Advertisement

Pelarangan Social Commerce Sudah Tepat? Ini Kata Para Pakar..

Anisatul Umah
Selasa, 03 Oktober 2023 - 22:17 WIB
Mediani Dyah Natalia
Pelarangan Social Commerce Sudah Tepat? Ini Kata Para Pakar.. Ilustrasi belanja online - Bisnis.com

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintah secara resmi telah melarang social commerce termasuk TikTok Shop untuk berjualan. Lalu keputusan ini apakah sudah tepat?

Peneliti Center of Digital Economy and SME INDEF, Izzudin Al Farras mengatakan pelarangan social commerce termasuk TikTok Shop tidak akan membuat pasar tradisional kembali ramai. Sebab masyarakat masih bisa mengakses e-commerce lain.

"Pasar tradisional tidak akan ramai kembali seusai pelarangan social commerce. Enggak otomatis membuat masyarakat berbondong-bondong kembali belanja ke pasar offline," ucapnya dalam diskusi secara daring, Selasa (3/10/2023).

Dia mempertanyakan terkait Pasar Tanah Abang yang sepi seperti belakangan banyak disinggung, apakah benar-benar dampak dari social commerce? Jangan-jangan sudah sepi sejak adanya e-commerce atau sejak pandemi.  

"Artinya katakanlah social commerce TikTok ditutup orang akan kembali ke pasar tradisional? Enggak akan terjadi lagi karena masyarakat masih bisa berbelanja mengonsumsi melalui e-commerce yang sudah banyak," jelasnya.

Advertisement

Baca Juga: Ditanya Nasib Penjual di Tiktok Shop, Ini Kata Mendag

Selain tidak membuat pasar ramai kembali, pelarangan TikTok Shop dia sebut juga bakal menghambat inovasi. Menurutnya regulator tidak bisa melarang satu jenis bisnis model apapun. Sebab jika satu bisnis model sudah dilarang, inovator model bisnis selanjutnya akan berpikir dua kali untuk membuat inovasi. Dan berfikir berulang kali untuk berinvestasi.

"Menurut saya sinyal yang kurang baik, mereka sudah investasi tenaga, pikiran, menemukan bisnis model baru dan kemudian dilarang. Ini menjadi perhatian. Di era digital akan selalu ada bisnis model yang baru,"  paparnya.

Direktur Program INDEF, Esther Sri Astuti menyampaikan penjualan melalui social commerce secara global meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan diperkirakan bisa meningkat tiga kali lipat pada 2026 mendatang. Ini menjadi kesempatan bagi pelaku usaha untuk untuk meningkatkan pangsa pasarnya.

"Ternyata 86 persen responden ketika ditanya apakah pernah belanja dengan social commerce, 86 persen iya. Dan fasilitas sosial media yang digunakan Facebook Shop, Instagram Shopping, WhatsApp, dan TikTok Shop paling besar," ungkapnya.

Pengguna sosial media di Indonesia juga terus meningkat sejak 2014-2022. Tingginya pengguna social media menurutnya bisa jadi peluang bagi UMKM untuk bisa meningkatkan pangsa pasar secara masif. Pelarangan social commerce berpotensi meningkatkan transaksi dan penggunaan e-commerce. UMKM harus melakukan penyesuaian strategi bisnis dalam memasarkan produknya.

Baca Juga: Pasar Tanah Abang Sepi, Asosiasi E-Commerce Klaim Bukan karena TikTok Shop

Menurutnya transaksi pembayaran memang sebaiknya applied dengan platform e-commerce bukan social media. Pelarangan satu sosial media yang menyediakan transaksi belanja sekaligus pembayaran tidak akan berdampak signifikan karena masih banyak alternatif jual beli lainnya.

"Permendag No.31/2023 lebih baik daripada Permendag No.50/2020, karena mengatur izin usaha bagi merchant dalam negeri, membatasi harga bagi produk impor yang masuk RI," ucapnya.

Peneliti Center of Digital Economy and SMEs INDEF, Nailul Huda mengatakan dalam Permendag No.31/2023 sudah ada batasan spesifik terkait barang impor, yakni dengan batasan minimal 100 dolar AS. Aturan ini menurutnya sangat bagus diterapkan.

Di sisi lain pelarangan social commerce tidak memiliki dampak apapun. Sebab algoritma di sosial media tetap bisa digunakan di e-commerce.

"Saya pribadi walau dipisah gak berdampak apapun, selama TikTok bisa menggunakan algoritma sosial media. Diterapkan di e-commerce, algoritma bisa dipakai." 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Kasus DBD di Gunungkidul Mulai Menurun

Gunungkidul
| Minggu, 05 Mei 2024, 11:57 WIB

Advertisement

alt

Mencicipi Sapo Tahu, Sesepuh Menu Vegetarian di Jogja

Wisata
| Jum'at, 03 Mei 2024, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement