Advertisement

Cerita Korban Mafia Tanah Kas Desa, Berharap Welas Asih Ngarso Dalem

Abdul Hamied Razak
Jum'at, 19 Mei 2023 - 10:37 WIB
Abdul Hamied Razak
Cerita Korban Mafia Tanah Kas Desa, Berharap Welas Asih Ngarso Dalem Para korban investasi mafia tanah kas desa saat beraudiensi dengan Komisi A DPRD Sleman, Selasa (16/5 - 2023)

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pemanfataan tanah kas desa (TKD) di kawasan Jogja Eco Wisata, Candibinangun, Pakem, menjadi lahan empuk bagi tersangka Robinson Saalino dkk untuk menjerat korban-korbannya. Dengan iming-iming investasi murah dan keuntungan selangit Robinson dkk mampu menarik banyak korban.

Jogja Eco Wisata yang dikelola oleh perusahaan milik Robinson ini berdiri di tanah kas desa seluas 22 hektare. Rencananya, 2 hektare akan dijadikan waterpark dan 20 hektare lainnya untuk fasilitas pendukung seperti pertokoan dan vila. Wahana ini berlokasi di jalan Balong-Degolan, Candibinangun, Pakem.

Advertisement

Berdasarkan master plan yang dibuat Robinson, Jogja Eco Wisata merupakan kawasan superblock pertama di Jogja. Di dalamnya Robinson akan membangun Beach Park, Resort, City Park dan pertokoan yang terintergasi dalam satu kawasan.

BACA JUGA: Mafia Tanah Kas Desa Digulung, JCW Minta Kejati DIY Telusuri Aliran Uang

Meski website perusahaan ini sudah ditutup, namun jejak digital aktivitas perusahaan masih banyak tersebar. Bahkan pada 47 minggu lalu, lokasi ini pernah dikunjungi oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sleman. Kunjungan dilakukan untuk meninjau progres pembangunan Jogja Eco Wisata yang digadang-gadang menjadi icon wisata baru di wilayah Sleman.

Kini, Robinson ditahan oleh Kejaksaan Tinggi DIY karena menyalahgunakan peruntukan penggunaan tanah kas desa. Namun kasus penahanan Robinson terkait penyalahgunaan TKD di Caturtunggal, Depok, Sleman. Meski begitu, banyak investor yang kebingungan dengan nasibnya. Salah satunya, AR, warga Muntilan, Jawa Tengah.

Ia bercerita bagaimana awal kasus ini terkuak. Saat itu, katanya, ada warga yang mengajukan kemitraan dengan salah satu toko modern berjejaring terbesar di Indonesia. Pengajuan toko waralaba untuk Jogja Eco Wisata ternyata diterima dengan syarat harus melampirkan izin pengelolaan tanah kas desa karena lahan berada di TKD Candibinangun.

"Karena berdiri di tanah kas desa, maka harus melampirkan izin dari Gubernur DIY. Nah dicarilah itu legalitasnya sampai dicek ke Dispertaru [dinas pertanahan dan tata ruang], ternyata nggak ada. Itu awal mula kasus ini terkuak," cerita AR usai beraudiensi dengan Komisi A DPRD Sleman, Selasa (16/5/2023).

Keluarga AR adalah salah satu dari ratusan orang yang tertipu investasi terserbut. Ia hanya memiliki satu unit hunian di kawasan Jogja Eco Wisata, hatinya masih ketar-ketir karena Robinson justru ditahan. "Awalnya tahun 2020, ada marketing menawarkan resort di sana. Untuk masa sewa 20 tahun dan bisa diperpanjang dua kali atau total 60 tahun," ceritanya.

BACA JUGA: Kasus Mafia Tanah Jogja, Kejati DIY Diminta Usut Perangkat Kalurahan

Karena statusnya TKD, ia menyadari lahan tersebut hanya bisa disewa dan tidak bisa dibeli. Penyewa hanya memiliki hak guna bangunan dengan status hak penyewa lahan dan bukan hak milik lahan. "Kami sadar itu. Tapi, untuk meyakinan resort tersebut legal, kami disodorkan surat perjanjian investasi (SPI) di hadapan notaris," katanya.

SPI tersebut, berisi 13 pasal yang ditandatangani oleh pihak investor (penyewa) dengan Robinson. Penandatanganan SPI dilakukan di hadapan Notaris SPN yang berlokasi di Godean, Sleman. SPI tersebut berisi sejumlah pasal salah satunya terkait klaim sudah mengantongi izin, hak dan kewajiban investor hingga ketentuan saat terjadi force major.

Dalam SPI tersebut, Robinson dkk mengklaim sudah mendapatkan izin pembangunan Jogja Eco Wisata. Mulai dari izin pemanfaatan TKD dari Gubernur pada Juli 2012 selama 20 tahun, izin lokasi pemanfaatan TKD dari Bupati Sleman. Bahkan Robinson juga mengklaim mendapatkan izin kapling pengembangan resort. Termasuk dari BPN Sleman dan IMB dari Pemkab Sleman.

Berdasarkan klaim-klaim itulah, Robinson bisa meyakinkan para investor termasuk AR. "Saat kami mau membaca klaim-klaim izin itu di hadapan notaris tidak diperbolehkan. Hanya diperlihatkan, tidak boleh difotocopy dan difoto. Ya sudah kami percaya saja," katanya.

BACA JUGA: 180 Korban Mafia Tanah Kas Desa Dirugikan Hingga Ratusan Miliar

Karena penandatanganan SPI dilakukan di hadapan notaris, AR [waktu itu] menganggap semua proyek itu legal. Toh di lapangan proses pembangunan juga berlangsung. Hingga pada akhir 2021, AR juga melakukan serah terima hunian dengan pihak Robinson dkk. "Jadi kalau hunian kami sekarang dianggap ilegal, kami sebenarnya juga korban," ujarnya.

Beragam Profesi

EK, warga Wonosobo, Jawa Tengah tak dapat menahan kegeramannya. Air matanya tumpah dihadapan Ketua Komisi A DPRD Sleman, Ani Martanti saat beraudiensi, Selasa (16/5/2023). Perempuan berjilbab ini juga salah satu korban bujuk rayu dari perusahaan Robinson dkk.

Sama halnya dengan AR, EK juga disodori berbagai klaim izin yang sudah dikantongi Robinson dkk. Insting bisnisnya berjalan karena EK seorang pedagang di Wonosobo. Ia langsung memesan 13 unit vila di Jogja Eco Wisata senilai total Rp2,4 miliar. Bayang-bayang keuntungan yang dijanjikan Robinson mulai sirna setelah EK mendengar kabar di berbagai media jika Jogja Eco Wisata bermasalah.

Kegundahannya meningkat mana kala Pemda DIY berencana membongkar unit-unit hunian bermasalah di tanah kas desa. Baginya, persoalan izin perusahaan Robinson bukan ranah dia sebagai investor. Namun pemberitaan media kalau bangunan dan hunian di atas tanah kas desa itu akan dirobohkan sangat menakutkan dirinya.

"Loh salah kami apa? Kami hanya menyewa tidak menguasai TKD, kami sangat sedih sekali. Setahu saya, SPI yang dilakukan dihadapan notaris itu pasti sudah legal. Sebab notaris itu wakil negara untuk melindungi kita. Sesederhana itu pemikiran saya," katanya.

Sejak kasus Robinson mencuat, EK merasa sebagai orang paling bodoh karena mengamini klaim-klaim soal legalitas yang dimiliki Jogja Eco Wisata. Namun setelah ia banyak berkomunikasi dengan korban-korban Robinson lainnya, EK baru menyadari akal sehatnya tidak sendiri.

"Toh yang juga jadi korban ada yang berprofesi dokter, profesor, pensiunan, orang kejaksaan ada, orang BPN juga ada. Orang pemerintahaan ada, bu (istri) jendral ada. Itu mereka (para korban) secara keilmuan tentu lebih dari saya yang hanya pedagang pasar," ujarnya saat itu.

BACA JUGA: Lurah Caturtunggal Ditahan dan Ditetapkan Tersangka Mafia Tanah Kas Desa

EK mengaku hanya datang sebagai investor dan tidak mengerti soal pasal-pasal yang dipersoalan oleh Pemda DIY. Jika investor dari luar daerah DIY saja tidak mendapatkan perlindungan oleh Pemda DIY, bagaimana dengan investor dari wilayah DIY? Tanya dia. Baginya, Jogja masih menjadi daya tarik bagi para investor seperti dirinya.

"Karena saya yakin di sini sudah terkondisikan. Sudah legal. Tapi kalau sama Pemda DIY kami dianggap ilegal, kami siap untuk mengurus legalitasnya. Kami mau urus izin ke Gubernur, IMB dan bayar retribusi, kami siap itu. Tolong lindungi juga hak-hak kami," ujarnya.

Pasal Maut SPI

Ketua Komisi A DPRD Sleman, Ani Martanti saat menerima audiensi para korban Robinson dkk hanya bisa prihatin dengan kasus tersebut. Ia menganjurkan agar persoalan tersebut juga disampaikan kepada DPRD DIY dan juga Sri Sultan HB X selaku Gubernur DIY. "Sebab kami tidak memiliki kewenangan karena masalah TKD ini menjadi kewenangan Pemda DIY," ujarnya, Selasa (16/5/2023)

Selain para korban diminta menyampaikan langsung kegelisahan mereka kepada Pemda DIY, Ani juga mendorong agar kasus ini juga ditempuh melalui jalur hukum baik perdata maupun pidana. Pasalnya, kata Ani, berdasarkan SPI yang ditandatangani di hadapan notaris ada niat jahat sejak awal yang dilakukan oleh Robinson dkk.

"Dalam pasal-pasal SPI ngeri sekali perjanjiannya. Coba baca pada pasal 10 terkait force major. Di situ disebutkan, Force Major itu suatu keadaan yang terjadi di luar kemampun manusia bla bla bla atau kebijakan pemerintah yang menghalangi pelaksanaan SPI ini. Ini jelas penipuan," tandasnya.

Pasal lainnya menyebutkan, kata Ani, masalah kerugian yang diakibatkan dalam SPI ini menjadi tanggungjawab masing-masing pihak. Dan klausul lainnya menyebutkan para investor tidak dibolehkan menggandeng organisasi masyarakat dan media dalam persoalan yang terjadi.

"Soal klaim sudah mengantongi izin pengelolaan TKD pada 2012, mungkin benar, tetapi mungkin peruntukannya tidak sesuai. Padahal kalau tidak sesuai peruntukannya sesuai SK Gubernur maka bisa diberi sanksi. SPI yang dihadapan notaris ini tidak masuk akal menurut saya," katanya.

Tuntut Keadilan

AR, EK dan seluruh korban investasi bodong tersebut hanya berharap rasa keadilan dari Pemda DIY. Klaim-klaim palsu yang dilancarkan RS dkk telah membuat mereka terjebak dalam jerat jahat mafia tanah kas desa. "Kasihan kami yang tidak tahu apa-apa. Kami hanya menyewa lahan TKD itu, bukan menyerobot atau apalah. Kami juga korban [dari mafia tanah kas desa]," katanya.

BACA JUGA: Perumahan Tanah Kas Desa di Maguwoharjo Disegel Aparat, Ini Tips Hindari Mafia Tanah di Jogja

Dia menyebut di Jogja Eco Wisata, hampir semua investor membayar unit dengan cash keras. Hanya beberapa saja yang mencicil. "Estimasinya sekitar 800 unit [dari 1000 unit] yang akan dibangun, ya sekitar 800 orang korbannya. Rata-rata satu unit ada yang Rp175 juta sampai Rp700 juta, tergantung tipenya," ujar AR.

Dari jumlah tersebut, AR mengestimasi nilai kerugian seluruh investor bisa mencapai lebih dari Rp160 miliar. Namun EK memiliki catatan nilai kerugian para investor sekitar Rp200 miliar. Pasalnya dari 1000 unit hunian yang akan dibangun, baru 30-40% yang sudah selesai. Sebagian sudah dihuni oleh investor sebagian lainnya disewakan ke yang membutuhkan.

Bentuk investasinya, kata AR, ada villa, ruko dan lainnya. Dalam satu klaster terdapat sekitar 30-40 unit. Bahkan, lanjut AR, ada unit-unit yang dijanjikan sebagai SHM [sertifikat hak milik] sekitar 100 unit. Beberapa korban sudah mengajukan gugatan perdata dan juga pidana terkait masalah tersebut.

"Agar kami dapat jawaban yang benar, kami akan beraudiensi dengan Ngarso Dalem [Sri Sultan], dengan DPRD DIY. Kami akan jelaskan semuanya [versi korban], harapan kami seperti apa," kata AR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Suplemen Diet Jepang Akibatkan 100 Orang Dirawat dan Lima Orang Meninggal

News
| Jum'at, 29 Maret 2024, 20:27 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement