Advertisement

Kementerian Keuangan Klaim UU HPP Bisa Pajaki Google Cs, Yakin Berani?

Wibi Pangestu Pratama
Jum'at, 15 Oktober 2021 - 03:27 WIB
Sunartono
Kementerian Keuangan Klaim UU HPP Bisa Pajaki Google Cs, Yakin Berani? Ilustrasi Google

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA — Pemerintah telah mengadopsi skema pemajakan digital yang dirumuskan oleh Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Perturan Perpajakan (RUU HPP).

Melalui UU itu, pemerintah bersiap menarik pajak dari perusahaan multinasional, khususnya yang berbasis digital seperti Google, Netflix, hingga Facebook.

Advertisement

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan sejumlah negara telah menyepakati skema pemajakan digital sehingga mendorong Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk memberlakukan konsensus itu.

Indonesia termasuk negara yang menanti-nanti konsesus digital tersebut. Apalagi pemerintah telah lama memasukan klausul pemajakan ekonomi digital di Undang-undang terkait penanganan Covid-19.

Menurut Yustinus, pemerintah akan menjalankan aturan pajak global melalui Pasal 32A UU Pajak Penghasilan (PPh) yang termaktub dalam omnibus law UU HPP.

Meski pembahasan proposal Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) masih berjalan, kata dia, pencantuman kebijakan pajak global dalam UU HPP merupakan langkah antisipatif.

"Nanti kita bingkai dengan Pasal 32A UU PPh dalam UU HPP ini, yang mengatur beberapa hal antisipasi dalam penerapan Global Anti Base Erosion[GloBE]," ujar Yustinus dalam dialog publik bertajuk Perpajakan di Era Digital, Menelaah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis (14/10/1994).

Dalam aturan baru itu, pemerintah berwenang untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra secara bilateral maupun multilateral.

Beberapa kesepakatan perpajakan yang dapat dilakukan di antaranya menyangkut penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, pencegahan penggerusan basis pemajakan dan pergeseran laba, pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan pajak, serta kerja sama perpajakan lainnya.

Menurut Yustinus, latar belakang pemerintah menyiapkan Pasal 32A UU PPh juga untuk mengantisipasi pengaruh implementasi GloBE terhadap pemanfaatan fasilitas perpajakan. Misalnya, tax holiday dan super deduction yang diterima wajib pajak multinasional.

"Penting juga penunjukkan pihak lain sebagai pemotong/pemungut PPh. Platform atau marketplace akan lebih mudah untuk diajak bekerja sama dalam sistem yang baru ini, lebih efektif, efisien, tidak mengganggu dinamika pasar, bisnis," ujar Yustinus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jumlah TPS di Pilkada Bantul 2024 Diproyeksikan 2.148

Bantul
| Minggu, 28 April 2024, 10:07 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement