Advertisement

Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 022

Joko Santosa
Sabtu, 11 Juli 2020 - 23:37 WIB
Nugroho Nurcahyo
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 022 Sandyakala Ratu Malang - Harian Jogja/Hengki Irawan

Advertisement

Bugel Mantiki mengaduh keras. Pedangnya nyaris terlepas dari tangan. Tiba-tiba muncul seorang laki-laki memegang tombak dari balik pohon preh. Tombak itu yang menangkis pedang Bugel Mantiki.

“Bocah pekok dari mana berani mengganggu kami?” bentak Mantiki. Kawan-kawannya serentak maju mengepung laki-laki berkedok ikat kepala hitam yang menutup mukanya sebatas mata. Dari tubuhnya yang tegap berisi, dapat diduga ia seorang pemuda.Dikepung puluhan orang kasar, pemuda itu tenang-tenang saja. Tombaknya diacungkan dan melayang pemuda bercadar.

Advertisement

 “Iblis bermuka manusia. Orang-orang bengis macam kalian ini harus dibasmi dari muka bumi. Manusia berakhlak sampah,” kata pemuda bersenjatakan trisula yang datang belakangan.

Bukan main murkanya Mantiki. Dari tangkisan tombak tadi ia maklum lawannya bukan orang sembarangan. Tapi mereka cuma berdua, sedangkan dia bersama dua puluh tiga kawannya yang kepandaiannya sepadan. Kepala begal itu berbesar hati.

“Cacing tanah hendak jual tampang di depan naga,” Pedangnya diayun tanpa peringatan. Pimpinan rampok itu mana berhitung soal unggah-ungguh atau sikap ksatria. Curang, pengecut, main keroyokan, bagi Mantiki dan kawan-kawannya hal biasa.

Tapi dengan sedikit memiringkan kepala, pemuda bertombak itu mengelak tebasan, dan balas menyerang. Kawannya tertawa-tawa sambil memutar trisulanya. Terjadi pertempuran tidak seimbang dari soal jumlah, dua orang berkedok melawan dua puluh empat orang perampok.

“Dinar, kita pencarkan mereka,” Pemuda bertombak berseru kepada kawannya. Mereka bertempur mundur saling menjauhi sehingga pengeroyok pecah menjadi dua. Bugel dan sebelas kawannya mengepung pemuda bertombak. Sedangkan kawannya menghadapi dua belas orang kecu. Pemuda bertombak itu sepertinya paham bahwa lawannya hanya manusia-manusia kasar yang mengandalkan tenaga kasar belaka. Jika musuh-musuhnya berilmu tinggi tentu strateginya berbeda dan memilih berkelahi berpasangan.

“Iblis-iblis pengecut, ayo maju berbarengan supaya aku lebih cepat membasmi kalian ini, manusia-manusia sampah,” ejek pemuda bertombak dengan tertawa-tawa. Ia tangkas memainkan tombak seakan-akan berubah menjadi berpuluh-puluh yang setiap ujungnya mematuk musuhnya di titik-titik yang mematikan. Tidak memakan waktu lama terdengar teriakan ngeri, tiga orang pengeroyok tertembus perut dan dadanya oleh ujung tombak.

Sementara itu pemuda bertrisula tidak kalah dahsyat kiprahnya. Tombak bercagak tiga itu trengginas dengan berbagai gerakan yang tidak terduga. Ia bertempur masih sempat-sempatnya  menggoda. Pada satu kesempatan ia sengaja memukul ragang (tulang kering) kaki seorang lawan dengan sisi trisula yang membuat musuhnya berjingkrak karena rasanya ngilu sampai menembus tulang. Tidak membutuhkan tempo lama ia telah menewaskan empat orang begal.

“Dinar, ayo kita berlomba,” seru pemuda bertombak dengan gembira.

“Ayo,” sahut kawannya.

Belum lima puluh jurus, para pengeroyok tinggal empat orang. Pemuda bertombak kini hanya berhadapan dengan Bugel Mantiki dan seorang kawannya. Kepala perampok yang licik itu tahu keadaan tidak menguntungkan tiba-tiba lari menuju ke arah Mila Banowati dan putrinya di dekat jempana. Pedangnya mengayun deras sekali ke leher Mila.

BERSAMBUNG: Sandyakala Ratu Malang-Bagian 023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Daftar Terbaru 17 Bandara Internasional di Indonesia

News
| Selasa, 30 April 2024, 15:07 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement