Advertisement

Berkawan dengan Maggot Si Pemakan Sampah di Gunungkidul

Sirojul Khafid
Rabu, 24 April 2024 - 07:37 WIB
Sunartono
Berkawan dengan Maggot Si Pemakan Sampah di Gunungkidul Bona saat berada di rumah produksi maggot di Gunungkidul. - Harian Jogja/Sirojul Khafid

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Setidaknya ada dua keuntungan menernakkan maggot, bisa untuk bisnis atau mengurangi masalah penumpukan sampah. Usaha Ohmaggot memberikan gambaran apabila masyarakat bisa memaksimalkan potensi hewan kecil ini untuk lingkungannya.

Akan susah menebak jenis usaha yang berada di gedung dengan tiga bangunan utama di Dusun Gluntung, Patuk, Gunungkidul itu. Tidak ada papan nama. Kegiatan orang-orangnya juga tidak terlihat dari luar. Ada dua bangunan besar dan satu bangunan kecil. Bangunan paling besar seukuran lapangan mini soccer. Sementara yang paling kecil bisa untuk ruang dua meja pingpong.

Advertisement

Namun saat kita mendekat ke bangunan paling besar, dan memperhatikan salah satu kotak di lantai, mulai tercerahkan apabila gedung ini menjadi tempat budidaya maggot. Sembari mengajak berkeliling, Bona Utama D. Actomy menjelaskan fase hidup maggot yang biasanya berlangsung selama 45 hari.

Bermula dari telur, perlu waktu sekitar sepekan untuk menetas menjadi larva atau baby maggot. Ada waktu sekitar tiga pekan untuk baby maggot memasuki fase pre pupa, yaitu proses metamorphosis menjadi lalat. Setelah menjadi lalat, pejantan akan meninggal setelah kawin, dan betina akan meninggal setelah bertelur. Begitu seterusnya.

Di tahap baby dan sebelum pre pupa lah, waktu yang baik untuk Bona menjadikan maggot sebagai pemakan sampah atau pakan ternak. Usaha dengan nama Ohmaggot milik Bona ini sudah berjalan sekitar empat tahun.

Ohmaggot menjadi usaha terbaru miliknya. Sebelumnya, sudah berbagai jenis ternak dia coba. Salah satunya usaha burung pada 2019. Dalam membangun usaha burungnya, Bona sempat mengakses permodalan di Kredit Usaha Rakyat Bank Rakyat Indonesia (KUR BRI) sebesar Rp20 juta. Namun usaha burung kurang begitu berjalan dan berhenti di tengah jalan.

Memasuki tahun 2020, barulah Bona memasuki dunia per-maggot-an. Kala itu, Bona dan adiknya punya keinginan untuk terlibat dalam pengelolaan sampah di DIY. Pernah dia merancang pabrik pengolahan sampah, dan mengajukannya pada pemerintah daerah. Namun responnya kurang baik.

Masih tentang sampah, Bona beralih fokus ke pengolahan sampah organik, yang menempati sebagian besar dari jumlah sampah di daerah. Sejauh ini, bank sampah yang ada di DIY lebih banyak mengolah sampah anorganik macam plastik, botol, dan lainnya. Sementara sampah organik masih banyak terabaikan. Padahal 50 persen lebih sampah di DIY berjenis organik. Saat sampah organik menumpuk dan tidak terolah, bisa berpotensi mencemari tanah dan air, menimbulkan bau, sampai lama proses penguraiannya.

Dari riset yang Bona lakukan, maggot menjadi cara paling efisien dalam mengelola sampah organik. “Beli maggot untuk coba di rumah, ada sisa makanan, ngasih ke maggot ternyata ngurainya cepet,” kata Bona, saat ditemui di rumah produksi Oh Maggot, Gunungkidul, Rabu (3/4/2024). “Waktu diposting [di media sosial] banyak yang nanya, market mulai terbentuk, budidaya skala kecil dulu, terus kembali lagi ke DLH (Dinas Lingkungan Hidup), menawarkan kerja sama pengolahan sampah organik dengan maggot, belum ada respon juga, akhirnya jalan sendiri.”

Beralih ke Bisnis

Awalnya Bona ingin terlibat dalam mengurangi sampah di lingkungan. Bekerja sama dengan pemerintah bisa membuat jangkauan pengurangan sampah semakin besar. Lantaran tidak ada respon baik, maka Bona mengembangkan pengembangbiakan maggotnya secara mandiri. 

Sebelum terjun dengan lebih dalam, dia riset sekitar setengah tahun, dari akhir 2020 sampai pertengahan 2021. Riset mulai dari memastikan cara kerja maggot, kandungan, kelebihan dan kelemahan, serta segalanya tentang maggot. Bona juga sempat menjadi peternak dadakan, dengan memelihara lele sampai ayam di rumahnya. Dia ingin tahu pola yang benar apabila maggot menjadi pakan ternak.

Bona sempat bereksperimen langsung di kolam peternak lele milik warga, sebagai cara meyakinkan peternak untuk menggunakan maggot sebagai pakan. Dia mendatangi peternak lele satu per satu. Bona menawarkan maggot sebagai alternatif pakan lele. Pola yang sama dia lakukan juga pada para pemancing di DIY.

Proses ini tentu mengeluarkan biaya, namun memang itu yang dibutuhkan untuk mendapat kepercayaan dan juga jaringan. Cara ini pula yang membuat Bona memiliki pasar penjualan maggot, sebelum akhirnya banting setir dari budidaya maggot berbasis lingkungan menjadi bisnis.

Singkat cerita, pengembangan produksi dan pasar semakin berkembang. Kini Bona memiliki beberapa ruang produksi dan juga mitra produksi di beberapa kota. Kebanyakan konsumen produk maggot Bona berasal dari peternak. Harga maggot sebagai pakan alternatif lebih murah dibanding pelet. Muncullah tantangan berupa persaingan usaha dengan produsen pelet.

“Tahun 2021 akhir sempat ada penggiringan opini, kalau lele yang dikasih makan maggot dagingnya enggak enak. Padahal pemberian ikan ataupun ayam dengan pakan maggot, dagingnya bisa gurih, selama usia maggotnya enggak lebih dari 15 hari,” kata laki-laki berusia 33 tahun ini.

Saat ini, dalam sebulan Bona bisa memproduksi 45 ton maggot fresh. Di samping menjual pada peternak lokal, dia juga sudah ekspor ke Singapura dalam bentuk maggot kering. Bulan terakhir, ekspor maggot kering mencapai 15 ton. Adapun 1 kg maggot kering berasal dari 3 kilo maggot fresh.

Bona juga menjual maggot dalam bentuk tepung, minyak, sampai pupuk. Harga maggot fresh mulai dari Rp5.000—Rp10.000 per kg, maggot kering lokal Rp35.000—Rp45.000 per kg, maggot kering ekspor Rp25.000—Rp48.000 per kg, tepung maggot Rp45.000 per kg, dan minyak maggot Rp55.000 per liter.

Seiring dengan berkembangnya usaha, tantangan baru juga turut muncul. Produksi maggot yang meningkat, membuat pakan berupa sampah juga semakin tinggi. Dalam sebulan, setidaknya membutuhkan sampah organik sekitar 50 ton. Bona perlu membeli jenis sampah itu ke pengepul. Apabila mengumpulkan sampah sendiri dari rumah ke rumah, waktunya akan lama, dan dapatnya juga tidak seberapa.

Pada dasarnya, apabila pasar sudah terbentuk, jumlah produksi maggot berapapun bisa terserap di pasar. Apalagi kalau sudah bisa ekspor, kebutuhan di luar negeri cukup tinggi. “Ada perusahaan yang minta per tahun 2.400 ton maggot, ada juga dari Norwegia butuh 10 juta ton maggot per bulan. Ada prediksi tahun 2030 permintaan maggot akan luar biasa besar. Di beberapa negara, sedang ada pembahasan regulasi maggot menjadi sumber pangan manusia, sebagai alternatif protein,” kata Bona.

Belum lagi untuk memenuhi pasar di dalam negeri, atau dari pemerintahan yang ingin bekerja sama. Pada Oktober 2023 lalu, Bona mendapat kontrak kerja sama pengolahan sampah dengan DLH Gunungkidul. Pembangunan tempat pengolahan maggot yang nantinya untuk menangani sampah akan berlangsung akhir tahun 2024.

Terus Berkembang

Dalam urusan bisnis selama ini, Bona lebih banyak menggunakan mobile banking BRImo. Sejak 2019, dia rutin menggunakan BRImo untuk transaksi keuangan dengan rekan bisnis. Di samping itu, Bona juga menggunakan mobile banking itu untuk urusan lain seperti membeli pulsa dan listrik.

“Kelebihannya, BRImo itu nyaman digunakan. Untuk orang awam sangat mudah untuk mengerti menu-menunya,” kata Bona.

Di samping itu, Bona juga kembali mengakses KUR BRI. Apabila dulu sebesar Rp20 juta, pada 2023 dia mengakses KUR BRI sebesar Rp30juta. Dalam dua kali pengajuan KUR, semua prosesnya cepat. Pengajuan pertama hanya butuh dua hari. Pengajuan kedua hanya butuh beberapa jam. Modal uang dari KUR BRI kedua ini Bona gunakan untuk pengembangan serta membuka lini baru usaha.

Regional Chief Executive Officer (RCEO) BRI Jogja, John Sarjono, mengatakan BRI sebagai mitra pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan KUR. Pada 2023, BRI Regional Office (RO) Jogja yang mencakup wilayah DIY dan sebagian Jawa Tengah telah menyalurkan KUR sebanyak Rp18,45 triliun dengan total 432.452 debitur. Di samping itu, ada pula penyaluran KUR Mikro sebanyak Rp16,46 triliun dengan total 424.919 debitur serta KUR Kecil sebanyak Rp1,98 triliun dengan total 7.533 debitur.

Dari total KUR di BRI RO Jogja 2023, penyaluran di sektor perdagangan sebanyak 42,2%. Sementara di sektor jasa sebanyak 23,6%, sektor pertanian 21,0%, sektor industri pengolahan 11,7%, dan sektor perikanan 1,6%. “UKM yang mendapat kredit KUR cenderung semakin maju dengan kesempatan nasabah untuk bisa naik kelas, dari kredit KUR Supermikro ke Kredit KUR Mikro, dan Kredit KUR Mikro bisa naik kelas ke Kredit KUR Kecil. Sehingga nasabah dapat terus membangun usahanya untuk berkembang lebih maju. Dan BRI senantiasa siap untuk mendukung pertumbuhan nasabah UKM,” kata Sarjono, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/3/2024).

Kepala Otoritas Jasa Keuangan DIY, Parjiman, mengatakan kredit perbankan di DIY yang menyalurkan dana pada UKM cukup tinggi. Sebagai gambaran pada bulan Oktober sampai Desember 2023, secara berturut-turut persentase kredit dari perbankan untuk UKM sebesar 48,34%; 48,10%; dan 48%. “Apabila dibandingkan dengan target yang dicanangkan pemerintah pada akhir 2024, kredit UKM sebesar 30%, di DIY sudah memenuhi, bahkan lebih dari target,” kata Parjiman dalam acara Pemaparan Kinerja Keuangan Industri Jasa Keuangan DIY, di Hotel Alana, Sleman, Sabtu (23/3/2024).

Jangan Sembarang Bikin Pelatihan

Salah satu kunci berkembangnya usaha Bona berupa matangnya penyiapan pasar maggot. Apabila pasar belum terbentuk, kemudian produksi maggot berlimpah, maka akan kesusahan mendistribusikannya. Padahal maggot punya siklus yang jelas kapan dia hidup dan mati.

Dari hal tersebut, Bona kurang begitu setuju adanya pelatihan budidaya maggot yang kurang memikirkan dampak setelahnya. “Kadang ada yang buka pelatihan budidaya maggot berbayar, aku enggak setuju, [misal ditawarin buat ngisi materi, aku] enggak mau ambil. Kalau berani buka kelas pelatihan [budidaya] maggot, harus berani nampung juga, kalau enggak berani buat apa?” kata Bona.

Menjual maggot perlu beberapa pertimbangan. Misal produksi skala kecil, jualnya akan mahal. Apabila targetnya peternak akan susah masuk kalau harga maggot lebih mahal dari pakan pelet. Namun misal mau menyasar partai besar, produksi juga harus mumpuni. Sehingga ada dilema.

Di samping itu, apabila ingin membuka kelas budidaya maggot, perlu lihat juga latar belakang peserta. Misal dia seorang pengusaha dan langsung budidaya dalam jumlah besar, maka lagi-lagi, harus dipersiapkan juga ruang dan jaringan distribusinya. “Kalau mau buka kelas, perlu siapin dulu pasarnya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Hari Kedua Perundingan Gencatan Senjata, Perang Israel-Hamas Masih Buntu

News
| Minggu, 05 Mei 2024, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Mencicipi Sapo Tahu, Sesepuh Menu Vegetarian di Jogja

Wisata
| Jum'at, 03 Mei 2024, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement