Advertisement
Kredit Bermasalah BPRS Perlu Dikendalikan, Berikut Caranya
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Stabilitas bisnis keuangan syariah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) perlu dijaga. Salah satu fokus yakni menjaga rasio pembiayaan bermasalah.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Untung Nugroho mengungkapkan rasio nonperforming loan (NPL) perbankan DIY jika dirinci NPL Bank Umum sebesar 3,37%, nonperforming financing (NPF) bak umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) sebesar 1,82%. Sementara, NPL BPR Konvensional sebesar 5,34% dan NPF BPRS mencapai 9,67%.
Advertisement
Menurutnya, besaran NPL BPR dan NPF BPRS ini perlu menjadi perhatian karena di atas threshold 5%, BPR dan BPRS hendaknya meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit/pembiayaan dan menyusun action plan untuk penyelesaian kredit/pembiayaan bermasalah.
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sukma Dwie Priardi mengatakan salah satu program kerja Asbisindo DIY yang akan disusun adalah penguatan terhadap bisnis bank syariah yang bertumbuh, sehat, dan sustain. "Termasuk di dalamnya adalah perbaikan kualitas pembiayaan," kata dia, Sabtu (26/1).
Ia menjelaskan arah ke penguatan perbaikan kualitas pembiayaan bank syariah akan di lakukan dengan beberapa hal seperti pertama, penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam hal analisa pemberian pembiayaan enyelesaian pembiayaan bermasalah.
"Kedua, sinergi dengan beberapa institusi misalnya pengadilan agama dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang [KPKNL]. Diharapkan penyelesaian pembiayaan yg dilakukan cara melalui eksekusi agunan menjadi lebih kuat dan cepat sesuai hukum yg berlaku. Hal ini akan dilakukan oleh Asbisindo pada 2019."
Sukma menjelaskan NPF BPRS di DIY yang tinggi akan ditelaah terlebih dahulu penyebabnya. Namun, NPF tinggi biasanya disebabkan tiga hal yakni pertama, sektor ekonominya yang memang fragile atau rentan default sehingga perlu refocusing, dengan membiayai sektor ekonomi yang menarik atau minimal netral. Kedua, karena kualitas analisis yang kurang kuat dan ketiga karena ada fraud. "Adapun untuk NPF di BPRS, asosisasi akan mendiskusikan apa yang menjadi rootcause-nya serta mendorong dan berkolaborasi utk percepatan penyelesaiannya," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Menparekraf: Peserta World Water Forum ke-10 Penuhi Hotel di Bali
- Ini Lima Orang Terkaya di Dunia 2024 versi Forbes
- Restrukturisasi Kredit Berakhir Kerek Jumlah Kredit Bermasalah UMKM DIY
- Pertumbuhan Ekonomi Global Direvisi PBB Menjadi 2,7 Persen
- Kunjungan ke Mal di Jogja Melonjak saat Long Weekend, Diprediksi Capai 50 Persen
Advertisement
Prediksi Cuaca Jogja dan Sekitarnya Minggu 19 Mei 2024: DIY Cerah Berawan
Advertisement
Hotel Mewah di Istanbul Turki Ternyata Bekas Penjara yang Dibangun Seabad Lalu
Advertisement
Berita Populer
- Ini Lima Orang Terkaya di Dunia 2024 versi Forbes
- KiriminAja x Plugo: Bisnis Lebih Maju Jadi Juara dengan Strategi Brand Lokal Penuh Akal
- Gobel: Pemerintah Harus Lebih Fokus Lindungi Industri Kain Nasional
- Permendag No.8/2024 Soal Barang Impor demi Kelancaran Roda Ekonomi Masyarakat
- Pojog Community Gelar Silent Pound Charity untuk Rumah Singgah Kanker Anak
- Permendag soal Barang Impor Direvisi, Begini Respons Ditjen Bea Cukai
- Dinas Pertanian DIY Catat Panen Padi DIY Capai 236.249 Ton Per April 2024
Advertisement
Advertisement