Advertisement

Wamenkumham Sebut Hanya 0,01% Kasus Kekerasan Perempuan yang Tuntas

Sunartono
Jum'at, 09 September 2022 - 21:47 WIB
Budi Cahyana
Wamenkumham Sebut Hanya 0,01% Kasus Kekerasan Perempuan yang Tuntas Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej (kedua dari kanan) saat me-launching Gerakan Nasional Paralegal Aisyiyah di Jogja, Jumat (9/9/2022). - Harian Jogja/Sunartono.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyebut kasus kekerasan berbasis gender sebagian besar tidak terselesaikan. Hanya sekitar 0,01% saja yang tuntas dari ratusan ribu laporan.

Keberadaan paralegal atau seseorang yang memiliki keterampilan bidang hukum diharapkan turut membantu memberikan pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan. Pria yang juga guru besar hukum pidana UGM ini menjelaskan dari total 300.000 laporan kekerasan berbasis gender di Indonesia, yang bisa diproses atau terselesaikan kasusnya hanya 150 hingga 300 kasus.

Advertisement

“Hanya 0,01 persen,” katanya dalam launching Gerakan Nasional Paralegal Aisyiyah di Kampus UAD Jogja, Jumat (9/9/2022).

Omar mengatakan penyebab sebagian besar kasus kekerasan terhadap perempuan tidak terselesaikan antara lain karena instrumen hukum yang tidak tepat. Terutama pembuktian yang membutuhkan syarat lebih susah. Oleh karena itu, UU No.12/2022 tentang Penghapusan Kekerasan Seksual bisa mempermudah pembuktian terhadap kasus kekerasan seksual. Selain itu, UU PKS lebih menitikberatkan pada pemulihan korban selain tindakan represif terhadap pelaku tetapi juga ada pencegahan.

“Masih banyak kasus belum selesai berarti ada yang salah dengan aturan hukum. Peran pendamping seperti paralegal sangat krusial,” ujarnya.

Ia menambahkan ketika ada laporan kekerasan seksual, seketika korban berhak mendapatkan pendampingan. Jika dahulu paralegal harus dari akademisi atau mempunyai latar bekalang sarjana hukum, dengan UU PKS ini pendamping bisa berasal dari paralegal.

Siapa pun bisa menjadi paralegal asalkan diberi pelatihan dasar tentang masalah hukum yang mereka hadapi ketika melakukan pendampingan korban. Paralegal harus memahami hukum karena bekerja dengan hukum formal. Karena paralegal bersifat membantu korban baik perempuan dan anak maka harus bisa menjadi mediator yang baik. Paralegal akan memberikan konsultasi kepada korban.

“Kami apresiasi PP Aisyiyah yang berusaha memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat dengan kegiatan paralegal sekaligus memberikan pendampingan kepada perempuan dan anak yang menghadapi proses hukum sebagai korban kelerasan,” katanya.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) 'Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini menyatakan gerakan paralegal ini digulirkan oleh seluruh perempuan Aisyiyah di seluruh penjuru tanah air. Dengan harapannya mampu memberikan solusi dan penanganan konkret terhadap persoalan yang dihadapi perempuan. Sebelum gerakan ini diluncurkan, Aisyiyah sebenarnya sudah memiliki program pos bantuan hukum yang di antaranya menyasar kalangan perempuan.

“Karena ini sifatnya gerakan maka kami upayakan harus adaptif dan memberikan solusi terhadap korban. Kami akan mengupayakan kehadiran kami di setiap adanya korban dari kalangan perempuan. Mereka akan kami dampingi lewat paralegal ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Aniaya Wartawan, Danlanal Ternate Copot Komandan Pos Lanal Hasel

News
| Jum'at, 29 Maret 2024, 13:27 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement