Advertisement

Pengaruh Kuat Film pada Perubahan Sosial

Sirojul Khafid
Minggu, 22 Oktober 2023 - 18:00 WIB
Sunartono
Pengaruh Kuat Film pada Perubahan Sosial Film - Ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Sejak perilisan film dokumenter Netflix berjudul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso, masyarakat Indonesia kembali ramai membicarakan kasus dugaan pembunuhan yang sudah berlangsung tujuh tahun lalu. Mempertanyakan lagi proses hukum kasus tersebut menjadi salah satu dampak kuatnya media film dalam membentuk persepsi publik.

Seakan ada pergeseran pandangan masyarakat, dari yang saat sidang cenderung meyakini Jessica sebagai pembunuh Mirna dengan racun sianida, kepada banyaknya kejanggalan dalam proses hukum kasus yang berlangsung tahun 2016 ini. Dampak dari film ini seakan mencerminkan kekuatan film pada perubahan fenomena sosial.

Advertisement

Sejak tahun 1930-an, sudah ada perbincangan tentang dampak film pada perubahan sosial, setidaknya dari dua pemikir terkenal kala itu, filsuf Walter Benjamin dan sosiolog Theodor W. Adorno. Keduanya berasal dari Jerman.

BACA JUGA : KPU Jogja Gelar Nonton Bareng Film, Sebarkan Pesan Pemilu 2024 Berjalan Damai

Walter Benjamin mengatakan adanya potensi nilai guna revolusioner dari film, yang memberi kemungkinan masyarakat menjelajahi dan memahami dunia dan situasi historisnya. Benjamin meyakini film akan menjadi alat yang kuat untuk mendidik dan memobilisasi massa dan bisa digunakan sebagai agen perubahan sosial.

“Film, di satu sisi, memperluas pemahaman kita tentang kebutuhan yang mengatur hidup kita, di sisi lain film berhasil meyakinkan kita akan sebuah medan yang sangat luas dan tindakan tidak terduga,” katanya.

Sedikit berbeda, Theodor W. Adorno merasakan di samping potensi positifnya, film juga bisa berdampak negatif pada perubahan sosial. Siapa saja dan dengan kepentingan apa saja bisa menggunakan film sebagai cara melancarkan tujuannya. Bisa untuk propaganda sampai menutupi rahasia atau membelokkan fakta. Sehingga masyarakat tetap perlu kritis terhadap muatan yang ada pada film.

“Semestinya film harus bisa digunakan dengan baik untuk menunjukkan realitas alternatif daripada sekadar mengedepankan realisme sosial yang tumpul,” katanya.

Salah satu contoh film yang bisa berseberangan muatannya, bisa kita temukan di film bertema tragedi pembantaian terduga anggota Partai Komunitas Indonesia (PKI) tahun 1965. Pemerintah melalui film Pengkhianatan G-30-S/PKI (1984) mencoba ‘membenarkan’ tindakannya yang menculik sampai membunuh orang-orang yang dianggap komunis. Sementara film Jagal (2012) mencoba memberikan pandangan baru tentang peristiwa yang sama, bahwa terjadi pelanggaran hak asasi manusia, saat orang disiksa atau dibunuh tanpa dasar yang jelas.

Mencerminkan Realitas

Menurut beberapa orang, dari berbagai jenis film, dokumenter menjadi yang paling relevan dengan realitas. Dokumenter memberikan peluang bagi sineas atau pembuat film untuk menunjukkan keberpihakannya pada suatu kejadian.

Perintis sineas dokumenter asal Skotlandia, John Grierson, meyakini adanya fungsi sosial film dokumenter dan keberpihakan menjadi hal yang tidak terpisahkan. Baginya, film dokumenter merupakan representasi artistik dari aktualitas, bukan sekadar film yang pada dasarnya ideal, namun juga sebuah ide baru bagi pendidikan masyarakat.

Sama dengan jenis film lainnya, dokumenter juga memungkinkan diproduksi oleh semua pihak, baik yang mendukung atau menentang suatu isu atau kejadian. “Anda bisa menjadi ‘totalitarian’ untuk kejahatan, namun Anda pun akan bisa menjadi ‘totalitarian’ untuk kebaikan,” kata Grierson.

BACA JUGA : 6 Film Budaya tentang Jogja Diluncurkan Perdana di Bioskop

Dalam menunjukkan keberpihakan, dokumenter dipandang memiliki kelebihan lantaran menjadi genre film yang paling kaya ragamnya. Banyak pula pendekatan yang bisa diambil dalam merepresentasikan realitas. Representasi realitas menjadi penting, terutama dalam kaitannya dengan mereka yang menjadi penonton film.

Dalam merepresentasikan realitas, dokumenter bisa lebih memberi peluang adanya keterlibatan antara penonton dengan tontonannya. Hal ini lantaran penonton percaya apabila yang mereka lihat tanpa adanya rekayasa dan berjalan apa adanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

AS Mengaku Belum Mendapat Tanggapan Hamas Soal Usulan Gencatan Senjata di Gaza

News
| Jum'at, 03 Mei 2024, 06:47 WIB

Advertisement

alt

Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja

Wisata
| Rabu, 01 Mei 2024, 14:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement