Advertisement
Bukan Penentu Harga, Meski Stok Aman Beras di DIY Masih Mahal
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Bank Indonesia (BI) Perwakilan DIY menjelaskan DIY bukan penentu harga beras sehingga meskipun pasokan relatif mencukupi tetapi harganya masih tinggi.
Kepala Perwakilan DIY, Ibrahim mengatakan penentu harga beras terkonsentrasi di pasar beras nasional seperti Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Kemudian jika dibenturkan dengan Jawa Tengah (Jateng) dengan jumlah penduduk yang lebih besar, kemungkinan pembentukan harganya juga lebih kuat dibandingkan DIY.
Advertisement
"Price maker atau price determination atau penentuan harga itu enggak ada di Yogyakarta. Jogja penduduknya di bawah 5 juta, 4 juta sekian, kalau dibandingkan dengan Jateng saja sudah bedah jauh. Mungkin Jateng pembentukan harganya lebih kuat, kita ngikut ke Jateng," paparnya, Kamis (08/03/2025).
Ibrahim mengibaratkan DIY sebagai pemain kecil, meskipun punya pasokan lebih, tetapi tidak bisa menentukan harga. Akan tetapi yang terpenting saat ini adalah pasokan beras tercukupi dan juga keterjangkauan harga. "Jadi ibaratnya kita sebagai pemain kecil, meskipun kita punya lebih pasokan, tapi untuk penentuan harganya kita enggak bisa," jelasnya.
Baca Juga
Masih Mahal, Segini Harga Beras di Pasaran Jogja
Produksi Beras DIY Terus Menurun, Ini Buktinya..
Harga Beras Turun Perlahan, Harga Gula Pasir dan Telur Justru Meroket Jelang Ramadan
Lebih lanjut dia mengatakan kendala utama terkait tingginya harga beras adalah El Nino yang terjadi tahun lalu. Menyebabkan musim tanam tertunda, dan masa panen juga tertunda. Diperkirakan panen raya akan terjadi April 2024, dan saat ini masa panen sudah dimulai.
"Kalau kita berkaca dari tahun lalu, November Desember di Gunungkidul sudah ngawu-awu, hujan pertama langsung tanam, itu kan sempat gagal beberapa kali. Dengan ketidakteraturan atau gangguan cuaca kemarin masa tanamnya itu bervariasi," ucapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) DIY memprediksi produksi padi periode Januari - April 2023 data tetap mencapai 292,98 ribu ton. Sementara estimasi periode Januari - April 2024 hanya 244,03 ribu ton, turun 48,94 ribu ton atau 16,71%.
Kepala Tim Perumusan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (KEKDA) DIY, Arya Jodilistyo mengatakan berdasarkan data BPS DIY memang ada prediksi penurunan secara kumulatif. Namun melihat besaran volumenya, April 2024 bisa menjadi puncaknya masa panen di 2024.
"Sehingga puncak produksi ini, ditambah bertepatan dengan HBKN [Hari Besar Keagamaan Nasional] itu bisa kami mengharapkan bisa meredam inflasi ketika lebaran. Karena momentumnya bertepatan," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kunjungi Washington DC, Ini Oleh-Oleh yang Dibawa Menkeu untuk Indonesia
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
Advertisement
Jadwal Kereta Api Prameks Jogja-Kutoarjo Minggu 28 April 2024
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Petani Cabai Cilacap, Menjadi Raja Atas Hasil Panennya
- Rasane Vera, Menghijaukan Gunungkidul dengan Lidah Buaya
- Banyak BPR Bangkrut, Ini Upaya Pengawasan dari OJK DIY
- Pakuwon Beberkan Harapan Besarnya untuk Kepemimpinan Prabowo-Gibran
- Siap-Siap! Harga Bitcoin Mungkin Tembus US$100.000 pada Akhir Tahun
- Ini Tanggapan Bankir Atas Kenaikan BI Rate Jadi 6,25%
- PLN Dukung Penuh Gelaran PLN Mobile Proliga 2024
Advertisement
Advertisement