Advertisement
Psikolog: Suporter Bola Tak Berani Anarkis Kalau Lagi Sendirian
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA-Suporter bola cenderung berani melakukan tindakan anarkis saat berada dalam gerombolannya. Namun saat sendirian, mereka akan cenderung takut.
Hal tersebut disampaikan seorang psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) bernama Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph.D., untuk menanggapi peristiwa bentrok suporter bola di Jogja pada Senin, 25 Juli 2022 yang lalu.
Advertisement
Saat itu sempat terjadi kerusuhan di Kawasan Tugu Jogja dan Gejayan hingga viral di media sosial. Kericuhan tersebut terjadi sebelum pertandingan Persis Solo vs Dewa United di Stadion Moch Soebroto, Magelang saat suporter Persis Solo melewati Jogja menuju Magelang.
Koentjoro mengatakan tindakan anarkis maupun vandalisme yang dilakukan oleh suporter sepak bola terjadi karena dipengaruhi oleh jiwa massa. “Anarkisme yang terjadi pada suporter bola ini karena jiwa massa,” jelasnya dalam rilis yang diterima Harianjogja.com, belum lama ini.
Menurutnya seseorang atau individu akan bersikap berbeda saat berada di tengah massa atau gerombolan. Ketika berada di tengah massa akan mendorong munculnya perilaku atau tindakan yang tidak akan dilakukan saat sedang sendiri.
“Jiwa massa ini timbul ketika berada diantara massa dan memunculkan perilaku aneh yang saat dia sendirian tidak akan berani melakukan hal-hal itu. Apalagi ditambah dengan mengenakan pakaian atau atribut yang kemudian menggambarkan itu adalah satu bagian,” jelasnya.
Baca juga: Suporter Bola Bikin Rusuh di Jogja, Sultan: Kenapa Kekerasan Selalu Terjadi?
Saat bersama dengan massa, terlebih ditambah dengan adanya atribut yang menggambarkan seseorang itu menjadi bagian dari kelompok massa tersebut dikatakan Koentjoro menjadikan seseorang berani melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan saat sendiri. Tak hanya pada suporter bola, hal itu juga terjadi pada kerumunan massa lainnya seperti kampanye maupun demonstrasi.
“Misalnya saja di tengah demo atau kampanye ada pemimpin yang meneriakkan kata-kata dan melakukan gerakan tertentu secara tidak sengaja atau tak disadari akan tertular. Orang seringkali kehilangan kesadaran saat sudah berkumpul karena terhipnotis lingkungan,” paparnya.
Pengendalian Massa
Guna mencegah kericuhan massa, Koentjoro menyebutkan pentingnya upaya pengendalian massa. Pengengendalian massa bisa dilakukan memecah massa dalam kelompok-kelompok lebih kecil agar jiwa massa tidak terlalu solid. “Penting memecah massa agar massa tidak terkonsentrasi menjadi satu,”
Ia mengatakan aparat keamanan dapat membuat pengaturan waktu kepulangan suporter dalam beberapa kloter. Selain mengatur rute untuk memecah kerumunan.
“Kalau jiwa sudah dikendalikan massa itu kan susah apalagi kalau ada penyusup dengan tujuan tertentu seperti adu domba atau pun buat konten biar viral. Ini kan mengerikan jadi untuk mencegah kericuhan perlu memecah konsetrasi massa baik lewat pengaturan waktu ataupun rute,” pungkasnya.
Senada, Gubernur DIY Sri Sultan HB X menjelaskan semua pihak harus memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri dan menunjukkan bahwa masyarakat memiliki peradaban yang baik. Kelompok suporter sepak bola harus lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Ia berharap bentrok fisik suporter tidak perlu terjadi lagi.
“Harapan saya hal seperti itu tidak harus terjadi, kalau tidak merasa nyaman ya enggak usah punya komentar di medsos,” kata Sultan, Selasa (26/7/2022).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
World Water Forum 2024, Presiden WWC: Saatnya Jadi Pendekar Air
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Tes Tulis Calon Panwascam Pilkada Jogja, Bawaslu: 29 Orang Lolos
- Viral Anak Stres karena Ponsel Dijual Orang Tua, Dosen Psikologi Unisa: Jangan Dulu Disebut Depresi
- Pilkada Jogja, Ini Dia Nama-Nama yang Sudah Dijaring Partai Politik
- Pilkada Bantul, Pencalonan Masih Cair, Ini Sederet Nama yang Mencuat
- Generasi Muda DIY Harus Dibekali Pendidikan Karakter yang Mumpuni
Advertisement
Advertisement