Advertisement

Melestarikan Krimpying, Camilan Tradisional Khas Bumi Binangun

Jalu Rahman Dewantara
Minggu, 11 November 2018 - 07:17 WIB
Nina Atmasari
Melestarikan Krimpying, Camilan Tradisional Khas Bumi Binangun Jumikem, 70, tengah memilah adonan krimpying gaplek di dapur rumahnya di Dusun Bendungan Lor, Desa Bendungan, Kecamatan Wates, Kulonprogo, Jumat (9/11/2018). - Harian Jogja/Jalu Rahman Dewantara

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO- Di balik menjamurnya kuliner modern, terdapat satu makanan atau lebih tepatnya camilan yang kini masih bertahan di Kulonprogo. Namanya adalah krimpying.

Camilan tersebut memang tak sekondang geblek yang merupakan makanan khas Bumi Binangun. Namun camilan tradisional ini tetap menjadi primadona masyarakat meski eksistensinya mulai tergerus zaman lantaran para pembuatnya mulai berkurang.

Advertisement

Seperti para pembuat krimpying di Dusun Bendungan Lor, Desa Bendungan, Kecamatan Wates, Kulonprogo. Dari semula enam pembuat krimpying, kini hanya tersisa satu yang masih bertahan, yaitu produksi krimpying milik Jumikem, 70.

Kepada Harianjogja.com, Jumikem mengaku sudah menjadi pembuat krimpying sejak puluhan tahun silam. Faktor usia membuatnya lupa kapan pasti tahunnya, tapi dia memperkirakan sekitar 35 tahun lalu.

Diceritakan Jumikem, saat masa jayanya makanan krimpying, banyak pembuat camilan berbahan baku ketela itu di dusun tersebut. Namun seiring berkembangnya zaman, jumlahnya menyusut dan hanya menyisakan dirinya.

"Kalau dulu itu banyak, di dusun sini [Bendungan Lor], ada enam orang, tapi ya itu tadi lama-lama berkurang, mungkin karena sudah tak menjanjikan dan memilih cari pendapatan lain, sementara kalau saya ya daripada tidak ada kegiatan mending buat krimpying saja," ujarnya saat ditemui Harianjogja.com, Jumat (9/11/2018).

Krimpying buatan Jumikem berbahan gaplek yang berupa tepung dari ketela pohon. Untuk membuat krimpying gaplek cukup menggunakan bahan tepung tapioka, tepung gaplek, serta bumbu berupa garam dan bawang putih. Bahan-bahan ini lantas diaduk agar menjadi adonan yang kental. Kemudian dikukus selama kurang lebih satu jam. Setelah itu dijemur di bawah terik matahari.

"Lama penjemuran biasanya dua sampai tiga hari tergantung cuaca juga," jelas Jumikem.

Adapun dalam pembuatannya, Jumikem masih menggunakan peralatan tradisional. Hanya satu alat saja yang modern, yakni sebuah penggilingan. Alat tersebut berguna untuk menggiling adonan krimpying agar tipis.

Anak Jumikem, Suwoto, 35, mengatakan dalam sehari dia beserta ibunya mampu memproduksi 15 kg krimpying. Camilan tersebut lantas di jual ke Pasar Bendungan yang berlokasi tak jauh dari rumahnya.

"Beberapa di antaranya ada juga yang kami titipkan ke pedagang di luar pasar, perkilogramnya dihargai Rp16.000," beber pria yang akrab disapa Woto ini.

Menyoal upaya pelestarian krimpying di dusunnya, Woto mengaku sejauh ini belum ada dinas terkait yang turun tangan. "Sampai hari ini kami juga belum pernah dapat bantuan baik itu alat ataupun pembinaan," ujarnya.

Woto berharap ke depan makanan tradisional ini bisa terus bertahan. Upaya pemerintah menurutnya diperlukan agar makanan ini tidak punah karena kalah dengan kuliner modern.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Bus Damri dari Jogja-Bandara YIA, Bantul, Sleman dan Sekitarnya

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 04:37 WIB

Advertisement

alt

Minum Ramuan Jahe Cocok saat Puasa dan Kala Hujan

Lifestyle
| Jum'at, 29 Maret 2024, 03:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement