Advertisement

Tingkat Literasi Keuangan Syariah di Indonesia Sangat Rendah

Newswire
Sabtu, 28 Oktober 2023 - 09:27 WIB
Maya Herawati
Tingkat Literasi Keuangan Syariah di Indonesia Sangat Rendah Otoritas Jasa Keuangan-OJK - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, BOGOR—Data milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLIK) menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia sangat rendah.

Hal ini diutarakan  Kepala Grup Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muhammad Ismail Riyadi.
“Kalau kita lihat survei OJK, Survei Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLIK) yang selalu dilakukan selama 3 tahun, tahun 2022 misalnya, gap antara tingkat literasi keuangan secara keseluruhan adalah 49%, keuangan syariahnya 9,14%. Jadi masih ada gap sekitar 40%,” ujar dia, di Sentul Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/10/2023).

Advertisement

Adanya gap tersebut menunjukkan bahwa hanya ada 9 dari 100 orang yang benar-benar melakukan keuangan syariah. Adapun tingkat inklusi keuangan syariah baru mencapai 12,12%, tertinggal jauh dari tingkat inklusi keuangan secara umum yang mencapai 85%.

OJK menilai ada sejumlah penyebab yang menyebabkan tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah masih kecil. Pertama ialah pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah masih rendah kendati awareness terhadap keuangan syariah tinggi.

“Mungkin saya sering dengar kenapa istilahnya akad-akadnya [jenis akad bank syariah] masih bahasa Arab, meskipun semua industri keuangan sekarang sudah menggunakan bahasa Indonesia. Akadnya itu digunakan di belakang saat harus menjelaskan projek maupun menandatangani [perjanjian/kontrak] atau memahami [transaksi]. Itu salah satu contoh,” ungkap Ismail.

Penyebab kedua, ujar dia, terkait diferensiasi proses yang terjadi di dalam masyarakat ketika dihadapkan pada produk-produk keuangan syariah dan konvensional yang sejenis.

BACA JUGA: JJLS Tersambung, Melon Diarahkan Menjadi Produk Pertanian Unggulan Kulonprogo

Perbedaan tersebut muncul, katanya,  karena individu memiliki reaksi berbeda terhadap produk keuangan syariah dan konvensional. Ada yang menerima produk keuangan syariah dengan sifat yang lebih rasional (berdasarkan keyakinan agama), ada pula yang lebih setia (loyal) pada produk konvensional atau ada yang masih membandingkan produk syariah dengan produk konvensional.

Menurut dia, produk perbankan syariah memiliki banyak variasi dalam bentuk akad (perjanjian) yang digunakan jika dibandingkan dengan produk konvensional. Namun, tantangan yang harus diatasi adalah cara menghadapi perbedaan preferensi individu dan mendidik masyarakat tentang produk keuangan syariah untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah.

Ketiga yaitu kompetensi sumber daya insani di industri keuangan syariah yang harus ditingkatkan. Meskipun banyak perguruan tinggi dan lulusan ekonomi syariah, tetapi kebutuhan industri yang semakin tinggi menuntut pengembangan kapasitas sumber daya manusia di industri keuangan syariah, paparnya.

“Kemudian [penyebab selanjutnya] dari sisi produk dan layanan, pemanfaatan teknologinya belum optimal, serta aspek regulasi dan permodalan yang belum mendukung,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kalurahan Sinduharjo Diproyeksikan Jadi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak di Sleman

Sleman
| Senin, 13 Mei 2024, 21:27 WIB

Advertisement

alt

Tidak Hanya Menginap, Ini 5 Hal Yang Bisa Kamu Lakukan di Garrya Bianti Yogyakarta

Wisata
| Senin, 13 Mei 2024, 15:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement