Advertisement

Banyak Korban Terjebak Mafia Tanah Kas Desa, Ternyata Begini Strategi Pemasarannya

Stefani Yulindriani Ria S. R
Rabu, 24 Mei 2023 - 19:27 WIB
Arief Junianto
Banyak Korban Terjebak Mafia Tanah Kas Desa, Ternyata Begini Strategi Pemasarannya Tanah Kas Desa / Ilustrasi Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Berdasarkan laporan yang diterima Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Proklamasi (UP) 45, sejumlah korban yang membeli hunian di atas tanah kas desa tergiur dengan tawaran hak guna bangunan (HGB) atas hunian murah di lokasi strategis. Padahal nyatanya, korban mendapatkan hak pakai atau Surat Perjanjian Investasi (SPI).

Diketahui, LKBH UP 45 menerima 189 aduan dari pembeli hunian di atas tanah kas desa. Dari laporan tersebut diketahui ada 25 perumahan yang tersebar di DIY. 

Advertisement

Pelaksana Lapangan LKBH UP45, Ana Riana atau yang akrab disapa Rian menyampaikan dari laporan para korban, diketahui sejak 2019 ada sejumlah korban yang telah melunasi hunian tersebut, ada pula yang mulai mencicil.  

Menurut Rian, setelah korban melunasi hunian yang dibeli atau memberikan uang muka (DP), maka korban dijanjikan akan mendapatkan HGB.

Menurutnya, pengembang menawarkan untuk memberikan HGB selama 20 tahun, kemudian HGB tersebut dapat diperpanjang. Setelah diperpanjang hingga 3 kali, maka pembeli dijanjikan akan mendapatkan Hak Milik (HM) atas hunian yang dibelinya. 

“Staf marketing-nya menjanjikan HGB selama 20 tahun, nanti diperpanjang 20 tahun lagi, setelah tiga kali diperpanjang, nanti bisa jadi hak milik,” katanya, Rabu (24/5/2023)

BACA JUGA: Robinson, Mafia Tanah Kas Desa Mengajukan Pra Peradilan

Dia mencontohkan, salah satu korban ada yang telah memberikan uang muka Rp.5 juta, tetapi setelah pembayaran tersebut, pembeli mendapatkan hak pakai, bukan HGB. “Setelah itu korban engga jadi, korban minta uangnya dikembalikan. Ternyata tidak juga dikembalikan,” katanya, Rabu (24/5/2023). 

Ada pula salah satu pembeli dari luar DIY yang telah melakukan pelunasan hunian tersebut. Selama ini pembeli tersebut dikirimkan progres pengerjaan bangunan hunian tersebut melalui telepon. Suatu pembeli tersebut meninjau langsung ke lokasi, namun hunian yang selama ini difoto ternyata belum jadi juga. 

Dalam melancarkan aksinya, menurut Rian, pembeli selama ini tidak mengetahui bahwa hunian yang dibelinya berada di atas tanah kas desa.

Pengembang selama ini hanya menyampaikan perizinan hunian tersebut belum rampung. “Disampaikan izinnya dalam proses, tidak pernah menyebut ini tanah kas desa. Kalau tanah kas desa enggak ada yang mau,” katanya. 

Pembeli mulai menyadari adanya ketidaksesuaian janji yang ditawarkan pengembang setelah pembeli mendapatkan hak pakai atau SPI. Bahkan saat pembeli melakukan proses jual beli di hadapan notaris, pembeli tidak mencurigai adanya kejanggalan. 

“Pembeli datang ke ntoaris yang telah ditentukan pengembang. Mereka tidak mengecek HGB atau bukan. Karena yang disampaikan [oleh pengembang] HGB, dipikir sudah HGB. Kemudian [pembeli] tanda tangan. Karena sudah di depan notaris, dipikir tidak bermasalah. Setelah dicek ternyata bukan HGB. Taunya setelah ada persoalan baru dicek, sebelumnya tidak di cek,” ucapnya. 

BACA JUGA: Kasus Tanah Kas Desa, Berkas Robinson Diserahkan ke JPU,

Rian pun menyampaikan sejumlah pembeli yang berasal dari luar DIY pun tidak familiar dengan aturan status tanah kas desa. Mereka hanya menilai hunian yang dibelinya cenderung lebih murah dibandingkan hunian lainnya di lokasi sekitar.

“Pembeli yang luar Jogja enggak paham soal tanah kas desa. Kalau di lingkungan perkotaan ini harganya murah, misal Rp200 juta, Rp250 juta. Ini harga yang murah sekali lo di lingkungan perkotaan,” katanya. 

Menurutnya strategi marketing yang dilakukan pengembang pun dinilai cukup baik sehingga dapat membuat pembeli tergiur.  “Penawaran marketing-nya bagus, karena lokasi strategis, jadi banyak yang tertarik, dengan harga cenderung murah,” imbuhnya. 

Dari bukti transaksi pembelian hunian dari laporan yang diterimanya, menurut Rian seluruh korban membeli hunian yang dimiliki Robinson Saalino. “Sementara ini yang menjadi pemilik PT empat titik ini adalah Robinson. Misal dari bukti pembayaran atas nama Robinson,” katanya. 

Dia pun menyampaikan sebagian hunian yang telah dibeli pun telah ditempati oleh para pembeli dan sebagian lainnya saat ini disewakan. Salah satu hunian yang ada di Caturtunggal misalnya, saat ini ada sebagian hunian yang telah disewakan, sehingga penyewa pun masih menempati hunian tersebut.

“Ada rumah yang sudah jadi, ternyata sudah dikontrakkan, meski ditutup ada yang mengontrak di situ, otomatis mereka tetap menempati itu, karena sudah bayar,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Seorang Polisi Berkendara dalam Kondisi Mabuk hingga Tabrak Pagar, Kompolnas: Memalukan!

News
| Sabtu, 20 April 2024, 00:37 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement