Advertisement

Harga Pupuk Diprediksi Naik Tahun Depan, Ini Penyebabnya

Dwi Rachmawati
Rabu, 06 Maret 2024 - 20:57 WIB
Arief Junianto
Harga Pupuk Diprediksi Naik Tahun Depan, Ini Penyebabnya Ilustrasi pekerja mengangkut karung pupuk urea di gudang lini 3 Jatibarang pupuk Kujang, Indramayu, Jawa Barat. - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Mulai tahun depan, harga pupuk berisiko naik seiring bakal berakhirnya kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) akhir tahun ini.

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa mengatakan pupuk subsidi hanya menyumbang sekitar 3,8% dari total biaya produksi padi. Sedangkan pupuk nonsubsidi menyumbang sekitar 10% dari total biaya produksi padi di petani.

Advertisement

Meskipun peningkatan harga gas berisiko pada kenaikan harga pupuk, tetapi dia memandang harga pupuk bukan menjadi parameter dominan dalam menentukan produksi beras secara nasional.

Andreas membeberkan, ketiga parameter yang justru memberikan pengaruh signifikan pada produksi beras. Pertama, ihwal kesejahteraan petani. Menurutnya, saat pemerintah bisa menjamin harga gabah di tingkat petani tidak anjlok, kenaikan harga pupuk bukan jadi persoalan.

Pasalnya, pendapatan petani yang meningkat atas penjualan gabahnya memungkinkan mereka untuk tetap mengakses pupuk meskipun terjadi kenaikan harga. "Petani pasti akan beli pupuk berapa pun harganya asal tersedia. Produksi tidak akan anjlok selama petani dijamin harga gabahnya," ujar Andreas, Rabu (6/3).

Parameter kedua, yaitu anomali iklim. Menurut Andreas, penurunan produksi pada 2023 lebih disebabkan oleh adanya El Nino yang merupakan bagian dari anomali iklim. "Kalau La Nina biasanya naik [produksi], kalau El Nino biasanya turun [produksi beras]," tuturnya.

Lebih lanjut, dia berujar bahwa parameter lainnya yang menentukan produksi beras nasional adalah tingkat serangan hama dan penyakit padi. 

Kendati begitu, Andreas menekankan bahwa pemerintah agar tetap bijak terhadap harga gas untuk produksi pupuk. Pasalnya, harga gas sebagai bahan baku utama bisa menyumbang 70% dari total biaya produksi pupuk berbasis nitrogen.

"Untuk itu kami minta pemerintah agar lebih bijak terkait dengan harga gas karena harga gas untuk industri pupuk di Indonesia itu tertinggi nomor 5 di dunia," kata Andreas.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi mengakui adanya kekhawatiran harga pupuk melonjak pada 2025 seiring kebijakan HGBT yang akan berakhir di akhir tahun ini.

BACA JUGA: Penebusan Pupuk Bersubsidi dengan KTP di Bantul Terus Disosialisasikan

Tanpa kebijakan HGBT, harga gas yang merupakan bahan baku pupuk nitrogen berisiko melonjak hingga menyebabkan terkereknya harga pupuk di pasaran. "Karena agro input itu sumber ya gas, nah gas ini kebijakan untuk pupuk itu hanya akan berakhir pada 2024 sehingga availability tetap ada, tapi affordability [keterjangkauan] menjadi pertanyaan," ujar Rahmad.

Kendati begitu, Rahmad belum bisa memastikan persentasi kenaikan harga pupuk saat kebijakan HGBT disetop.

Dia merujuk kejadian pada 2021-2022 saat harga gas melambung tinggi dan pemerintah tidak menetapkan HGBT secara otomatis membuat harga pupuk melonjak signifikan. 

"Harga [pupuk] menjadi tidak pasti karena kan mengikuti pasar. Kami berharap kan tidak terjadi begitu, cuma memang harus diantisipasi," ucap Rahmad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Gelar Workshop, ANPS Bahas Pentingnya AI Dalam Dunia Pendidikan

Jogja
| Minggu, 05 Mei 2024, 08:57 WIB

Advertisement

alt

Mencicipi Sapo Tahu, Sesepuh Menu Vegetarian di Jogja

Wisata
| Jum'at, 03 Mei 2024, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement