Advertisement
Pajak Hiburan Naik, DJP DIY: Banyak Masuk ke Daerah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kenaikan tarif pajak hiburan 40%-75% mendapat penolakan dari pelaku usaha di daerah. Seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY yang mengaku keberatan dengan kenaikan ini.
Kasi Dukungan Teknis Kanwil Ditjen Pajak (DJP) DIY, Hardiansyah menjelaskan kenaikan pajak hiburan diatur dalam Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), dan mayoritas kenaikan pajak ini masuk ke pemerintah daerah (Pemda).
Advertisement
BACA JUGA : Minim Tempat Hiburan, Kulonprogo Kesulitan Raup Pendapatan meski Tarif Pajak Naik
"Ini memang banyak masuk ke pemerintah daerahnya, jadi kalau kami di pajak cuma menerima pajak penghasilannya saja atas orang pribadi," paparnya, Selasa (23/01/2024).
Karena ada aturan baru di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD, maka kenaikan ini sudah berlaku sejak 1 Januari 2024. Dia membenarkan ada beberapa komplain atas kenaikan pajak ini.
"Sudah diatur bahkan mulai berlaku 1 Januari 2024, jadi kenaikan atas jasa hiburan," paparnya.
Dia menyebut aturan pajak hiburan sebelumnya diatur dalam Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB). "Dulu PDRB sekarang diganti dengan HKPD."
Sebelumnya, Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y. Sri Susilo menyampaikan kenaikan tarif pajak hiburan 40%-75% bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Dia menjelaskan, jika pajak naik pengusaha hiburan akan menaikkan tarif dan dibebankan kepada konsumen.
Jika tarif pajak naik besar-besaran, maka tontonan hiburan seperti pertunjukan musik tiketnya akan melonjak dan terjadi penurunan jumlah penonton. Kondisi ini bisa berdampak pada penurunan omzet dari industri hiburan. "Omzetnya turun ya, nanti memang ujungnya langkah pertama untuk bertahan bisa melakukan PHK. Mungkin yang soft merumahkan sementara," ucapnya.
Dia berpandangan kenaikan pajak, kenaikan cukai, dan lainnya harus bersifat gradual, misalnya dua tahun sekali atau setahun sekali dengan jumlah yang relatif kecil. Sehingga kenaikannya tidak terlalu terasa.
"Tetapi kalau tiba-tiba 40-75 persen ini memberatkan, yang memberatkan konsumen sebenarnya," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Menparekraf: Peserta World Water Forum ke-10 Penuhi Hotel di Bali
- Ini Lima Orang Terkaya di Dunia 2024 versi Forbes
- Restrukturisasi Kredit Berakhir Kerek Jumlah Kredit Bermasalah UMKM DIY
- Pertumbuhan Ekonomi Global Direvisi PBB Menjadi 2,7 Persen
- Kunjungan ke Mal di Jogja Melonjak saat Long Weekend, Diprediksi Capai 50 Persen
Advertisement
Info PPDB 2024 SMA/SMK DIY: Syarat Nilai Gabungan Jalur Prestasi Diturunkan
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Dapat Relaksasi, Berikut Aturan Baru Impor Barang Elektronik hingga Tas
- Awas! Rasio Kredit Macet Perbankan Bakal Naik, Ini Penyebabnya
- Kontainer Impor Menumpuk di 2 Pelabuhan, Ini Penjelasan Kementerian Perindustrian
- Dirut PLN Tinjau Posko Utama Kelistrikan KTT WWF, Pastikan Seluruh Sistem Kelistrikan di Bali Andal
- Hari Ini Harga Telur, Beras dan Cabai Cenderung Mahal
- Pemerintahan Prabowo-Gibran Bakal Hadapi Defisit APBN 2,82 Persen
- Dibuka Ibu Negara, PLN Pamerkan Hasil Karya Pelatihan UMKM dalam HUT Dekranas ke-44
Advertisement
Advertisement