Advertisement
Ini Penyebab Pembukaan Cupu Panjala Kali Ini Berbeda dari Tahun-Tahun Sebelumnya
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Ada yang berbeda dari digelarnya tradisi pembukaan cupu panjala kembali di Dusun Mendak, Girisekar, Panggang, Senin (5/10/2020) malam. Adanya pandemi corona membuat pembukaan harus benar-benar memperhatikan protokol kesehatan.
Sebagai contoh pada saat pelaksanaan tradisi makan sepiring berdua tetap dilaksanakan. Namun tata caranya diubah, biasanya seporsi nasi kenduri dimakan berdua. Namun kali ini, nasi itu dibagi diletakan di dua buah piring untuk kemudian dimakan pengunjung yang datang.
Advertisement
Baca juga: Cupu Panjala Dibuka, Ini Rincian 38 Tanda yang Muncul
Lurah Girisekar, Sutarpan mengatakan, pembukaan cupu berbeda dengan pelaksanaan di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini tak lepas adanya pandemic corona yang sedang mewabah sehingga pelasksanaan harus menyesuaikan protokol kesehatan. “Tetap jaga jarak, memakai masker dan lain sebagainya. Total yang hadir hanya 30 orang sudah termasuk media,” kata Sutarpan, kemarin.
Menurut dia, pembukaan cupu sudah berlangsung secara turun temurun. Meski demikian, untuk tahun ini ada sedikit perbedaan, khususnya saat tradisi makan sepiring berdua untuk mengawali pembukaan. Berhubung ada corona, kata Sutarpan, tradisinya diubah untuk menjaga jarak sehingga pengunjung makan menggunakan piring sendiri-sendiri.
“Kami siasati dengan membagi seporsi nasi kenduri dan diletakan di dua piring untuk kemudian diberikan ke pengunjung. Jadi, intinya tetap makan bersama karena di setiap piring hanya separuh sehingga kalau disatukan menjadi seporsi nasi kenduri,”ungkapnya.
Mantan anggota DPRD Gunungkidul ini menturukan, pembukaan cupu juga lebih cepat karena proses sudah selesai pada Selasa dini hari pukul 00.30 WIB. “Biasanya bisa sampai jam 03.00 WIB, bahkan ada yang sampai Shubuh, tapi untuk pembukaan kali ini bisa lebih lancar dan selesai lebih awal,” katanya.
Baca juga: 12 Kelompok Seniman Unjuk Gigi dalam Festival Gejog Lesung 2020 di Kulonprogo
Pemilik rumah rumah Dwidjo Sumarto mengatakan, tradisi ini tetap dijalankan. Biasanya ada ribuan orang yang datang tetapi tahun ini karena ada pandemi corona pengunjung dibatasi dan wajib mematuhi protokol kesehatan. “Saya mematuhi imbauan dari pemerintah, jadi tidak banyak yang diperbolehkan masuk,” katanya.
Dia menjelaskan, awalnya tradisi ini merupakan 'prakiraan' musim tanam, namun saat ini banyak yang menghubungkan kesituasi politik dan sebagainya. Menurut dia, penfasiran dari gambar diserahkan sepenuhnya ke masing-masing individu. “Kami hanya mengumumkan berdasarkan pengamatan di kain penutup cupu dan tidak akan mengartikan apa makna gambaran tersebut. Biarlah masyarakat yang menganalisa sendiri-sendiri,” katanya.
Dwijo menceritakan tradisi Cupu Kyai Panjala berada di kediamannya sekarang ini sejak 1957. Awalnya berada di daerah Temu Ireng, Girisuko, dan Panggang sesuai masa keturunan yang merawatnya. Sebelumnya, berada di sebuah rumah di depan Balai Desa Girisekar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Menko Airlangga Isi Kuliah Tamu di LSE: Indonesia On-Track Capai Visi Indonesia Emas 2045
Advertisement
Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Unjuk Rasa di Tugu Jogja, Ini Tuntutan Serikat Buruh pada Momen May Day
- Hari Buruh, Korban Apartemen Malioboro City Demo Perjuangkan Hak Kepemilikan
- Pemkot Jogja Masih Menunda Pembangunan TPS 3R di Piyungan, Ini Alasannya
- Peringati May Day, Pemkot Jogja Dorong Pekerja Tingkatkan Hard Skill dan Soft Skill
- Optimalkan Pelayanan dengan Penampilan Rapi dan Menarik, Hotel Harper Malioboro Yogyakarta Menggelar Beauty & Handsome Class
Advertisement
Advertisement