Advertisement
Harga Beras Bisa Saja Turun, Bulog: Tak Bisa Serendah Dulu
Advertisement
Harianjogja.com, SEMARANG—Dalam jangka waktu sebulan mendatang, yakni antara Maret-April, Indonesia akan memasuki musim panen raya.
Direktur Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi memastikan bahwa harga beras di pasaran akan menurun jika situasi panen baik. Meski harga beras di pasaran diramalkan akan turun, Bayu mengatakan bahwa harga beras tidak akan kembali serendah dulu.
Advertisement
“Kalau menurut saya, pasti akan turun. Itu menunjukkan di mana-mana sudah ada terjadi penurunan, mudah-mudahan [harganya] akan menjadi normal. Meskipun saya memperkirakan, tidak akan serendah kembali seperti dulu. Jadi turun, tapi tidak serendah dulu,” kata Bayu saat ditemui di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Selasa (5/3/2024).
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terkait tingkat produksi beras Januari-April 2024 yang diperkirakan turun sampai 2,28 juta ton atau 17,52% dibandingkan tahun lalu. Menanggapi hal tersebut, Bayu mengatakan bahwa untuk saat ini dia belum bisa memastikan terkait kecukupan cadangan beras di pemerintah.
“Kalau menurut saya jelas tunggu panennya, mudah-mudahan produksinya balik dan mencukupi. Bulog akan merespons tergantung bagaimana nanti situasi panen,” jelas Bayu.
Bayu menjelaskan bahwa konsumsi beras di seluruh Indonesia itu sangat besar, kira-kira mencapai 2,5 juta ton per bulan. Lebih dari 25 juta konsumen beras itu adalah warga miskin.
Dari situ, Bayu mengatakan bahwa Bulog bukan pemasok utama beras di Indonesia. Rata-rata Bulog hanya menguasai 8% dari keseluruhan pangsa pasar selama 5-6 tahun terakhir. Sehingga, Bulog tidak bisa menjadi kunci penurunan harga beras di pasaran. “Harganya sudah terlanjur naik. Bulog tidak bisa nurunin karena hanya menguasai pangsa 8 persen,” kata dia.
BACA JUGA: Demi Beras Murah, Warga Rela Antre Sejam di Pasar Murah Disperindag DIY
Dalam kesempatan ini, Bayu juga menjelaskan terkait terjadinya defisit produksi beras pada akhir 2023 sampai awal 2024 yang puncaknya adalah pada Januari. “Nah, bahkan di Bulan Januari defisit mencapai 1,6 juta ton beras. Ini yang membuat semuanya mahal,” kata dia.
Bayu menjelaskan penyebab-penyebab defisit produksi beras, pertama, yakni terjadinya El Nino yang mengakibatkan pergeseran hujan, yang mana mulanya Oktober sudah hujan, saat ini mundur jadi sampai Januari; kedua, terbatasnya stok karena produksi yang rendah; ketiga, beberapa negara lain melarang ekspor beras; keempat, mahalnya pupuk dan tidak seimbangnya fosfat dan kalium di tanah; terakhir adanya hambatan perluasan lahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
- Refleksi Kepemimpinan Walkot Madiun: Perkuat Ekonomi dari Sektor Wisata & UMKM
- Ayo Nobar! Videotron Susu Murni Boyolali bakal Putar Semifinal Piala Asia U-23
- PDIP Sukoharjo Segera Buka Pendaftaran Cabup-Cawabup, Ini Jadwalnya
- PBB Sebut Butuh 14 Tahun untuk Membersihkan 37 Juta Ton Reruntuhan di Gaza
Berita Pilihan
- Kunjungi Washington DC, Ini Oleh-Oleh yang Dibawa Menkeu untuk Indonesia
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
Advertisement
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Petani Cabai Cilacap, Menjadi Raja Atas Hasil Panennya
- Rasane Vera, Menghijaukan Gunungkidul dengan Lidah Buaya
- Banyak BPR Bangkrut, Ini Upaya Pengawasan dari OJK DIY
- Pakuwon Beberkan Harapan Besarnya untuk Kepemimpinan Prabowo-Gibran
- Siap-Siap! Harga Bitcoin Mungkin Tembus US$100.000 pada Akhir Tahun
- Ini Tanggapan Bankir Atas Kenaikan BI Rate Jadi 6,25%
- PLN Dukung Penuh Gelaran PLN Mobile Proliga 2024
Advertisement
Advertisement