Advertisement
Kerusuhan Suporter, Kerumuman Meniadakan Nilai & Norma
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Kekerasan antarsuporter klub sepak bola terus terjadi karena mereka berada dalam mode kerumuman, di mana nilai dan norma sosial yang biasa berlaku tak lagi dianggap sebagai sesuatu yang patut diindahkan. Penyebab lain karena suporter adalah aset yang terus dikapitalisasi oleh klub.
"Kerumunan itu kan orang bertemu dan berkumpul. Di sana nilai dan norma yang biasa berlaku tidak berlaku karena norma dan nilai sudah tidak bisa mengendalikan kerumunan, memang jadi seperti bebas sebebasnya," ujar sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Sunyoto Usman saat ditanya mengenai penyebab kekerasan di sepak bola yang terus langgeng, Kamis (27/9/2018).
Kekerasan antarsuporter klub sepak bola di Indonesia terus terjadi. Korban terbaru adalah suporter Persija, Haringga Sirila yang kehilangan nyawa seusai dikeroyok pendukung Persib sebelum pertandingan antarkedua tim berlangsung.
Penyebab kedua kenapa kekerasan terus terjadi, kata Sunyoto, adalah fanatisme terhadap perserikatan (klub). Perserikatan ini kemudian berkembang menjadi bisnis. Pendukung dan penonton adalah bagian dari aset yang dikapitalisasi untuk kepentingan bisnis.
"Untuk membiayai proses pertandingan kalau tidak didukung pendukung, bisa tekor. Inilah yang harus dijaga, boleh mendorong dukungan yang kuat, tetapi tidak boleh anarkis. Ya berat [kalau pengelolaan suporter diserahkan ke klub] karena klub mengelola pemain. Harusnya ada yang mengelola sendiri. Harus ada model pengelolaan [suporter], mari kita cari bersama sama," jelasnya.
Sunyoto mengatakan para pelaku kekerasan dan pembunuhan di dunia sepak bola harus diberikan hukuman setimpal agar ada efek jera. Para suporter juga harus diedukasi mengenai nilai-nilai sportivitas. Selain itu, para alumni yang sudah pensiun harus dihadirkan untuk memberikan pencerahan kepada suporter yang masih aktif agar mengerti kenapa kekerasan dan pembunuhan di olahraga sepak bola itu harus dihentikan.
Pengamat pendidikan Profesor Buchory mengatakan olahraga bukan lagi hanya dimaknai sebagai olah tubuh sehingga melahirkan fanatisme buta sehingga orang yang berasal dari pendukung klub berbeda dianggap musuh, dan oleh karena itu sah-sah saja untuk ditiadakan. "Pemainnya saja akur. Kenapa suporternya fanatik. Ini harus diperhatikan. Fanatisme kelompok harus dihilangkan."
Kepala Bidang Perencanaan dan Standardisasi Pendidikan Disdikpora DIY Didik Wardaya mengatakan pihak yang paling tepat untuk membina siswa agar tak lagi jadi pendukung fanatik dan kebablasan klub bola adalah sekolah. Disdikpora DIY telah meminta sekolah agar memberi perhatian atau larangan kepada siswa saat ada pertandingan sepak bola.
"Kalau ada pertandingan, sekolah memberi perhatian atau sehari sebelumnya memberi warning jadi mengedukasi. Pendidikan itu kan membangun pembiasaan. Pas ada pertandingan di jam sekolah, ya tetap sekolah. Namun mengadvokasi harus dengan cara menarik supaya mereka tertarik," ujar Didik.
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Jadwal Samsat Keliling Wonogiri 6-12 Mei, Senin di Pracimantoro dan Jatiroto
- Prakiraan Cuaca Sukoharjo Hari Ini Senin 6 Mei 2024, Waspadai Suhu Tinggi!
- 33 Petahana Lolos Lagi ke DPRD Klaten, Caleg Gerindra Raih Suara Terbanyak
- Berawan Hampir Sepanjang Hari di Boyolali, Cek Prakiraan Cuaca Senin 6 Mei
Berita Pilihan
Advertisement
Hari Kedua Perundingan Gencatan Senjata, Perang Israel-Hamas Masih Buntu
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Biar Nggak Kepanasan Naik Trans Jogja Saja, Cek Rutenya di Sini
- Top 7 News Harian Jogja Online, Minggu 5 Mei 2024, Pelanggan Sampah TPS3R Meningkat hingga Lowongan CPNS 2024
- Start dari PLN Wates, Kosmik Jogja Touring Motor Listrik Ke Pangandaran
- Gelar Workshop, ANPS Bahas Pentingnya AI Dalam Dunia Pendidikan
- DPRD Kota Jogja Dorong Pemkot Rampungkan TPS 3R Sesuai Target
Advertisement
Advertisement