Advertisement
Bakal Berunjuk Rasa, Asita Tuntut Pemerintah Peduli
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Rencana Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) untuk menggelar aksi unjuk rasa ke Istana Negara Jakarta pada 28 Februari 2019 merupakan hasil diskusi bersama seluruh anggota Asita daerah. Mereka akan menyampaikan aspirasi langsung kepada pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat.
"Memang belum lama ini Presiden berjanji akan mengambil langkah-langkah strategis terkait mahalnya harga pesawat ini. Jika janji tersebut memang benar-benar dilakukan, tentu kami akan mengutamakan langkah dialogis. Namun kami tetap akan melakukan demo jika tuntutan masyarakat ini belum didengarkan oleh pemerintah. Keputusan ini merupakan hasil diskusi bersama dan kesepakatan yang diambil dari hasil pembahasan yang matang," ujar Ketua DPD Asita DIY, Udhi Sudiyanto kepada Harian Jogja pada Selasa (12/2).
Advertisement
Pada dasarnya Udhi menjelaskan ada beberapa aspirasi yang ingin disampaikan oleh Asita. Di antaranya meminta pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan beberapa maskapai penerbangan yang menaikkan harga tiket. Selain itu juga kebijakan beberapa maskapai low cost carrier (LCC) yang menghapuskan bagasi gratis dan menetapkan harga bagasi sejak Januari lalu. Sebab menurut Udhi kebijakan-kebijakan tersebut dirasakan berdampak pada penurunan jumlah wisatawan dan menurunnya omzet UMKM di daerah.
Udhi menyebut baik pemerintah maupun maskapai harusnya mempertimbangkan dampak dari kebijakan ini di berbagai sektor, tidak lantas mengedepankan ego sektoral masing-masing. Kebijakan penghapuskan gratis bagasi misalnya akan membuat omzet UMKM di daerah pariwisata menurun karena wisatawan berpikir berulangkali untuk membeli oleh-oleh dalam jumlah yang banyak.
Selain itu, Asita juga meminta agar pemerintah menerapkan kebijakan yang adil antara travel agent konvensional dan juga online travel agent (OTA). Pihaknya menengarai ada beberapa kejanggalan yang hingga saat ini belum terjawab. Salah satunya ada perbedaan harga tiket yang yang dijual oleh OTA dan travel agent konvensional. "Kami meminta kejelasan terkait kebijakan maskapai ini. Kami tidak tahu apakah memang dijual berbeda kepada OTA dan konvensional. Prinsip kami, kami menjual sesuai ketentuan, harus ada margin antara harga jual dan Harga Pokok Penjualan (HPP)," katanya.
Udhi juga menjelaskan dalam menjual sebuah produk wisata, travel agent konvensional tidak melakukan sistem jual putus. Artinya produk yang dijual sudah termasuk destinasi wisata dan juga akomodasi yang ditawarkan dalam tour package. Artinya travel agent juga melakukan branding suatu destinasi wisata. Hal ini perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. Peraturan yang jelas dan adil menurut Udhi mutlak diterapkan. Pasalnya jika tidak diatur dengan regulasi yang jelas, ini dapat berimplikasi pada sektor-sektor lainnya.
Namun Udhi juga menegaskan Asita tidak anti-terhadap teknologi online. Bahkan travel agent konvensional pun sudah beradaptasi dan memiliki alat pemesanan melalui daring. Hanya bagi Asita, hal itu merupakan cara pemasaran, bukan tujuan utama sehingga ada paradigma yang berbeda yang diterapkan oleh Asita. "Kami sangat mendukung adanya teknologi pemesanan online karena kita semua memang harus bergerak maju ke arah itu. Hanya saja tuntutan kami agar pemerintah mendukung industri ini dengan kebijakan yang fair," tuturnya.
Masih dalam Batasan
Terkait dengan rencana Asita untuk melakukan unjuk rasa memprotes mahalnya harga tiket pesawat, Garuda Indonesia tidak ingin banyak berkomentar. Namun, menurutnya harga tiket saat ini masih dalam batasannya. "Punten, saya belum bisa berkomentar," ujar General Manager Garuda Indonesia Branch Office Yogyakarta Flora Izza, Selasa (12/2).
Ia mengungkapkan untuk harga tiket masih dalam batasan. Artinya tidak melampaui tarif batas atas yang ditetapkan oleh pemerintah. Persoalan tiket mahal pun diakuinya tidak berpengaruh pada load factor Garuda Indonesia tujuan Jogja-Jakarta cukup baik. "Untuk tujuan Jogja-Jakarta, load factor kami 80 persen," kata dia.
Namun, ia pernah mengakui Garuda Indonesia sempat mengalami low season pada awal Januari. Adapun load factor ketika low season sekitar 72% hingga 74%. Menurutnya, kondisi itu berlangsung sekitar 10 hari, kemudian pulih kembali.
Flora mengungkapkan masa pemulihan ini tergolong cepat. Umumya, pemulihan dari low season terjadi pada Februari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kunjungi Washington DC, Ini Oleh-Oleh yang Dibawa Menkeu untuk Indonesia
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
Advertisement
Dugaan Kekerasan Salah Satu SD di Banguntapan, Disdikpora Bantul: Sudah Dimediasi dan Selesai
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jago Syariah Dukung Halal Fair 2024 di Yogyakarta
- Berkomitmen Tingkatkan Literasi Keuangan, Jago Syariah Ambil Bagian dalam Halal Fair 2024
- Sudah Ada 11 Bank Bangkrut Sepanjang Tahun Ini, LPS: Kami Siap Klaim Dana Nasabahnya
- Ekosistem Kendaraan Listrik di RI Segera Terbentuk, Ini Kata Jokowi
- Bulan Depan, Pabrik Baterai Listrik Mulai Produksi di Indonesia
- 1.213 BPR/BPRS Penuhi Modal Inti Minimum Rp6 Miliar, OJK: Hanya 5 Persen yang Belum
- Harga Emas Antam Hari Ini 4 Mei 2024 Turun Rp5.000 Jadi Makin Murah
Advertisement
Advertisement