Advertisement
Produksi Kakao di Gunungkidul Belum Optimal
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Budidaya tanaman kakao di Gunungkidul belum optimal. Hal ini terlihat dari hasil panen yang masih jauh dari rataan panen nasional.
Kepala Bidang Perkebunan dan Hortikultura, Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul, Adinoto mengatakan, produktivitas kakao secara nasional sebanyak 1,8 ton per hektarenya. Adapun kondisi di Gunungkidul baru mencapai 800 kilogram per hekatarenya.
Advertisement
“Produksi kakao memang belum optimal karena hasilnya masih jauh dari rata-rata nasional,” katanya, Kamis (8/6/2023).
BACA JUGA: Kakao Kulonprogo Jadi Sampel di Prancis
Ia mengaku telah melakukan identifikasi terkait dengan masalah produktivitas kakao. Salah satu faktor panen belum optimal karena perawatan yang masih serampangan dan tanaman yang berusia 25-30 tahun sehingga berdampak terhadap produktivitas.
“Pola tanam masih tumpang sari dan pemeliharaannya kurang. Hal ini terlihat pohon jarang dipangkas sehingga berpengaruh terhadap pembungaan bakal buah,” katanya.
Adanya permasalahan ini, lanjut Adinoto, sudah dilakukan perencanaan untuk optimalisasi. Kelompok asosiasi petani kakao juga dibentuk agar pendampingan bisa lebih dioptimalkan.
"Selama ini belum ada asosiasi yang menaungi, makanya dengan hadirnya taman teknologi pertanian di Nglanggeran, Patuk maka bisa saling melengkapi dalam upaya optimalisasi kakao,” katanya.
Menurut dia, budidaya kakao sangat prospektif karena pangsa pasar sebagai bahan baku coklat masih terbuka luas. Untuk area hingga sekarang tercatat 1.367 hektare.
“Paling banyak ada di Kapanewon Patuk dengan luas 710 hektare. Sedangkan sisanya tersebar di kapanewon lain,” katanya.
BACA JUGA: PERTANIAN GUNUNGKIDUL : Prospektif, Tanaman Kakao Mulai Digalakkan
Ketua Asosiasi Kakao Gunungkidul, Rubani mengatakan, asosiasi baru saja dibentuk dan sekarang masih dalam penyelesaian pembentukan struktur kepengurusan. Keberadaan asosiasi diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pelaksanaan budidaya kakao di Bumi Handayani.
Ia tidak menampik saat sekarang produktivitas masih belum optimal sehingga dengan terbentuknya suatu wadah dapat menjadi langkah konkret dalam pengembangan yang lebih baik. “Nanti bisa saling bertukar pikiran untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam budidaya,” katanya.
Selain itu, dengan terbentuknya asosiasi dapat meningkatkan mutu dari biji kakao yang dihasilkan. “Dengan semakin baiknya hasil panen, maka nilai ekonomisnya juga semakin naik,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kasus Covid-19 di Singapura Meningkat 2 Kali Lipat dalam Sepekan
Advertisement
Hotel Mewah di Istanbul Turki Ternyata Bekas Penjara yang Dibangun Seabad Lalu
Advertisement
Berita Populer
- Jurnalis dan Pegiat Media Jogja Tolak RUU Penyiaran
- Pemkot Jogja Luncurkan Sekolah Perempuan Penyintas Kekerasan
- Hari Bakti Dokter Indonesia, IDI Gelar Baksos Operasi Bibir Sumbing di RSUD Sleman
- Puluhan Pewarta Berlaga di Turnamen Billiar Piala Wabup Sleman 2024 di 911 SCH, Ini Para Juaranya
- Produk Turunan Sawit UMKM Jogja Dipamerkan di Acara Indonesia Plantation Watch 2024
Advertisement
Advertisement