Advertisement

Penipuan Bermodus Tunggakan Tagihan Telepon, Seorang Dosen di Jogja Kehilangan Rp710 Juta

Lugas Subarkah
Rabu, 29 Maret 2023 - 18:37 WIB
Bhekti Suryani
Penipuan Bermodus Tunggakan Tagihan Telepon, Seorang Dosen di Jogja Kehilangan Rp710 Juta Keenam tersangka penipuan bermodus tunggakan telepon di Polda DIY, Rabu (29/3/2023) - Harian Jogja/Lugas Subarkah

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Polda DIY menangkap enam orang termasuk dua di antaranya warga negara asing (WNA) dari Taiwan. Mereka merupakan tersangka kasus penipuan dengan modus menelepon korban dan menyebutkan jika tagihan telepon korban menunggak.

Direskrimsus Polda DIY, Kombes Pol Idham Mahdi, menjelaskan kejadian ini dialami I, seorang dosen yang beralamat di Tegalrejo, Kota Jogja. pada 22 Februari lalu pada pukul 07.53 WIB, korban mendapat panggilan telepon di rumahnya dari orang tak dikenal.

Advertisement

Saat diangkat, pesan suara mesin mengarahkan korban untuk menekan tombol 1. Setelah itu, korban disambut oleh seorang wanita yang mengaku sebagai customer service penyedia layanan telepon. “CS tersebut mengatakan korban memiliki tagihan telepon rumah sebesar Rp2.356.000,” ujarnya, Rabu (29/3/2023).

Tagihan tersebut ditujukan kepada korban, namun nomor telepon yang disebut menunggak bukan nomor telepon rumah korban. CS tersbut mengatakan jika nomor yang disebutkan didaftarkan atas nama korban, namun dengan alamat di Denpasar, Bali. “Lalu CS berpura-pura membantu korban dengan menghubungkan korban dengan penyidik di Polda Bali,” katanya.

Selanjutnya percakapan langsung beralih dari CS ke suara laki-laki yang mengaku dari Polda Bali bernama Iptu B. Korban kemudian diminta untuk membuat laporan polisi atas kasus penggunaan identitas korban untuk nomor telepon rumah yang menunggak pembayaran di Denpasar, Bali tersebut.

Setelah membuat laporan, orang yang mengaku dari Polda Bali memberi tahu korban jika rekening yang digunakan untuk membayar tagihan telepon rumah palsu tersebut dipakai untuk tindak pidana pencucian uang atas nama Agustina.

Polisi gadungan itu lalu meminta nomor WhatsApp korban. Setelah nomor WA diberikan, tak berselang lama Iptu B kembali menelepon korban melalui video call Whatsapp dan mengatakan jika pembicaraan mereka merupakan proses penyelidikan. “Korban diinterogasi atas kerterkaitannya dengan rekening [yang disebut terkait pencucian uang] tersebut,” ungkapnya.

Ketika korban merasa tidak nyaman dan mengatakan hendak berdiskusi dengan keluarganya, Iptu B menghalanginya dengan alasan sedang dalam proses penyelidikan. Iptu B bahkan mengancam korban jika memberitahukan hal ini kepada orang lain, berarti korban menghalangi penyelidikan dan bisa ditangkap.

Interogasi tersebut berakhir dengan dihubungkannya korban dengan orang yang mengaku petugas dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Petugas tersebut mengatakan karena korban terlibat dalam kasus pencucian uang, maka rekeningnya harus diaudit.

“Dua dari tiga rekening korban harus diaudit dengan cara saldo yang ada di rekening korban dialihkan ke rekening pengawasan, yang merupakan rekening tersangka. Korban pun mengirimkan Rp710 juta ke rekening yang disebutkan,” ujarnya.

BACA JUGA: Marak Begal Jogja Berkedok Leasing, Pengadilan: Penarikan Kendaraan Harus lewat Persidangan

Keenam tersangka dalam tindak kejahatan ini meliputi AW, laki-laki, asal Surabaya, yang berperan sebagai pemilik nomor rekening tampungan yang digunakan untuk perbuatan tindak pidana; NL, laki-laki, asal Surabaya, berperan sebagai pencari dan pembeli rekening tampungan.

Kemudian DT alias A, laki-laki, asal Kalimantan Barat, berperan sebagai pentransfer uang dan pencari rekening orang Indonesia; VN, asal Palembang, berperan sebagai pentransfer uang; ZQB (WNA), laki-laki, domisili Surabaya, bertugas untuk memberi perintah transfer kepada VN melalui grup telegram;

YSX (WNA), laki-laki, domisili Surabaya, berperan menjalankan tugas sebagai pengawas dan pendamping pekerjaan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan oleh DT alias A dan juga VN. Para pelaku disangkakan pasal 45A UU No. 19/2016 atas perubahan UU No. 11/ 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Ancaman penjara paling lama enam tahun.

Kasubdit Siber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Asep Suherman, mengatakan mengingat kasus ini melibatkan jaringan internasional, tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lainnya. “Dua tersangka WNA dikirim dari Taiwan ke Indonesia, ke Surabaya, dengan visa wisata,” katanya.

Polisi juga masih mendalami kemana saja aliran dana yang sudah ditransfer korban. “Yang jelas uang itu lari ke empat rekening, nah ini kita lihat perkembangan ke depan lagi. Karena akan berkembang pelaku yang lain kayaknya,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Pastikan Tidak Impor Bawang Merah Meski Harga Naik

News
| Kamis, 25 April 2024, 13:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement