpidana, khususnya kasus korupsi.

Advertisement

Anehnya, penjara yang serba tertutup (lazimnya dipagari tembok setinggi empat meter) tidak pernah diubah sejak masa lampau hingga masa sekarang, padahal ekses-ekses negatif dari ketertutupan penjara sudah banyak terbukti.

Tidak sedikit narapidana yang keluar dari penjara justru berbuat kriminal yang lebih kejam lagi sehingga berulang kali masuk penjara atau menyandang predikat sebagai residivis. Tidak sedikit pula terpidana ketika di dalam penjara tetap bisa melakukan kejahatan.

Perlu digagas model penjara khusus untuk terpidana kasus korupsi agar menimbulkan efek jera dan yang berniat korupsi segera mengurungkan niat. Penjara khusus perlu diberlakukan juga untuk semua terpidana kasus-kasus kejahatan lainnya.

Deskripsinya adalah penjara khusus untuk koruptor adalah penjara terbuka yang menyerupai kebun binatang. Terpidana kasus korupsi dikurung seperti binatang di dalam penjara atau kurungan jeruji besi mirip sangkar-sangkar di kebun binatang sehingga bisa disaksikan oleh masyarakat.

Hukuman penjara terbuka tersebut pasti akan lebih menimbulkan efek jera karena terpidana pasti akan malu sehingga tidak akan mengulangi kejahatan. Rasa malu sangat penting bagi terpidana karena rasa malu merupakan bagian penting bagi manusia sebagai makhluk sosial.

Dengan kata lain, manusia yang tidak lagi punya rasa malu layak dianggap kehilangan rasa kemanusiaan sehingga tega berbuat kejam sebagaimana layaknya binatang buas.

Koruptor layak disebut sebagai manusia yang telah kehilangan rasa malu dan karena itu jika mereka dihukum maka hukumannya harus bisa mempermalukan mereka atau membuat mereka punya rasa malu lagi sebagaimana manusia normal.

Hukuman di Sekolah

Hukuman penjara terbuka bisa dianggap identik dengan hukuman di sekolahan bagi murid-murid yang melakukan kesalahan. Ketika ada murid berbuat salah biasanya guru akan menghukum dengan cara memaksa murid itu berdiri di depan kelas agar merasa malu dan tidak mengulangi kesalahan lagi.

Secara psikologis hukuman di sekolahan tersebut memang bisa menimbulkan efek jera. Murid-murid lazimnya akan sangat malu ketika menerima hukuman di sekolahan tersebut.

Hanya murid dengan kondisi psikologis yang tidak normal yang tidak jera mendapat hukuman di sekolahan. Kalau transparansi hukuman bisa diterapkan di sekolahan, mengapa tidak bisa diterapkan oleh negara bagi koruptor khususnya atau bagi penjahat-penjahat lainnya?

KPK layak mendorong diberlakukannya hukuman penjara transparan untuk koruptor kalau hukuman mati tidak bisa diberlakukan dengan alasan melanggar hak asasi manusia.

Kalau koruptor yang sebelumnya berpredikat sebagai orang-orang terhormat dikurung di dalam penjara transparan mirip kebun binatang, misalnya, pastilah mereka akan jera, sedangkan bagi yang berniat korupsi akan mengurungkan niat.

Jika dicermati, hukuman di sekolahan bagi murid yang melakukan kesalahan (melanggar aturan) merupakan hukuman sosial yang efektif untuk memelihara rasa malu di kalangan seluruh murid.

Setiap melihat ada murid yang bersalah dihukum di sekolahan, murid-murid yang lain pasti akan membayangkan betapa malunya kalau dihukum di sekolahan.

Begitulah, hukuman di sekolahan identik dengan transparansi hukuman yang mengandung nilai adukasi untuk memelihara rasa malu bagi semua murid.

Ketika transparansi hukuman bisa diberlakukan oleh negara maka semua warga negara pasti akan membayangkan betapa malu kalau sampai masuk penjara transparan yang selalu bisa disaksikan masyarakat luas dan sangat mungkin juga disiarkan media massa.

Hukuman Sosial

Kejahatan seperti korupsi hanya bisa terjadi dan dilakukan oleh mereka yang tidak peduli masalah sosial. Lebih konkretnya, akibat koruptor merajalela, banyak rakyat dirugikan dalam arti luas.

Kalau yang dikorupsi adalah dana pembangunan intrastruktur maka banyak infrastruktur sangat cepat rusak setelah dibangun, padahal yang memanfaatkan infrastruktur adalah banyak rakyat yang notabene bangsanya sendiri.

Faktanya banyak kecelakaan lalu lintas akibat buruknya kondisi ruas jalan yang menelan banyak korban yang terdiri atas rakyat. Kalau koruptor disebut sebagai manusia yang antisosial atau bahkan jahat terhadap sosial dan tak lagi punya rasa malu, selayaknya diberi hukuman sosial yang berat.

Sedangkan hukuman sosial yang berat bukanlah masuk penjara tertutup melainkan masuk penjara transparan serupa sangkar berjeruji di kebun binatang yang berpotensi menjadi destinasi pariwisata yang mengandung spirit antikorupsi.

Anak-anak bangsa mungkin akan tertarik bertamasya melihat-lihat koruptor-koruptor dikurung bagai binatang sehingga pada kemudian hari tidak akan mau menjadi koruptor dan sangat membenci korupsi dan para koruptor.

*Penulis adalah peneliti sosial dan politik di Solo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Solopos

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Karang Taruna di Bantul Diajak Mencegah Praktik Politik Uang dalam Pilkada 2024

Bantul
| Jum'at, 19 April 2024, 14:27 WIB

Advertisement

alt

Siap-Siap! Ini Jadwal dan Cara Ikut War Tiket Konser Sheila on 7

Hiburan
| Kamis, 18 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement