Advertisement

Wow, Film Kopi Nusantara Pernah Raih best Editing

Ika Yuniati
Rabu, 20 Maret 2019 - 12:57 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Wow, Film Kopi Nusantara Pernah Raih best Editing Potongan adegan film Aroma of Heaven karya Budi Kurniawan yang diputar dalam event bulanan Layar Padhang Bulan edisi ulang tahun Griya Budaya Studio Kopi nDaleme Eyang, Solo, Kamis (14/3/2019) malam.(Istimewa - FilmKopi)

Advertisement

Harianjogja.com, SOLO--Kopi, saat ini seakan sedang naik daun. Semua kalangan, terlebih anak muda sedang kegandrungan kopi. Kafe-kafe kekinian pun muncul dan menawarkan sensasi kopi dari berbagai daerah.

Budaya ngopi yang tumbuh subur di berbagai sudut kota saat ini tak lepas dari sejarah kopi Nusantara yang diperkirakan ada sejak ratusan tahun lalu. Kopi adalah satu kesatuan yang terdiri para petani, pebisnis, akademisi yang meneliti, dan tentu para penikmatnya.

Advertisement

Lingkaran peristiwa tentang salah satu komoditas ekspor tersebut dirangkum sineas Budi Kurniawan dalam film dokumenter berjudul Aroma of Heaven.

Film yang digarap medio 2011 hingga 2014 ini membawa penonton ke tempat-tempat yang memiliki nilai historis kopi Nusantara. Diwakili Gayo Aceh, wilayah Jawa, dan Flores. Mereka menyajikan realitas bahwa tradisi, budaya, seni, iman serta keyakinan adat memberikan kontribusi terhadap catatan alur sejarah kopi Indonesia.

Film yang dirilis 2014 ini pernah meraih Best Editing dalam acara Ahvaz International Science Film Festival – Iran pada Februari 2015, Best Documentary Film dalam acara Hainan Silk Road and Maritime International Film Fest di China pada 2015, dan sejumlah penghargaan bergengsi lainnya.

Produser Aroma of Heaven Nicho Yudifar saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (14/3/2019), mengatakan film tersebut menggambarkan realitas kopi Nusantara. Mulai dari kehidupan petani hingga pendapat para pakar. Saat itu dibuat berdasarkan keinginan personalnya dan tim sebagai penggemar kopi. Ia bahkan tak pernah memprediksi selang lima tahun perilisan film tersebut, kopi menjadi komoditas paling dicari.

“Bisa dilihat contohnya di jalan Cipete Jakarta, pada 2011 hanya ada sekitar tiga tempat ngopi. Waktu itu menjadi salah satu narasumber kami. Sekarang ini di jalan itu saja jumlahnya sudah puluhan,” kata dia.

Selesai dengan film tersebut, ia dan tim berencana membuat karya serupa dengan materi lebih spesifik yaitu membahas sejarah kopi per daerah. Ada enam serial yang secara keseluruhan bertujuan untuk membahas keberlangsungan fenomena kopi di Indonesia.

“Frekuensi kultural ada, tapi enggak banyak. Lebih banyak bagaimana kopi sustainable. Kalau hari ini kopi dirayakan dengan meriah, kita lihat bagaimana dari sisi ketersediaan sumbernya [petani]. Tapi masih rencana ya film ini. Kami belum bisa membahas lebih jauh lagi,” kata dia.

Sementara itu, di Solo, Aroma of Heaven diputar dalam perayaan setahun Griya Budaya Studio Kopi nDaleme Eyang (SKDE) Banjarsari, Solo, Kamis malam. Spesial screening dalam event bulanan Layar Padhang Bulan tersebut dilanjutkan diskusi dengan narasumber dari Soekoer Kombi Coffee Roaster, Hilda Kurniawan. Program ini diadakan setiap awal bulan, saat purnama menurut penanggalan Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Solopos.com

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Usulan Formasi PPPK-CPNS 2024 Disetujui Pusat, Pemkab Bantul: Kami Tunggu Kepastian Alokasinya

Bantul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 16:07 WIB

Advertisement

alt

Rela, Ungkapan Some Island tentang Kelam, Ikhlas dan Perpisahan

Hiburan
| Jum'at, 29 Maret 2024, 09:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement