Advertisement
Pelaksanaan APBN 2021 Bakal Bermasalah Akibat Covid-19
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA-Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 dibayangi masalah Covid-19. Kondisi pandemi Covid-19 masih menjadi risiko terbesar meskipun pemulihan ekonomi sudah mulai terlihat.
Hal ini tercermin dari kasus positif Covid-19 yang masih tereskalasi, baik di tingkat global maupun di dalam negeri. Ekonomi pun masih diliputi ketidakpastian yang tinggi meski vaksin sedang marak dikembangkan di tataran global.
Advertisement
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ubaidi Socheh Hamidi mengatakan dari sisi pertumbuhan ekonomi, baik global juga domestik, risiko pandemi Covid-19 masih harus terus diwaspadai.
Risiko tersebut dapat memperpanjang waktu untuk ekonomi bisa kembali pulih. Misalnya, pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi cukup dalam hingga -13,1% pada krisis 1998, dibutuhkan waktu yang sangat lama menuju pertumbuhan ekonomi 5%-6%.
"Ada beberapa risiko, terutama pandemi masih tereskalasi, vaksin masih butuh waktu untuk penyediaannya dan risiko ketidakpastian dari sisi global," katanya dalam acara Bincang APBN 2021 secara virtual, Selasa (13/10/2020).
Ubaidi menyampaikan faktor tersebut menjadi sangat penting dalam pembahasan dan penyusunan APBN 2021, dengan mempertimbangkan situasi perekonomian dan dukungan fiskal yang akan tetap dilakukan hingga 2021.
Pandemi Covid-19 menyebabkan penerimaan negara menjadi tertekan. Di sisi lain, pemerintah harus memberikan stimulus dari sisi perpajakan. Selain itu, belanja pemerintah juga perlu ditingkatkan dalam mendukung percepatan pemulihan ekonomi.
Defisit APBN pada tahun ini melebar hingga menjadi 6,34% terhadap PDB dan defisit pada 2021 juga masih ditetapkan akan sebesar 5,7% terhadap PDB.
Rasio Utang terhadap PDB
Akibatnya, rasio utang terhadap PDB mengalami peningkatan. Pada 2020, diperkirakan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,6% dan pada 2021 meningkat menjadi 41,3%.
Oleh karena itu, Ubaidi mengatakan dalam pelaksanaan APBN tahun depan, reformasi di sisi perpajakan dan belanja negara akan terus dilakukan, agar defisit APBN dapat kembali menjadi 3% pada 2023.
Pemerintah akan tetap mengandalkan dan mendorong pendapatan dari sisi perpajakan. Kemudian, reormasi dari sisi belanja juga dilakukan, baik dari sisi teknologi, informasi, dan teknologi, pendidikan, dan sektor-sektor lainnya.
"Reformasi lain juga kita dorong di sisi belanja, dilakukan secara disiplin supaya bisa mengolah belanja dengan baik jadi defisit bisa bertahap turun dan 2023 bisa menjadi 3 persen," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Asita DIY Siap Dilibatkan Pembahasan Penerbangan Internasional di YIA
- Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menteri Perindustrian Beberkan Rencana Lanjutannya
- Pemilu Bikin Pasar Properti DIY Lesu, REI DIY Optimistis Triwulan II 2024 Tumbuh Positif
- Kunjungi Washington DC, Ini Oleh-Oleh yang Dibawa Menkeu untuk Indonesia
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
Advertisement
Eko Suwanto Ajak Masyarakat Gunakan Gadget Lebih Produktif Bukan Sekadar Jadi Konsumen Semata
Advertisement
Grand Rohan Jogja Hadirkan Fasilitas Family Room untuk Liburan Bersama Keluarga
Advertisement
Berita Populer
- Gojek Luncurkan Paket Berlangganan Gojek PLUS, Makin Hemat dengan Jaminan Diskon di Tiap Transaksi
- Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menteri Perindustrian Beberkan Rencana Lanjutannya
- LEKA Rayakan 4 Tahun Inovasi dan Pemberdayaan Perempuan
- Begini Respons ASITA Terkait 17 Bandara Internasional yang 'Turun Kasta'
- Gojek Plus Diluncurkan untuk Perluas Daya Tarik Segmen dengan Jaminan Diskon
- Nana Sudjana Dorong Bank Jateng Genjot Penyaluran Kredit Perumahan Subsidi
- Kenaikan HET Minyakita Bisa Bedampak pada Penurunan Daya Beli Masyarakat
Advertisement
Advertisement