Advertisement

MK Putuskan Partai Bisa Usung Calon Pilkada Tanpa Kursi di DPRD, Pengamat Politik: Angin Segar Demokrasi

Sunartono
Selasa, 20 Agustus 2024 - 19:02 WIB
Sunartono
MK Putuskan Partai Bisa Usung Calon Pilkada Tanpa Kursi di DPRD, Pengamat Politik: Angin Segar Demokrasi Pengamat politik sekaligus Founder & CEO PolMark IndonesiaEep Saefulloh Fatah berfoto bersama di sela-sela diskusi bertajuk Munaslub Golkar dan Problematika Partai Politik Indonesia di Kampus UII Jalan Cik Ditiro, Jogja, Selasa (20/8 - 2024).

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pengamat politik sekaligus Founder & CEO PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah menilai putusan Mahkamah Konstitusi terkait pencalonan Pilkada bahwa setiap partai boleh mengusung calon tanpa kursi di DPRD menjadi angin segar demokrasi Indonesia.

Hal itu disampaikan dalam diskusi bertajuk Munaslub Golkar dan Problematika Partai Politik Indonesia di Kampus UII Jalan Cik Ditiro, Jogja, Selasa (20/8/2024). Eep menggambarkan putusan itu ibarat oase di tengah padang pasir. MK sudah banyak terlibat dalam proses putusan terkait kontestasi sejak sebelum Pilpres 2024.

Advertisement

BACA JUGA : Resmi! MK Ubah Syarat Calon Pilkada, Parpol Bisa Usung Kepala Daerah Tanpa Kursi di DPRD

"Selama ini MK dianggap sebagai lembaga yang tidak bisa diharapkan karena menjadi instrumen politik yang digunakan secara sempit. Ketika keluar putusan seperti ini, saya melihat seperti semilir angin bahwa pada akhirnya hal semacam ini [berani] diputuskan MK," ujarnya kepada wartawan.

Putusan itu dianggap sebagai angin segar, kata dia, karena ada di beberapa daerah di mana ada mobilisasi parpol yang mengancam partisipasi, kebebasan dan kompetisi dalam Pilkada. Sehingga membuat setiap orang mempunyai pilihan yang terbatas. Padahal proses demokrasi ada tiga yaitu seleksi, eleksi dan delivery yang ketiganya sangat penting.

"Kalau partai kemudian berlaku secara tidak demokratis untuk menseleksi orang yang kita pilih, hanya menghasilkan satu pasang lawan kotak kosong, lawan boneka maka sudah sepertiga demokrasi kita dipangkas," ucapnya.

Keputusan MK ini juga mampu menerobos pemasungan di tingkat eleksi yang berpotensi dilakukan parpol. Ada peluang bagi parpol misalnya PDIP di Jakarta untuk mengusung kandidat sendiri tanpa harus membangun koalisi. "Saya sebagai warga negara menganggap ini berita baik," ucapnya.

Pakar politik ini mengatakan KPU harus menjalankan putusan ini. Selain itu tidak memungkinkan bagi presiden untuk kemudian menganulir putusan MK tersebut. "Enggak bisa, kalau MK membuat perubahan terhadap isi aturan berdasarkan fungsi yudicial review yang dia miliki, tidak bisa tiba-tiba tanpa alasan lalu dikeluarkan penetapn presiden [terkait hal itu]," ucapnya.

BACA JUGA : MK Diminta Mengatur Presiden Boleh Berkampanye Hanya Saat Berstatus Petahana

Dalam diskusi tersebut juga dihadiri Profesor Masduki, Dosen Ilmu Komunikasi dan Peneliti Pusat Studi Agama & Demokrasi UII. Masduki dalam kesempatan itu salah satunya membahas terkait buzzer dalam peta perpolitikan di tanah air. Diskusi tersebut dihadiri mahasiswa dan sejumlah aktivis di Jogja.

Bunyi Putusan 

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengubah aturan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan mengizinkan partai politik untuk mengusung calonnya tanpa harus memiliki kursi di DPRD. MK memutuskan parpol bisa mengusung calon Pilkada asal memenuhi syarat mendapatkan suara sah 6,5% dari DPT.

MK memutuskan pasal 40 ayat (1) Undang-undang (UU) No.10/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi UU, inkonstitusional bersyarat. Pasal yang digugat oleh pemohon ke MK itu berbunyi partai politik atau gabungan partai politik yang bisa mencalonkan pasangan kepala daerah di Pilkada dipersyaratkan harus memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum DPRD yang bersangkutan.

Dalam amar putusan yang dibacakan hari ini, MK menyatakan permohonan provisi pemohon pada perkara No.60/PUU-XXII/2024 itu ditolak. Kemudian, dalam pokok permohonan, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon.

"Menyatakan pasal 40 ayat 1 UU No.10/2016 tentang Perubahan Kedua atas IU No.1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi undang-undang, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2016 No.130, Tambagan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5898 bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Suhartoyo, Selasa (20/8/2024).

Dilansir dari situs resmi MK, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian materiil undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) pada Kamis (11/7/2024), di Ruang Sidang MK. Perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih tersebut, para Pemohon yang diwakili oleh Imam Nasef selaku kuasa hukum menyampaikan para pemohon merupakan Partai Politik yang telah mengikuti Pemilihan Umum Tahun 2024.

Sehingga pemohon yang merupakan Partai Politik memiliki kader/anggota/pengurus yang harus dilindungi hak-haknya, khususnya hak politik berupa hak memilih dan hak dipilih sebagai pejabat pemerintahan.

“Hal ini menjadi konsekuensi logis dalam berdemokrasi, bahwa berkaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah maka setiap warga negara termasuk anggota/pengurus partai politik harus dijamin dan dilindungi hak-haknya khususnya hak untuk memilih [right to be vote] dan haknya untuk dipilih [right to be candidate], dan hak-hak Partai Politik pun juga harus dilindungi dan mendapatkan perlakuan yang sama dalam mengajukan calon kepala daerah/wakil kepala daerah,” katanya.

BACA JUGA : Jimly Sebut Gugatan PTUN Anwar Usman Salah Alamat

Amar putusan MK mengubah pasal 40 (1) UU Pilkada:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Jadwal DAMRI Bandara YIA dan Tarifnya

Jadwal DAMRI Bandara YIA dan Tarifnya

Jogjapolitan | 18 minutes ago

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Update Kondisi Terkini Penyeberangan Bakauheni-Merak

News
| Senin, 07 April 2025, 05:37 WIB

Advertisement

alt

Warung Makan Jagoan Mahasiswa UII Jogja

Wisata
| Jum'at, 04 April 2025, 07:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement