Advertisement
Satu Partai Pendukung Pemerintah Tolak Tax Amnesty II
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Rencana pemerintah meneruskan kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty jilid II melalui revisi undang-undang perpajakan menuai kritik. Bahkan penolakan dari parlemen, termasuk dari salah satu partai pendukung pemerintah.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) Fauzi Amro mengatakan, bahwa tax amnesty jilid II kurang tepat di saat anggaran pendapatan belanja negara (APBN) masih minus.
Advertisement
“Justru perlu ada tambahan pemasukan dari sektor pajak, sehingga pemasukan dari sektor perlu digenjok, bukanya dipangkas,” katanya, Sabtu (21/5/2021).
Ketua Kelompok Fraksi Nasdem Komisi Keuangan ini menjelaskan, bahwa berdasarkan data Kementerian Keuangan per akhir November, penerimaan negara tercatat Rp1.423 triliun dan belanja negara Rp 2.306,7 triliun. Ini membuat APBN 2020 membukukan defisit Rp883,7 triliun atau setara 5,6 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Kuartal I/2021 APBN kembali mengalami defisit sebesar Rp144,2 triliun. Ini disebabkan oleh penerimaan negara yang masih mini sementara belanja melonjak.
Dari sisi penerimaan negara, terkumpul Rp378,8 triliun, atau tumbuh 0,6 persen year on year (yoy). Dalam beberapa kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui penerimaan negara masih loyo utamanya dikarenakan penerimaan pajak yang masih minus 5,6 persen yoy.
Sementara itu, rasio penerimaan pajak terhadap PDB turun terus dari 13,3 persen pada tahun 2008 menjadi 9,76 persen pada tahun 2019. Maret 2021 hanya 7,32 persen. Ini pun sudah dibantu kenaikan cukai rokok setiap tahun.
“Rasio penerimaan pajak tahun ini terendah sejak Orde Baru bahkan mendekati prestasi Orde Lama dengan rasio 3,7 persen, sehingga menurut saya, pemerintah mesti bekerja ekstra mengenjok pendapatan dari sektor pajak, bukannya malah kembali mengulirkan kebijakan tax amnesty jilid II yang menguntungkan bagi APBN kita,” jelasnya.
Fauzi menilai, kebijakan tax amnesty hanya menguntungkan kalangan pengusaha kelas atas. Padahal, pelaku UMKM terus dikenakan pajak.
“Ini kan tidak adil, yang UKM dibidik pajaknya, sementara pengusaha besar diberi banyak insentif atau stimulus seperti kebijakan 0 DP [down payment/uang muka] untuk kredit otomatif termasuk pengampunan pajak atau tax amnesty,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
- Cegah DBD, Warga Bisa Dapatkan Abate Gratis di Puskesmas dan Kader Posyandu
- Sapa Penggemar, NCT Dream Bahagia Gelar Konser Stadion Perdana di Jakarta
- Antisipasi Kecelakaan, Tim Gabungan Razia Kelaikan Angkutan Umum di Semarang
- 14 Orang Masih Hilang, Pencarian Korban Banjir Bandang Sumbar Dilanjutkan
Berita Pilihan
- Menparekraf: Peserta World Water Forum ke-10 Penuhi Hotel di Bali
- Ini Lima Orang Terkaya di Dunia 2024 versi Forbes
- Restrukturisasi Kredit Berakhir Kerek Jumlah Kredit Bermasalah UMKM DIY
- Pertumbuhan Ekonomi Global Direvisi PBB Menjadi 2,7 Persen
- Kunjungan ke Mal di Jogja Melonjak saat Long Weekend, Diprediksi Capai 50 Persen
Advertisement
Perangkat Kalurahan Muntuk Dlingo Terseret Kasus Korupsi, Lurah Segera Tunjuk Pj
Advertisement
Hotel Mewah di Istanbul Turki Ternyata Bekas Penjara yang Dibangun Seabad Lalu
Advertisement
Berita Populer
- Ini Lima Orang Terkaya di Dunia 2024 versi Forbes
- Gobel: Pemerintah Harus Lebih Fokus Lindungi Industri Kain Nasional
- Permendag No.8/2024 Soal Barang Impor demi Kelancaran Roda Ekonomi Masyarakat
- Pojog Community Gelar Silent Pound Charity untuk Rumah Singgah Kanker Anak
- Permendag soal Barang Impor Direvisi, Begini Respons Ditjen Bea Cukai
- Dinas Pertanian DIY Catat Panen Padi DIY Capai 236.249 Ton Per April 2024
- Dinkop dan UKM DIY Fasilitasi 1.100 UMKM Dapat Sertifikasi Halal Tahun Ini
Advertisement
Advertisement