Minyak Goreng di Jogja Masih Mahal, Kebijakan Satu Harga Belum Optimal
Harianjogja.com, JOGJA- Penerapan kebijakan satu harga (single price) untuk komoditas minyak goreng yang dimulai per 1 Februari oleh pemerintah belum berjalan optimal di pasar Kota Jogja. Di salah satu pasar tradisional terbesar di Kota Jogja yakni Beringharjo, rata-rata pedagang menjual minyak goreng masih di atas harga eceran tertinggi (HET) dari yang ditetapkan oleh pemerintah.
Staf Pengawasan Perdagangan Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Jogja, Sumarno memaparkan, pemerintah memang telah memasang ketentuan mengenai HET komoditas minyak goreng yang berlaku secara nasional per 1 Februari. Hanya saja, di pasar tradisional penerapan kebijakan itu sulit untuk diterapkan secara cepat dan merata.
"Kendala dari pedagang memang tidak bisa langsung menurunkan harga kalau jualannya masih stok yang lama saat harga minyak goreng masih di atas HET," jelas Sumarno, Selasa (1/2/2022).
BACA JUGA: 13 Orang Terpapar Covid-19 Gegara Klaster Mantenan di Kulonprogo
Ia mengatakan, berdasarkan catatan petugas harga minyak goreng curah di sejumlah pasar pada 1 Februari ini masih di angka Rp17.000-Rp18.000 per liter. Sementara untuk minyak goreng kemasan dibanderol Rp20.000 per liternya.
Padahal, menurut HET yang ditetapkan Kementerian Perdagangan RI harga jual komoditas minyak goreng per 1 Februari ini yakni Rp11.500 per liter untuk minyak goreng curah, kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium Rp14.000 per liter.
"Disperindag DIY rencana untuk kembali melaksanakan operasi pasar minyak goreng di pasar tradisional dan semoga bisa menurunkan harga di pasar tradisional. Karena sebenarnya pedagang juga sangat mengharapkan agar harga minyak turun dan segera didistribusikan ke sejumlah pasar," ungkap Sumarno.
Kepala Disdag Kota Jogja, Yunianto Dwi Sutono menyampaikan, penerapan satu harga untuk komoditas minyak goreng memang sulit dilakukan di pasar tradisional. Oleh karena itu, pihaknya bakal berkoordinasi dengan Pemda DIY untuk melakukan intervensi harga agar sesuai dengan acuan yang ditetapkan pusat.
Menurutnya, ditetapkannya HET baru komoditas minyak goreng ini merupakan upaya pemerintah dalam memisahkan konsumen seperti pelaku UMKM dan juga rumah tangga. Sebab, selama ini fenomena di lapangan kerap kali salah satu dari konsumen itu saling tumpang tindih penggunaannya, sehingga dinilai kurang optimal.
"Karena sekarang kan distribusinya tidak sehat di lapangan, bisa dibilang salah sasaran. Makanya HET minyak goreng curah baru ini diharapkan bisa mengalihkan konsumsi UMKM yang biasa belanja di ritel jadi ke pasar tradisional dan rumah tangga tetap di ritel," ujarnya.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya saat pemerintah menetapkan harga minyak goreng kemasan senilai Rp14.000 per liter, Yun menyebut ketersediaan stok akan diupayakan agar cukup atau meminimalisir kekurangan tok yang terlalu jauh terkait dengan permintaan masyarakat yang berpotensi meningkat ke depannya.
"Khusus untuk minyak goreng curah memang turunnya cukup jauh dari yang semula sekarang di pasaran seharga Rp18.000 an per liter. Tapi kan jenisnya subsidi jadi tidak dibebankan ke pedagang. Imbauan kami agar jangan memborong, beli sesuai dengan kebutuhan saja. Jaminan ketersediaan stok ada, pusat juga menjamin aman. Kita optimistis tentu ke depan stok dan penyaluran kondusif," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News