Jogjapolitan

Cukai Naik, Rokok Murah Jadi Pilihan

Penulis: Herlambang Jati Kusumo
Tanggal: 29 Desember 2021 - 08:27 WIB
Pembeli mencari rokok di Tobeko di Jalan Kedawung No.170, Nologaten, Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman, Rabu (22/12/2021). - Harian Jogja/Herlambang Jati Kusumo

Harianjogja.com, JOGJAMengisap rokok sudah menjadi kebiasaan banyak orang di Indonesia. Rokok disedot saat menikmati waktu senggang, selepas makan, atau sembari bekerja. Naiknya tarif cukai rokok dari waktu ke waktu, membuat sejumlah orang memilih alternatif rokok dengan harga murah. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Herlambang Jati Kusumo.

Merokok sudah menjadi keseharian Hengki Irawan, warga Panggungharjo, Sewon, Bantul. Dalam 10 tahun terakhir Hengki menjadi perokok aktif. Dalam satu hari setidaknya satu bungkus rokok ia isap. Sigaret menjadi penutup seusai menyantap makan atau menemaninya di sela-sela menyelesaikan pekerjaan.

Sejumlah merek rokok pernah Hengki jajal. Mulai dari merek rokok yang memiliki nama besar dan sudah akrab di telinga masyarakat, rokok tingwe (linting dewe), hingga rokok yang mereknya cukup nyeleneh. “Dulu awalnya beli rokok eceran, kemudian mulai beli satu bungkus. Eksperimen juga tingwe, dengan berbagai macam tembakau. Memang lebih murah kalau tingwe,” ucap Hengki, Senin (20/12/2021).

Satu tahun terakhir, Hengki mencoba memilih sejumlah rokok dengan harga yang lebih miring. Berawal dari pamflet iklan yang dipasang di warung kelontong, ia mencoba bertanya dan membeli rokok kretek yang lebih murah itu. Merek Bagas, Lodjie, hingga 169 menjadi pilihan Hengki, dalam satu tahun terakhir ini. Rokok kretek dengan harga kisaran Rp6.000-Rp7.000 dengan isi 12 batang terasa ramah di kantong, dibandingkan rokok yang sebelumnya ia isap sehari-hari.

“Pertimbangannya ganti, atau lebih sering merokok 169 saat ini karena memang harga lebih murah. Separuh dari harga rokok saya yang sebelumnya. Selain itu rasanya juga hampir sama, dengan rokok yang sebelumnya. Rasa tembakau itu saya suka yang tebal gitu,” ucap Hengki.

Hengki juga menceritakan rokok tingwe terkadang masih menjadi pilihannya. Alasannya, banyak varian tembakau yang dapat dipilih, dari berbagai daerah. Masing-masing memiliki tembakau dari daerah, memiliki ciri khasnya sendiri. Meracik dan memadukan berbagai jenis tembakau menjadi kepuasan tersendiri.

Alasan lainnya, masalah harga. Jika dibandingkan dengan rokok di pasaran, Hengki dapat lebih hemat. “Kalau dibandingkan dengan rokok yang harga Rp6.000-Rp7.000 per bungkus hampir sama, tidak jauh selisihnya. Jadi memang lebih sering memilih beli yang rokok murah itu. Buat selingan saja tingwenya,” ujar pegawai swasta itu.

Alumnus Institut Seni Indonesia itu memberi gambaran, dengan uang Rp30.000–Rp40.000, dia bisa membuat stok rokok tingwe satu pekan. Sementara jika membeli rokok per bungkus Rp6.000 habis dalam satu hari. Selisih keduanya tidak jauh berbeda.

Perokok lainnya, Dwi Putra yang merupakan mahasiswa di salah satu kampus di Jogja mengatakan rokok merek Smith yang dipilihnya dalam beberapa bulan terakhir, dapat menghemat pengeluarannya. Biasanya, Dwi membeli langsung satu slop, untuk persediaan di tempat indekosnya. Rokok tersebut tidak ia peroleh dari warung, tetapi dari rekan yang menjualnya. “Sudah dua, tiga bulan ini ganti rokok. Rokok ini Rp12.000 per bungkus, kalau rokok saya sebelumnya itu Rp30.000 per bungkus. Kalau rokok yang sebelumnya itu, sudah empat tahun. Jadi ya lebih ekonomis, lebih hemat sekarang,” ucap Dwi.

Dwi mengatakan rasanya tetap ada perbedaan, namun tidak berbeda jauh. “Ya harganya sudah berbeda. Rp30.000 dengan Rp12.000, tentu rasanya beda, tapi ya masih bisa menikmati,” ujarnya.

Harga Naik

Naiknya cukai rokok dari waktu ke waktu, tidak hanya berimbas kepada para konsumen. Para penjual pun turut merasakan dampaknya. Penjualan rokok, utamanya rokok reguler, menurun. Penurunan tersebut mulai dirasakan sejak tahun kemarin. Kembali naiknya cukai rokok tahun depan dikhawatirkan semakin menekan bisnis. “Agak tertolong pabrikan mengeluarkan rokok murah. Namun, tipikal konsumen biasanya hanya nyoba, lalu berhenti. Ada juga yang biasanya nyoba beberapa yang murah, kemudian memilih salah satunya. Paling bisa bertahan memang rokok murah di bawah Rp10.000 per bungkus. Artinya daya beli masyarakat turun kan,” ucap pemilik Tobeko, Anang Budi Nugroho.

Tidak hanya pabrik kecil yang memproduksi rokok murah, Anang menyebut sejumlah pabrik besar pun mau tidak mau harus membidik ceruk segmen pasar ini karena menyadari masyarakat semakin sulit untuk menjangkau harga rokok reguler.

Anang juga menceritakan penjualan tembakau linting pun dari waktu ke waktu menurun, meski sempat booming. Penyebabnya tidak lain karena harga tembakau yang juga naik. “Awalnyakan mereka cari hemat, tetapi pada akhirnya tembakau naik juga. Kemudian mereka berpikir ngapain susah-susah linting, mending beli rokok murah itu tadi. Memang menjadi alternatif rokok murah itu,” ucapnya.

Meski menjual sejumlah rokok murah dengan berbagai merek, Anang memastikan rokok-rokok yang dijual di tempatnya memiliki cukai atau legal. Ia menjelaskan yang membuat perbedaan harga dari setiap rokok tersebut, karena berbagai faktor, mulai kualitas tembakau, filter, hingga kertas.

Penjualan Daring

Kenaikan cukai rokok selain membuat orang beralih mencari rokok murah, juga berpotensi membuat peredaran rokok ilegal meningkat. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani, menjelaskan naiknya cukai hasil tembakau (CHT) akan memengaruhi kenaikan harga rokok dan produk-produk hasil tembakau. Hal tersebut membuka celah pemain-pemain nakal untuk mengedarkan rokok ilegal yang harganya akan lebih murah.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY, Noviar Rahmad, menjelaskan jawatannya berkoordinasi dengan Kantor Bea Cukai Yogyakarta untuk menyelesaikan masalah rokok ilegal. Alat pengecek pita cukai dimanfaatkan untuk mengecek keaslian rokok. Satpol biasanya menemukan rokok yang tidak memiliki cukai, memakai cukai palsu, dan tidak sesuai peruntukannya. Bukan perkara mudah untuk memberantas itu semua karena menurut Noviar, penjualan rokok tersebut banyak dilakukan secara daring.

“Penjualan banyak yang melalui online juga. Lokasi berpindah-pindah [sistem COD], tidak konvensional. Jadi harus memancing biar keluar, biasanya mereka bawa banyak. Prosesnya biasanya kami serahkan ke Bea Cukai selanjutnya,” ujar Noviar.

Noviar mengatakan DIY bukan tempat produksi rokok abal-abal, tetapi menjadi.tempat peredarannya. “Kami mengimbau kepada masyarakat agar tidak menjual belikan cukai, rokok ilegal, karena bisa merugikan negara. Pendapatan negara berkurang," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Tak Cuma Paru-Paru, Peneliti Sebut Vape Juga Bisa Merusak Jantung
BEA CUKAI: Mari Bersama-sama Gempur Rokok Ilegal
Mari Bersama-sama Gempur Rokok Ilegal! Berikut Ciri-cirinya
Kebiasaan Merokok Tingkatkan Resiko Terkena Katarak

Video Terbaru

Berita Lainnya

  1. Latihan Bebas MotoGP Spanyol Dikuasai Kakak-Adik, Alex dan Marc Marquez
  2. Kalah dari NS Matrix Deers, Prawira Harum Gagal Susul Pelita Jaya di BCL Asia
  3. Sinopsis Glenn Fredly: The Movie, Perjalanan Hidup Sang Musisi Legendaris
  4. Aksi The Crazy Dunkers Meriahkan IBL All Star 2024

Berita Terbaru Lainnya

Penyair Joko Pinurbo Wafat, Jenazah Disemayamkan di PUKJ Bantul
Sastrawan Joko Pinurbo Wafat di Usia 61 Tahun
Pengusaha Bakpia Ramaikan Bursa Pilkada Jogja 2024
Potensi Wisata Offroad Mulai Diminati Segmen Komunitas dan Keluarga di Jogja
KPU Kulonprogo Siapkan Alat Bukti Sengketa Pileg 2024 di MK
Simak! Jalur Trans Jogja Lengkap, ke UGM, UNY, Rumah Sakit dan Tempat Wisata
Top 7 News Harianjogja.com Sabtu 27 April 2024: Tol Jogja-Bawen hingga Vietnam Gagal Melaju ke Semifinal Piala Asia
Pilkada Kulonprogo: Pendaftaran Panwascam Dibuka, Kebutuhan Formasi Menunggu Hasil Tes
Cek Jadwal dan Lokasi Bus SIM Keliling Bantul Sabtu 27 April 2024
Jadwal Pemadaman Listrik Sabtu 27 April 2024, Cek Lokasinya!