Advertisement
PEMANASAN GLOBAL : Layanan Transportasi Publik di Jogja Mendesak Dioptimalkan Kurangi Kendaraan Pribadi
Advertisement
Pemanasan global membuat layanan transportasi publik di Jogja mendesak untuk dioptimalkan
Harianjogja.com, JOGJA-Layanan transportasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi salah satu hal yang mendesak untuk dioptimalkan oleh Pemerintah di lingkungan DIY.
Advertisement
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Wahana Lingkungan Hidup Jogja Haliq Sandra, pada Rabu (16/3/2016). Menyusul terjadinya pemanasan global, yang juga memengaruhi DIY.
Di tingkat nasional, ia menyebut pemerintah Republik Indonesia belum memiliki komitmen tinggi untuk mengurangi efek rumah kaca di Indonesia. Sedangkan dalam tingkat lokal, efek rumah kaca banyak dikontribusi oleh polusi kendaraan bermotor.
Kehadiran jumlah kendaraan bermotor yang begitu tinggi ini sesungguhnya juga menjadi dilematika di DIY, mengingat Pendapatan Daerah salah satunya berasal dari pajak kendaraan. Dengan banyaknya jumlah kendaraan, utamanya kendaraan pribadi maka pajak yang dihasilkan semakin tinggi. Meski demikian, polusi yang ditimbulkan juga semakin tinggi, titik kemacetan bertambah.
Kondisi ini, sesungguhnya menjadi sinyal kuat bahwa alat transportasi publik, menjadi salah satu kebutuhan mendesak. Namun, Pemda belum dapat memaksimalkannya. Misalnya saja Trans Jogja yang sudah ada di tengah masyarakat, belum bisa menjawab kebutuhan masyarakat atas alat transportasi publik yang nyaman, memiliki jaminan ketepatan waktu. Sehingga banyak masyarakat masih lebih memilih menggunakan alat transportasi pribadi.
"Ada faktor kedua yang menyebabkan efek rumah kaca, yakni polusi dari asap industri. Tapi di Jogja tidak banyak lokasi industri dan belum begitu berkembang, sehingga memang asap kendaraan menjadi persoalan yang menjadi sorotan," terangnya, kepada Harian Jogja.
Faktor berikutnya terkait pemasan global, yang perlu dicermati bersama yaitu, belum maksimalnya praktek gaya hidup hijau di tengah anggota masyarakat. Dari cara sederhana saja, yakni masih minimnya pengolahan sampah sebelum menuju ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Padahal dengan minimnya pengolahan sampah, maka gas metan yang dihasilkan dari sampah masih begitu tinggi dan mencemari lingkungan.
Persoalan lainnya, kemauan masyarakat untuk memilih menggunakan kendaraan tidak bermotor atau bahkan berjalan kaki, masih kecil. Padahal mereka hanya menuju lokasi dengan jarak pendek.
Mengenai faktor terakhir ini, Haliq menyayangkan sejumlah kebijakan Pemda saling tumpah tindih, dan tidak ramah kepada pejalan kaki. Misalnya saja, adanya trotoar bagi pejalan kaki. Namun, Pemda juga kemudian membuat ruang-ruang hijau di sekitar trotoar, bahkan meletakkan pot-pot tanaman di area trotoar itu sendiri. Yang mengurangi luasan trotoar.
"Selain itu di banyak titik, jalur sepeda justru dialihfungsikan, menjadi tempat parkir," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Berbagi Kebahagiaan, Tuntas Subagyo Buka Puasa Bersama Anak Yatim di Sukoharjo
- Kabar Gembira Persis Solo, Irfan Jauhari Merumput Lagi setelah Absen Semusim
- Menang Pilpres, 9 Parpol Koalisi Indonesia Maju di Klaten Bertemu Bahas Pilkada
- Bawaslu: Jokowi Tak Langgar Netralitas Meski Bagi-bagi Bansos Jelang Pilpres
Berita Pilihan
Advertisement
Sempat Ditangkap, Jambret di Jaksel Kabur Pakai Mobil Patroli Polisi
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Harga Tiket KA Bandara YIA Hanya Rp20.000, Berikut Cara Memesannya
- Jadwal KA Bandara YIA Kulonprogo-Stasiun Tugu Jogja, Jumat 29 Maret 2024
- Jadwal Imsak dan Buka Puasa Wilayah Jogja dan Sekitarnya, Jumat 29 Maret 2024
- Jadwal Terbaru KRL Jogja Solo dan KRL Solo Jogja Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024
- Perayaan Paskah 2024, Tim Jibom Polda DIY Melakukan Sterilisasi Sejumlah Gereja di Jogja
Advertisement
Advertisement