Advertisement
Kasus Perjokian, Pengguna Jasa Tak Bisa Dipenjara
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN--Pakar hukum pidana menyatakan calon mahasiswa pengguna jasa perjokian tidak bisa dijerat hukum. Sehingga blacklist menjadi salah satu hukuman sosial yang berat.
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Mudzakir menjelaskan pengguna jasa perjokian masuk dalam perbuatan curang sehingga lebih erat kaitannya dengan etik daripada ke arah hukum pidana.
Advertisement
Menurut dia, hukuman etik justru lebih berat daripada pidana karena harus menanggung tekanan sosial. Bentuknya bisa berupa blacklist seperti yang disampaikan Kopertis Wilayah V DIY
"Kalau sudah diblacklist kan malah selesai dia, enggak bisa kuliah di mana-mana. Kecuali kalau pelaku joki itu yang tertangkap bisa masuk ke ranah pemalsuan dokumen," terangnya, Rabu (1/8/2018).
Ia mengatakan pengguna jasa perjokian masuk dalam kategori pelanggaran akademik sehingga sanksinya juga dalam bentuk akademik. Jika diblacklis di seputar wilayah Kopertis itu sah-sah saja. Bahkan blacklist di seluruh kampus di Indonesia pun bisa tetapi nanti bisa bertentangan dengan hak-hak memperoleh pendidikan.
"Hukumannya juga harus bersifat mendidik, andai harus diproses sanksi ya misalnya dengan waktu tiga tahun tidak boleh mendaftar. Kalau sanksinya tidak boleh kuliah di semua kampus nanti malah jadinya nggak baik, karena tindakan dilakukan di kopertis wilayah V mungkin sanksinya wilahah V saja," ucap dia.
Pelaku perjokian menurutnya bisa dipidanakan karena mereka mencari keuntungan dari perbuatan curang. Meski uang belum diserahkan sampai menunggu peserta diterima sebagai mahasiswa sekalipun tetap bisa dipidanakan karena sudah ada akad pengambilan keuntungan. Berbeda dengan calon mahasiswa atau pengguna jasa joki, dia tujuannya untuk mencari lembaga pendidikan.
"Kalau pelaku perjokiannya ini mahasiswa harusnya bisa dipecat dari kampusnya ini dia," katanya.
Rektor UAD Kasiyarno menilai pentingnya penanganan hukum pada kasus perjokian. Padahal kasus tersebut cukup meresahkan dan dapat menurunkan kewibawaan pendidikan tinggi karena ada kesan masuk pada jurusan tertentu bisa didapatkan melalui praktik curang.
Menurutnya, praktik yang berlangsung sejak lama itu belum sepenuhnya mendapat respons dari pemerintah dengan memberikan payung hukum yang tegas terhadap pelakunya. Ia berharap pemerintah memperhatikan persoalan ini sehingga pelaku perjokian tidak dengan bebas melenggang setelah melakukan aksinya.
"Karena kami sudah membuktikan saat ujian Fakultas Kedokteran gelombang pertama menangkap dua orang kami bawa ke polisi lalu dilepas dengan alasan tidak ada kerugian dalam proses tersebut," katanya.
Ia mengatakan dua kasus perjokian yang terjadi di UAD menjadi pelajaran penting untuk memperketat sistem penerimaan mahasiswa baru sehingga mampu menyaring mahasiswa berkualitas sesuai kemampuannya. Pihaknya sengaja menginformasikan kasus itu ke publik agar perguruan tinggi lain juga meningkatkan kewaspadaan akan kasus serupa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Gempa Bumi Magnitudo 5,0 Landa Pacitan, BMKG Jelaskan Penyebabnya
Advertisement
Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk
Advertisement
Berita Populer
- Viral Pesepakbola Radja Nainggolan Naik Becak Keliling Kota Jogja
- 10 Kelurahan di Jogja Jadi Sasaran Skrining TBC
- Konsultasi Jalur Perseorangan Pilkada 2024, Satu Orang Mendatangi KPU Kota Jogja
- Cegah Demam Berdarah, Dinkes Jogja Minta Warga Ganti Bak Mandi dengan Ember
- Calon PPK Kota Jogja untuk Pilkada 2024 Dijadwalkan Tes CAT Besok
Advertisement
Advertisement