Advertisement

PSHK UII Sebut Pernyataan Presiden Berhak Memihak dalam Pemilu 2024 Salah Kaprah

Lugas Subarkah
Rabu, 24 Januari 2024 - 15:07 WIB
Maya Herawati
PSHK UII Sebut Pernyataan Presiden Berhak Memihak dalam Pemilu 2024 Salah Kaprah Presiden Joko Widodo / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal dirinya yang boleh memihak dan berkampanye menuai banyak tanggapan publik. Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum UII menilai pemahaman presiden dalam pernyataan tersebut salah kaprah.

Pernyataan lengkap Jokowi tersebut intinya menyatakan  presiden berhak memihak dan bahkan ikut serta dalam kampanye Pemilihan Umum 2024, asalkan tidak menggunakan fasilitas negara. Pernyataan ini dilontarkan di Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Advertisement

Direktur PSHK FH UII, Dian Kus Pratiwi, dalam keterangan tertulis, menuturkan pernyataan dan sikap yang demikian telah memperkeruh dan membuat gaduh suasana kampanye Pemilu dan Pilpres 2024 yang sudah berjalan secara relatif demokratis selama akhir 2023 dan menjelang Februari 2024.

Pernyataan yang didasarkan pada ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1) UU HAM serta Pasal 281 dan 304 UU Pemilu, menurutnya adalah pemahaman yang salah kaprah dalam etika demokrasi yang sehat serta bentuk pelanggaran atas asas-asas Pemilu.

“Salah kaprah juga tercermin dari betapa sulitnya memisahkan fakta antara figur seorang Joko Widodo sebagai personal individu yang tetap memiliki hak berpolitik dan sebagai Presiden yang menjalankan kekuasaan pemerintahan dan pelayanan publik sehingga dibatasi kekuasaannya termasuk hak politiknya,” katanya.

Salah kaprah juga terlihat dari inkonsistensi sikap Presiden Jokowi selama ini yang selalu menekankan netralitas pejabat publik termasuk Presiden, bahkan mengajak kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN), POLRI dan TNI untuk bersikap netral.

BACA JUGA: Pemilu 2024, Sultan HB X: Nyoblos Itu Hak Individu Biarpun Anak dan Istri

“Tetapi pucuk pimpinannya yakni Presiden justru ingin melenggang dengan berpihak dan berkampanye dalam Pemilu,” ujarnya.

Pemaknaan hak politik seorang presiden harus dimaknai secara komprehensif dan holistik, tidak hanya berfokus pada masih diperbolehkannya berpihak dan ikutserta dalam kampanye tetapi juga terbatas pada etika Pemilu yang sehat dan etika menjalankan kekuasaan pemerintahan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sebagaimana amanat Reformasi 1998.

“Beberapa konstitusi di berbagai negara bahkan secara tegas menihilkan fungsi politik partisan seorang presiden setelah terpilih agar tercipta iklim demokrasi yang sehat dan bertetika, seperti di negara Perancis, Turki, Kosovo, Albania,” ungkapnya.

Netralitas sebagai presiden tersirat di dalam aturan main tertinggi dalam bernegara yakni Pasal 4 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 yang poinnya menyebutkan Presiden memenuhi kewajibannya dengan sebaik-baik dan seadil-adilnya, berbakti kepada nusa dan bangsa, serta Pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luberjurdil).

Atas catatan tersebut, PSHK FH UII merekomendasikan pertama, presiden bersikap negarawan dengan tetap memegang teguh netralitas dan menghormati asas-asas Pemilu dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945.

“Kedua, Presiden tetap fokus dalam menyelesaikan sisa tugasnya sampai akhir 2024 dan tidak melakukan manuver-manuver yang justru memperkeruh dan membuat gaduh proses Pemilu 2024,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

KNKT Turun Tangan Selidiki Penyebab Kecelakaan Bus Rombongan SMK Lingga Kencana Depok

News
| Minggu, 12 Mei 2024, 12:27 WIB

Advertisement

alt

Hanya 85 Meter, Ini Perbatasan Negara Terkecil di Dunia

Wisata
| Jum'at, 10 Mei 2024, 17:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement