Advertisement
Indonesia Darurat Matematika, Guru Harus Berinovasi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Inovasi guru dalam mengajar menjadi faktor utama para pelajar menyukai mata pelajaran matematika. Sekalipun ilmu hitung, guru harus tetap menyampaikan materi dengan lebih kontekstual.
Hal tersebut perlu menjadi perhatian serius para tenaga pendidik di Indonesia mengingat hasil penelitian program Research on Improvement of System' Educational (RISE) mengatakan kemampuan siswa di Indonesia dalam memecahkan soal matematika sederhana tidak berbeda signifikan antara siswa yang masuk SD dan yang sudah tamat SMA.
Guru Besar Matematika UGM Widodo mengakui di beberapa kota terutama di daerah pinggiran, kemampuan siswa dalam memahami matematika masih kurang. Kondisi tersebut disebabkan banyak guru di tingkat SD yang menyampaikan matematika sebagai ilmu hafalan. Tidak jarang para siswa secara langsung dihadapkan dengan angka, rumus, dan lambang.
"Harusnya soal matematika itu dikontekskan. Misalnya dua tambah dua ya dikontekskan dengan dua kelinci misalnya. Sehingga anak itu mengerti mana angka dua dan mana bilangan dua,," katanya, Rabu (14/11/2018).
Ia tidak menampik jika kemudian ilmu hitung ini banyak ditakuti siswa. Menurutnya, hal itu terjadi karena tiga hal yaitu dari segi buku, guru, dan siswanya sendiri. Dari sisi buku, Widodo mengatakan banyak buku pelajaran Matematika yang langsung mengenalkan lambang dan rumus-rumus. Seharusnya materi tersebut dapat digambarkan dengan kondisi real kehidupan siswa sehari-hari sehingga siswa mudah memahami. Dibawa dalam konteks gambar maupun sebuah narasi.
Advertisement
Dari sisi pengajar, para guru yang mengajar hanya sebagai rutinitas semata. "Guru harus melihat zaman, teknologi, dan muridnya juga. Perlu belajar dari berbagai macam buku," katanya.
Sementara dari siswanya sendiri, masih ada anggapan matematika menakutkan yang berkembang di kalangan pelajar dan membuat siswa terjebak dalam rasa ketakutan serta susah untuk mempelajari matematika lebih dalam.
"Sebetulnya anggapan kalau matematika itu sulit itu keliru. Harusnya budaya ini dihapus agar bisa belajar matematika lebih menyenangkan yang ditunjang dengan buku yang lebih konteks dan guru yang berinovasi," kata Widodo.
Guru Besar yang pernah memimpin Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Matematika ini meyakini jika seseorang lemah dalam belajar matematika saat SD, maka saat beranjak SMP dan level pendidikan di atasnya tetap akan merasa sulit. Untuk itu perombakan sistem belajar matematika di kelas SD harus mulai diubah.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah menerapkan higher order thinking skills atau HOTS untuk mengantisipasi Indonesia dari darurat matematika.
"Kita kan sebetulnya sudah mengantisipasi dan mendeteksi gejala itu. [Oleh] karena itu, tahun ini kita sudah berlakukan ujian nasional dengan standar HOTS untuk merespons ketertinggalan siswa-siswa kita di dalam [mata pelajaran] Matematika," ucap Muhadjir, Selasa (13/11/2018).
Muhadjir menyampaikan HOTS tidak hanya diperuntukkan untuk mata pelajaran Matematika melainkan juga untuk mengasah kecerdasan anak didik dalam penguatan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Bahasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
LPS Gandeng DepositoBPR by Komunal Gelar Edukasi Finansial Untuk Karyawannya
Advertisement
Jadwal Agenda Wisata Jogja Sepanjang Bulan Mei 2024, Ada Pameran Buku Hingga Event Lari
Advertisement
Berita Populer
- Top 7 News Harian Jogja Online, Jumat 3 Mei 2024, Update Tol Jogja YIA Hingga Daftar Bank Bangkrut
- Aldika Rasakan Langsung Berbagai Manfaat Program JKN
- Info Stok Hari Ini dan Jadwal Donor Darah di DIY Besok 4 Mei 2024
- Unik! Nangka Muda Masuk 5 Besar Penyumbang Inflasi Tertinggi di Kota Jogja
- President IMA: Para Pemasar Harus Berlari Kencang untuk Memenangkan Persaingan
Advertisement
Advertisement