Advertisement
KPPOD Dukung Revisi UU Perimbangan Keuangan & Pajak Daerah
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) memaparkan beberapa masalah terkait dengan desentralisasi fiskal, atau kewenangan untuk mengalokasikan belanja sesuai diskresi masing-masing daerah.
Acting Director KPPOD Armand Suparmand menyebut salah satu yang menjadi fokus lembaga pemantauan independen itu adalah masih sulitnya pemerintah daerah dalam mengoptimalisasi pendapatan asli daerah, terutama yang berasal dari pajak dan retribusi daerah.
Advertisement
Adapun, salah satu upaya yang dilakukan oleh KPPOD untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui penggabungan revisi Undang-Undang (UU) No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah, ke dalam satu draf Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
“Sehingga khususnya tahun 2021, ini kita sangat menyambut baik langkah pemerintah untuk memasukkan revisi UU No.28/2009 dan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan, ke dalam satu draf Rancangan UU yang disebut Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, di mana PAD (Pendapatan Asli Daerah) pajak dan retribusi khususnya, serta desain pedoman tentang perimbangan keuangan disatukan mirip dengan pendekatan Omnibus Law, ke dalam satu UU,” ujar Armand dalam media visit KPPOD ke Bisnis Indonesia secara virtual, Kamis (17/6/2021).
Selain itu, Armand menyebut alasan di balik dukungan terhadap langkah dari pemerintah tersebut adalah karena UU No.28/2009 sudah harus direvisi agar kebijakan yang baru dapat mengakomodasi berbagai perubahan di pemerintahan daerah.
Di sisi lain, Armand menjelaskan masalah lain yang dihadapi oleh daerah, yaitu kurang fokusnya perencanaan dan penganggaran yang dilakukan pemda. Padahal, dia berpandangan Presiden selalu mendorong pemda untuk fokus pada perencanaan sehingga berdampak positif pada rancangan penganggaran.
“Belum lagi ada keterbatasan sumber daya manusia (SDM) serta infrastruktur terkait dengan sarana dan prasarana publik turut menyebabkan rendahnya optimalisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kunjungi Washington DC, Ini Oleh-Oleh yang Dibawa Menkeu untuk Indonesia
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
Advertisement
Rute Bus Trans Jogja ke Sejumlah Kampus dan Lokasi Wisata, Jangan Salah Pilih
Advertisement
Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Menginap Super Hemat Selama Bulan Mei di The Atrium Hotel and Resort
- 4 Bank Bangkrut di April 2024, Ini Daftarnya
- Harga Emas Batangan Antam Merosot, Ini Daftarnya
- Layanan Seller Tokopedia Naik, Begini Simulasi Perhitungannya
- Resmi! Menteri Teten Tegaskan Tak Larang Warung Madura Buka 24 Jam
- Barang Kiriman dari Luar Negeri Kini Bebas Bea Masuk, Ini Syaratnya
- Buruh Minta Upah Murah Dihapus, Begini Penjelasan Kalangan Pengusaha
Advertisement
Advertisement