Advertisement

Merawat Lebah, Melestarikan Lingkungan

Sirojul Khafid
Selasa, 30 April 2024 - 15:17 WIB
Lajeng Padmaratri
Merawat Lebah, Melestarikan Lingkungan Sugeng saat berada di rumahnya, Gunungkidul, Kamis (4/4/2024). - Harian Jogja/Sirojul Khafid

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Merawat lebah dengan baik sama saja dengan melestarikan lingkungan. Agar pakan lebah tetap tersedia, pohon dan bunga perlu tetap lestari.

Wasito sudah 25 tahun menjadi petani lebah madu. Sudah lebih dari 25.000 sengatan lebah pernah mampir di tubuh Wasito. Soal sengat menyengat, lebah tidak punya kompromi. Ketika ada seseorang yang mendekati stup atau kotak yang menjadi rumahnya, para lebah akan menyerang.

Advertisement

Sengatan demi sengatan menjadi teman akrab Wasito dalam bertani. Paling banyak, dia pernah disengat 150 lebah dalam sekali waktu. Lantaran yang menyengat lebah budidaya, dampaknya ‘hanya’ panas dingin.

BACA JUGA: Segudang Manfaat Saffron untuk Kesehatan Kulit, Mampu Lawan Efek Panas di Musim Kemarau

Di suatu waktu, Wasito pernah tersengat 45 lebah ndas atau vespa affinis. Saat itu dia sedang berada di hutan. Wasito tidak sengaja membuka sarang lebah ndas di dekat pohon. Dia kemudian diserang. Berbeda dengan lebah ternak seperti cerana dan mellifera, lebah ndas merupakan predator sesama lebah. Dampak sengatannya lebih tinggi. “Saya sampai pingsan waktu itu,” kata Wasito saat ditemui di rumahnya, Sabtu (20/4/2024).

Berkunjung hari ini ke kampung Wasito yang berada di Kedungpoh Lor, Kedungpoh, Nglipar, Gunungkidul, kita bisa melihat stup bersanding dengan hutan rakyat yang cukup lebat. Kondisi yang akan sangat berbeda dari era tahun 1970-an. Kala itu, wilayah kampung dan sekitarnya gundul dan gersang. “Belum ada tanaman sedikitpun saat itu. Memasuki sekitar tahun 1981, kami adakan kelompok untuk menanam tanaman penghijauan,” katanya.

Penanaman pohon di hutan rakyat itu membuahkan hasil. Perlahan, lahan menjadi hijau dengan berbagai jenis pohon. Lebah yang memang sudah ada sejak dulu nampaknya semakin gembira. Cadangan makanannya semakin melimpah. Bunga dari pohon buah dan pohon keras menjadi makanan favoritnya. Memasuki tahun 1995, Wasito mengikuti lomba hutan rakyat dan menjadi juara satu tingkat Provinsi DIY.

Dia mendapat ‘hadiah’ berupa pelatihan tentang bertani lebah di Gringsing, Batang, Jawa Tengah selama 15 hari. Ilmu itu yang kemudian dia bawa pulang kampung untuk dipraktikkan. Merasa manfaatnya cukup baik, Wasito yang kala itu masih seusia sekolah menengah pertama mengajak teman-temannya untuk turut bertani lebah madu. Kelompok pertemanan ini yang kemudian menjadi cikal-bakal Kelompok Tani Hutan (KTH) Sari Alami.

Saat awal berhubungan intens dengan lebah, Wasito dan teman-temannya sempat merasa takut. Terlebih pemahaman apabila sengatan lebah bisa terasa sakit dan berbahaya. Seiring akrab dan terbiasa dengan sengatan lebah, justru mereka kini merasakan manfaatnya.

“Setiap disengat lebah, semakin bertambah daya tahan tubuh, selama jumlahnya masih wajar,” kata laki-laki berusia 69 tahun itu. “Saat menjadi petani lebah juga, semakin tahu manfaat madu yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakatnya.”

Semakin Sering Menanam

Dalam proses menernakkan lebah, dan memanfaatkan madunya, Wasito bertemu dengan akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Muncul kolaborasi dalam pengolahan madu, dan juga tentang pakan lebah berupa pepohonan.

Sebelumnya, pohon dan bunga yang Wasito tanam dan rawat merupakan tanaman musiman. Di waktu-waktu tertentu, pohon dan tanaman itu tidak berbunga. Sehingga pasokan makanan lebah menjadi terhambat. Melalui ilmu dari para dosen UGM, Wasito dan kawan-kawannya mulai menanam pohon dan tanaman yang bisa berbunga sepanjang tahun.

Menanam dan merawat pohon serta tanaman lain untuk pakan lebah juga dilakukan Sugeng Apriyanto di Ngrandu, Katongan, Nglipar, Gunungkidul. Desa Wasito dan Sugeng bersebelahan. Sejak dipecat dari pabrik tempatnya bekerja pada 2004, Sugeng pulang kampung dari Jakarta ke Gunungkidul.

Di masa-masa senggang itu, Sugeng mengembangkan usaha ternak lele, jualan tempe, sampai mengolah sawah milik keluarga. Dalam kesehariannya, dia masih sering melihat sarang lebah di sekitar rumah. Salah satunya sarang lebah di pintu triplek rumahnya, yang sering dia lalui setiap harinya.

Dahulu Sugeng sering mengambil madu dari sarang lebah klanceng di sekitar rumah. Namun belum ada niatan untuk membuatnya menjadi bisnis. “Terus mikir, madu dari lebah klanceng ini bagus buat kesehatan. Terus saya perbanyak, dari satu dikembangkan menjadi lima koloni. Caranya autodidak dan percobaan sendiri,” kata Sugeng, saat ditemui di rumahnya, Gunungkidul, Kamis (4/4/2024).

Perkembangan budidaya lebah Sugeng semakin banyak dari hari ke hari. Saat ini, dia punya sekitar 1.500 stup lebah klanceng. Pasokan pakan perlu terus tersedia untuk ratusan ribu lebah klancengnya. Maka pohon dan tanaman perlu terus berbunga. Dan suasana itu pula yang terlihat di sekitar rumah Sugeng.

Sugeng menyebut rimbunnya halaman di sekitar rumahnya sebagai hutan rakyat. Pohon keras besar di Dusun Ngrandu seperti akasia, sengon laut (jeungjing), dan jati sudah ada sejak puluhan tahun sebelumnya. Sementara pohon yang masih kecil baru ditanam beberapa tahun lalu. Sugeng juga menanam berbagai jenis bunga di halaman rumah, sebagai cadangan pakan lebah klanceng.

Sistem yang sama, penanaman pohon dan bunga seperti yang Sugeng lakukan, juga diikuti warga sekitar. Mereka menanam di lahannya masing-masing. Maka jadilah itu sebagai hutan rakyat, hutan milik rakyat, bukan hutan yang merupakan milik negara atau perusahaan swasta. Sejak melihat keberhasilan Sugeng mengembangkan lebah klanceng, warga sekitar juga mengikuti. Mereka membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Madu Sari dengan beranggotakan 30 orang.

“Semakin banyak pohon dan bunga di sekitar, semakin aman cadangan pakan lebah. Kita tidak perlu mengambil pakan itu, karena lebah yang akan mencari sendiri di pohon dan bunga, kita cukup menyediakan saja,” kata Sugeng.

Upaya mengembangkan perekonomian masyarakat dalam beternak lebah, termasuk dengan memastikan makanannya di pohon dan bunga, kemudian mendapat perhatian dari banyak pihak, salah satunya Bank Rakyat Indonesia (BRI). Melalui program corporate social responsibility (CSR), BRI memberikan bantuan bibit pohon untuk penghijauan. Program BRI Menanam semakin menghijaukan Ngrandu, Katongan, Nglipar, Gunungkidul. Bantuan berupa bibit serta juga alat pengolahan madu mencapai Rp100 juta.

Regional Chief Executive Officer (RCEO) BRI Jogja, John Sarjono, mengatakan BRI sebagai mitra pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dalam berbagai cara, termasuk penyaluran CSR. Peran BRI tidak terbatas sebagai lembaga intermediary keuangan, lanjut Sarjono, tapi BRI juga terpanggil untuk mendukung stabilitas ekonomi serta keberlanjutan usaha masyarakat.

“BRI berupaya berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat, baik kepada individu pelaku usaha maupun pemberdayaan kelompok yang ada di desa,” kata Sarjono, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/3/2024). “Dengan semangat kolaborasi, semoga bisa mengoptimalkan potensi desa yang ada.”

Menitipkan untuk Generasi Mendatang

Lebatnya pepohonan dan bunga di kampung Sugeng membuat banyak potensi semakin lebar terbuka. Di samping untuk makanan lebah, asrinya lingkungan bisa untuk pengelolaan pariwisata. Namun yang tidak kalah penting juga, lestarinya lingkungan bisa untuk kebaikan generasi mendatang.

Begitu pun dengan Wasito, menanam pohon sejak puluhan tahun lalu, kini dia bisa memanen hasilnya. Tidak hanya untuk dirinya pribadi, namun juga untuk masyarakat sekitar. Apabila kita berkunjung ke Kedungpoh Lor, pemandangan hijau dari pepohonan akan mendominasi penglihatan. Wasito sudah 69 tahun. Kini anaknya juga melanjutkan budidaya lebah madu.

BACA JUGA: Indonesia-Iran Jalin Kerja Sama Teknologi Pertanian

Budidaya lebah madu semakin bermanfaat, tidak hanya pada ekonomi, tapi juga kelestarian hutan sekitar. “Semakin lestari lingkungan, semakin banyak juga keberkahan untuk manusia. Masyarakat tidak mengambil hasil hutan berupa kayu tapi madunya,” kata Ketua KTH Sari Alami tersebut. “Itulah, dari yang dahulu takut disengat lebah, sekarang kalau panen madu tapi tidak disengat, justru ada yang kurang, kecewa.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

SINAU PANCASILA: Menjaga Kerukunan dan ketentraman Masyarakat

Bantul
| Jum'at, 17 Mei 2024, 22:17 WIB

Advertisement

alt

Tak Mau Telat Terbang? Ini 5 Rekomendasi Hotel Bandara Terbaik di Dunia

Wisata
| Selasa, 14 Mei 2024, 22:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement