Advertisement

Dulu Berburu, Pria Ini Kini Jadi Penyelamat Satwa

Lajeng Padmaratri
Kamis, 07 April 2022 - 21:27 WIB
Arief Junianto
Dulu Berburu, Pria Ini Kini Jadi Penyelamat Satwa Suroso memberi makan salah satu satwa yang ia rawat. - Harian Jogja/Lajeng Padmaratri

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL--Sempat menjadi pemburu satwa, Suroso, kini memilih berhenti. Sekarang, dia justru menjadi kader konservasi penyelamat satwa di Gunungkidul.

Pria yang tinggal di Karangrejek, Wonosari, Gunungkidul itu kini memiliki sejumlah satwa di kediamannya. Bukan untuk diternak atau diperjualbelikan, tetapi satwa itu dirawat sebelum dikembalikan ke habitat aslinya, seperti hutan atau sungai.

Advertisement

Mulai dari ular sanca, ular welang, ular hijau, monyet, musang, tupai, garangan, landak, hingga berbagai jenis burung. Sebagian satwa itu ada yang ia temukan masuk pemukiman, dititipi dari warga yang menemukan, hingga dari warga yang menghibahkan satwa peliharaannya untuk dirilis.

BACA JUGA: Belum Kantongi Izin, Nasib 2 Event Nasional di Bantul Masih Abu-Abu

Selain untuk melestarikan satwa-satwa demi terciptanya keseimbangan ekosistem, pria berumur 53 tahun juga bertekad untuk mengedukasi dan membuka wawasan masyarakat tentang dunia satwa. Dengan begitu sebagian satwa tetap ia rawat untuk program edukasi ke masyarakat.

"Misal menemukan ular di pemukiman, jangan digebuk, jangan dibunuh. Dibiarkan saja, biar hidup berdampingan. Tetapi, kalau dirasa ularnya itu membahayakan, bisa panggil saya, nanti saya ambil untuk kemudian saya lepas kembali ke alam sebagai pengendali ekosistem," kata Suroso, Sabtu (2/4/2022).

Selain mengedukasi warga untuk tidak asal menyakiti dan membunuh hewan, dia juga mengedukasi orang-orang yang mengoleksi hewan-hewan yang dilindungi untuk bisa menyerahkan hewannya ke pihak berwenang, misalnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.

Di samping itu, Suroso juga mengedukasi masyarakat soal perburuan liar dan jual beli satwa yang dilindungi. Namun, menurutnya memberikan pendekatan ke pemburu, penembak, hingga pehobi masih menjadi tantangan hingga saat ini. Sebab, diakuinya, ia pun pernah menjadi penembak.

BACA JUGA: Toko Bercat Merah di Malioboro Diminta Ubah Cat Menjadi Putih

"Saya berhenti karena omongan ibu saya. Dulu waktu saya masih muda, beliau pernah bilang, Le, kowe ki ora krungu nangise kewan kui. Apa ora mesakake, mbok wis leren. [Nak, kamu enggak dengar hewan itu menangis. Apa enggak kasihan sama hewan yang ditembak, berhenti saja.] Belum sampai sebulan, saya kecelakaan. Saya trenyuh. Akhirnya saya berhenti untuk enggak nembak lagi," tuturnya.

Momen itu kemudian membuat Suroso muda lebih peduli hewan. Tak hanya berhenti menggunakan senapan untuk berburu, dia justru merawat hewan-hewan yang sakit maupun jadi korban pemburu.

Angkringan
Untuk mengedukasi masyarakat mengenai pelestarian satwa, Suroso punya banyak cara. Mulai dari angkringan, hingga program Satwa Masuk Sekolah (SMS).

Di depan rumahnya, Suroso membuka lapak angkringan yang melayani pelanggan mulai siang hingga malam hari. Namun, angkringan itu bukan angkringan biasa. Pasalnya, di samping gerobak angkringan, berjejeran akuarium dan kotak plastik berisi koleksi ular milik Suroso. Di beberapa sisi dindingnya juga tertempel poster-poster berisi ajakan untuk melestarikan lingkungan.

Suroso berharap adanya koleksi satwa yang dipajang di dekat angkringan bisa memancing obrolan pengunjung mengenai pelestarian satwa. Setidak-tidaknya, mereka bisa mengenali jenis-jenis satwa yang berbeda rupa.

"Respons pengunjung ya beragam. Ada yang melihat-lihat, ada yang ngeri takut. Tapi mereka yang takut itu justru saya ajak untuk melihat lebih dekat. Nggak perlu pegang, lihat aja dulu, supaya bisa mengenali," ujarnya.

Selain itu, dia juga punya kegiatan edukasi Satwa Masuk Sekolah. Beberapa waktu sekali, ia akan bekerjasama dengan sekolah untuk kegiatan edukasi satwa.

"Saya itu awalnya resah, banyak anak nggak tahu hewan ini jenis apa, bedanya apa sama hewan lain. Misal, anak nggak bisa bedain kerbau dengan sapi, celurut dengan tikus rumah. Akhirnya timbul gagasan saya untuk mengadakan edukasi kepada anak-anak dan masyarakat," kata dia.

BACA JUGA: Bidang Ilmu Sosial dan Manajemen UGM Tembus Peringkat 153 Terbaik Dunia

Dibantu rekan-rekan di komunitas konservasi Manahati, Suroso membawa kandang-kandang koleksi hewannya ke sekolah. Di sana, ia akan mengajak siswa berkenalan dengan satwa yang dibawanya.

Mulai dari jenjang PAUD hingga SMA pernah ia sambangi sebagai sasaran edukasi. "Kalau bulan puasa begini, banyak permintaan dari TPA. Tapi, kalau terlalu sering jadwalnya, saya kasihan sama hewan. Seminggu sekali saja, biar hewan enggak stres," urainya.

Kegiatannya dalam edukasi dan pelestarian satwa ini pun didukung oleh BKSDA Yogyakarta. Kini dia didapuk sebagai kader konservasi penyelamat satwa dari balai tersebut.

Tahun lalu, Suroso bahkan memperoleh apresiasi dari Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK atas kiprahnya melakukan konservasi dan penyelamatan satwa.

Meski banyak tantangan dalam upaya pelestarian dan penyelamatan satwa, namun Suroso terus bergerak. Dia berharap semakin banyak orang bisa memperlakukan satwa dengan penuh kasih sayang.

"Saya sayang hewan, karena bagi saya hewan itu juga makhluk Allah yang perlu dipedulikan dan diberi kasih sayang. Kalau interaksinya dari hati ke hati, hewan akan tahu, meskipun sebuas apa, kalau kita tahu karakternya, bisa diperlakukan dengan baik," kata Suroso.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Darurat, Kasus Demam Berdarah di Amerika Tembus 5,2 Juta, 1.800 Orang Meninggal

News
| Jum'at, 19 April 2024, 20:27 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement