Advertisement
Persoalan Pengemis, Sosiolog UGM: Tak Lepas Dari Aspek Mentalitas
Advertisement
Aspek mentalitas menjadi penting, bagaimana membentuk mentalitas masyarakat yang giat bekerja. Bukan karakter yang malas bekerja dan bertumpu pada meminta-minta. Sayangnya, pembangunan karakter manusia yang giat bekerja ini dinilai Abe menjadi problem kebudayaan saat ini.
BACA JUGA: Fantastis, Pengemis di Malioboro Sepekan Bisa Dapat Rp27 Juta
Advertisement
"Membangun karakter manusia yang mau giat bekerja ini ya problem kebudayaan besar kita dan ini perlu pembentukan tata nilai, pembentukan karakter manusia yang juga bahkan ada rasa malu," tegasnya.
Pasalnya Abe beranggapan kegiatan mengemis merupakan tindakan orang yang tidak punya rasa malu. Mereka, para pengemis mengandalkan rasa iba, menjadikan usaha meminta-minta sebagai usaha manipulatif yang ternyata mereka sendiri bergelimang harta.
Bila diteliti lebih lanjut, Abe mengungkapkan ada pengemis yang membawa anak untuk meminta-minya. Namun acap kali ternyata anak yang dibawanya untuk mengemis bukan lah anaknya. Melainkan anak orang lain yang dipinjam untuk mengemis.
"Bahwa itu adalah kelompok-kelompok orang yang terorganisir untuk melakukan model menjadi pengemis, yang sebetulnya lalu memanfaatkan untuk bisa menggali keuntungan dari menjual rasa iba dari masyarakat. Organisasi ini tentu perlu ditelisik lebih lanjut, perlu kajian yang lebih komprehensif," tuturnya.
Di sisi lain, Abe juga menyinggung kesadaran masyarakat untuk tidak mudah memberikan uangnya dengan dalih rasa iba semata tanpa tahu latar belakang peminta-minta. Karena para pemberi tidak bisa tahu apakah para pengemis memang betul-betul membutuhkan atau tidak.
Sementara di daerah lainnya, lanjut Abe, ada pengemis yang menggunakan uangnya untuk menyewa jasa LC atau manusia silver yang menggunakan uangnya untuk menyewa jasa open BO.
BACA JUGA: Mengemis di Malioboro Jogja Bisa Dapat Rp2 Juta per Hari, Rp500.000 Saat Sepi
Sementara di lain pihak dari kacamata Abe ada banyak lembaga yang justru membutuhkan uluran tangan para dermawan namun luput atau justru jarang disambangi. "Atau misalnya justru menjadi mengangkat semacam menjadi foster parent, bapak angkat gitu, kenapa itu tidak dilakukan ketimbang hanya memberi secara acak setiap pengemis yang meminta-minta kepada kita," tegasnya.
Butuh sikap yang tegas untuk tidak memberi bantuan ke peminta-minta. "Butuh sikap yang tegas untuk menolak, tidak memberi pengemis-pengemis itu apalagi di jalanan," ungkapnya.
"Karena ya itu tadi kita hanya menjadi korban manipulatif apa yang dilakukan oleh organisasi bahkan mungkin pengemis yang terorganisir," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Tidak Hanya Menginap, Ini 5 Hal Yang Bisa Kamu Lakukan di Garrya Bianti Yogyakarta
Advertisement
Berita Populer
- Top 7 News Harianjogja.com Kamis 16 Mei 2024: Tol Jogja-Solo hingga Juventus Juara Coppa Italia
- Tangkap Buron Korupsi Pengadaan Tanah Bandara YIA Rp23 Miliar, Ketua YAKKAP I Djoko Wahyono: Kejati Jateng Kerja Nyata Upaya Penyelamatan Aset Negara
- BPBD DIY Petakan Potensi Bencana di Kawasan Sumbu Filosofi
- Indonesian Heritage Agency Transformasikan Pengelolaan Museum dan Cagar Budaya
- Gandeng Peradi, Pemkot Jogja Beri Bantuan Hukum Gratis
Advertisement
Advertisement