Advertisement
TPID Tetap Waspadai Potensi Kenaikan Inflasi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pada Agustus 2019, tekanan inflasi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terjaga pada tingkat yang rendah sebesar 0,07% (month to month/mtm). Namun, kewaspadaan tetap diperlukan untuk mengantisipasi potensi kenaikan inflasi.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY Hilman Tisnawan mengungkapkan meskipun inflasi tercatat rendah dan stabil, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) DIY senantiasa berkoordinasi dan bersinergi dalam menghadapi adanya potensi peningkatan inflasi ke depan seiring dengan terjadinya musim kemarau. Oleh karena itu, kata dia, TPID DIY berkomitmen untuk menjaga kelancaran distribusi pangan dan ketersediaan pasokan pangan yang tidak terlepas dari keterjangkauan harga bagi masyarakat.
Advertisement
"Salah satu upaya yang dilakukan antara lain melalui monitoring langsung kepada petani, pedagang besar dan eceran untuk kondisi distribusi dan pasokan pangan," kata dia, Rabu (4/9).
Hilman menyebutkan melalui upaya-upaya dan sinergi antara Pemda dan Bank Indonesia selaku pemangku stabilitas di daerah, pihaknya meyakini inflasi DIY pada tahun ini akan tercapai pada sasaran target inflasi sebesar 3,5%±1% (year on year/yoy).
Hilman menjelaskan dengan realisasi inflasi Agustus 2019, laju inflasi tahun kalender 2019 mencapai sebesar 1,87% (ytd) dan inflasi tahunan sebesar 2,94% (yoy). Rendahnya inflasi pada periode Agustus utamanya disebabkan oleh deflasi kelompok administered prices dan volatile food.
Tarif Angkutan Udara
Kelompok administered prices tercatat deflasi sebesar -1,15% (mtm), utamanya dipicu oleh penurunan tarif angkutan udara. Memasuki periode low season, inflasi angkutan udara kembali mengalami penurunan sebesar -15,75% (mtm). "Hal ini menjadi rekor baru, di mana tarif angkutan udara di Agustus menjadi yang terendah sepanjang 2019. Penurunan batas atas angkutan udara dan diskon tarif pada waktu yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat mulai menunjukkan hasil dalam pengendalian inflasi angkutan udara," ujar dia.
Rendahnya inflasi pada Agustus 2019 turut ditopang oleh kelompok volatile food yang mengalami deflasi sebesar -0,56% (mtm). Rendahnya inflasi volatile food ini disebabkan oleh penurunan harga bawang merah (-16,81% mtm) dan tomat sayur (-40,05% mtm), di tengah melimpahnya pasokan akibat sedang berlangsungnya musim panen.
Namun, harga komoditas beras sebagai penyumbang inflasi utama di DIY tercatat memberikan andil inflasi sebesar 0,01% (mtm) dengan tingkat inflasi sebesar 0,35% (mtm). Kondisi ini perlu diwaspadai, mengingat musim panen raya baru akan terjadi di Triwulan I awal tahun mendatang.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), sepanjang Agustus rata-rata harga bawang merah di tingkat produsen berkisar Rp10.200/kg dan di tingkat pengecer sebesar Rp22.100/kg. Dengan kondisi tersebut, perlu ada upaya-upaya konkrit dari seluruh pemangku kepentingan agar harga komoditas tetap stabil dan wajar serta tidak merugikan petani.
Sementara itu, harga komoditas cabai rawit masih tercatat di level yang cukup tinggi, meskipun pada akhir Agustus 2019 diperkirakan harga cabai rawit akan berangsur turun seiring dengan terjadinya musim panen. Di sisi lain, tercatat adanya peningkatan tekanan inflasi yang berasal dari kelompok inti dengan pencapaian sebesar 0,59% (mtm).
Peningkatan inflasi inti merupakan fenomena nasional yang utamanya disebabkan oleh tarif pendidikan dan harga emas perhiasan. Tarif pendidikan mulai dari SD (7,51%; mtm), SMP (6,41%; mtm), dan SMA (4,90%; mtm) serentak meningkat, sejalan dengan siklus tahun ajaran baru. Berdasarkan trennya, tarif pendidikan pada tingkat dasar secara konsisten mengalami peningkatan paling tinggi, dengan rata-rata inflasi 4 tahun sebesar 9,92% (yoy).
Tingginya inflasi pendidikan dasar disebabkan oleh semakin maraknya sekolah swasta dan pendidikan berbasis internasional, sehingga tarif pendidikan cenderung menyesuaikan faktor global. Sementara itu, harga emas perhiasan kembali meningkat 16,09% (mtm), menjadi peningkatan yang tertinggi setidaknya dalam empat tahun terakhir. Memanasnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok mendorong investor mengalihkan investasinya dalam bentuk emas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kunjungi Washington DC, Ini Oleh-Oleh yang Dibawa Menkeu untuk Indonesia
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
Advertisement
Dugaan Kekerasan Salah Satu SD di Banguntapan, Disdikpora Bantul: Sudah Dimediasi dan Selesai
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jago Syariah Dukung Halal Fair 2024 di Yogyakarta
- Berkomitmen Tingkatkan Literasi Keuangan, Jago Syariah Ambil Bagian dalam Halal Fair 2024
- Sudah Ada 11 Bank Bangkrut Sepanjang Tahun Ini, LPS: Kami Siap Klaim Dana Nasabahnya
- Ekosistem Kendaraan Listrik di RI Segera Terbentuk, Ini Kata Jokowi
- Bulan Depan, Pabrik Baterai Listrik Mulai Produksi di Indonesia
- 1.213 BPR/BPRS Penuhi Modal Inti Minimum Rp6 Miliar, OJK: Hanya 5 Persen yang Belum
- Harga Emas Antam Hari Ini 4 Mei 2024 Turun Rp5.000 Jadi Makin Murah
Advertisement
Advertisement