Advertisement
Duh, 80% Laporan Gantung Diri, Penyebabnya adalah Depresi
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL--Gantung diri kembali terjadi. Kali ini dilakukan Partorejo, seorang warga Dusun Karanglor, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Senin (9/7/2018). Lagi-lagi, penyakit yang tak kunjung sembuh jadi pemicu warga itu nekat gantung diri.
Kasus tersebut menambah panjang rekam data gantung diri di Bumi Handayani. Menurut data Polres Gunungkidul tercatat kasus bunuh diri selama 2018 sebanyak 15 kasus.
Advertisement
Sementara saban tahun kasus bunuh diri di Gunungkidul berada di kisaran 30 kasus. Rinciannya adalah 31 kasus (2015), dan masing-masing 30 kasus di 2016 dan 2017.
Yayasan Inti Mata Jiwa (Imaji) menyoroti lemahnya ketahanan jiwa masyarakat Gunungkidul sehingga angka kasus bunuh diri masih terbilang tinggi. Sukarelawan Imaji, Wage Dhaksinarga mengungkapkan 80 persen laporan yang diterima pihaknya mencatat kasus bunuh diri di Gunungkidul diakibatkan depresi. Hal ini menunjukkan masyarakat masih perlu meningkatkan ketahanan jiwanya.
Wage mengatakan lemahnya ketahanan jiwa di masa kini tidak hanya menimpa warga Gunungkidul, tapi juga hampir seluruh Indonesia.
Dia menjelaskan permasalahan yang dialami masyarakat masa kini mengakibatkan rentannya ketahanan jiwa. Sejumlah permasalahan meliputi depresi akibat sakit tak kunjung sembuh, perekonomian yang bersangkutan termasuk lemah, serta kemungkinan konflik batin dan permasalahan internal keluarga."Ketahanan jiwanya ini yang perlu ditingkatkan. Banyak orang tidak bisa mengolah emosi dengan baik," katanya.
Ketua Imaji Joko Yanu Widiasta berharap semua pihak mau untuk bergerak menanggulangi permasalahan ini. Khusus untuk Gunungkidul, dia mengatakan pemkab dan semua pihak harus mau memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan memahami peristiwa bunuh diri ini sebagai isu permasalahan kesehatan jiwa.
Semua pihak menurut dia harus mampu mengambil cara pandang atau kebijakan secara organisasi. Dia mengharapkan adanya peningkatkan jangkauan dan kapasitas layanan kesehatan jiwa sampai dengan tingkat UPTD Puskesmas, RS/Klinik/BP Swasta di seluruh wilayah Kabupaten Gunungkidul.
Joko menjelaskan upaya ini bisa dilakukan dengan cara Lihat (peduli situasi lingkungan terdekat), Dengar (peduli mendengarkan dan berempati terhadap masalah yang dihadapi), dan Sambungkan (menyambungkan kepada unit layanan kesehatan terdekat, layanan sosial/keagamaan terdekat, dan layanan bantuan kemanusiaan lainnya yang ada).
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawati mengatakan kasus bunuh diri bukan masalah kesehatan semata. Banyak faktor yg menjadi penyebabnya. "Penanganannya harus terintegrasi ke semua sektor," ucap dia.
Dewi menambahkan warga yang depresi dan berpotensi bunuh diri sudah ada aturan di bidang kesehatan, salah satunya program Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM).
Program RBM, kata dia secara teknis menyiapkan masyarakat dalam menerima dan mengelola warganya yang depresi dan berpotensi menjurus ke perbuatan nekat. Terparah hingga percobaan bunuh diri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Gunung Ibu Halmahera Erupsi, Lontarkan Abu Ketinggian 2 Kilometer
Advertisement
Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk
Advertisement
Berita Populer
- Ini Tantangan Mendesak UMKM Jogja untuk Naik Kelas
- KPU Jogja Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pilkada 2024, Hadiah Rp18 Juta
- Jadwal Donor dan Stok Darah di Jogja, Selasa 7 Mei 2024
- Alasan Manajemen PSIM Percayakan Seto Sebagai Pelatih Kepala Laskar Mataram
- Dua Pekerja Bangunan di Jogja Tertimpa Cor Beton, Satu Tewas
Advertisement
Advertisement