Advertisement

Di Suku Ini, Ada Tradisi Pengantin Wanita Wajib Menangis Jelang Menikah

Lajeng Padmaratri
Selasa, 07 Mei 2024 - 13:37 WIB
Lajeng Padmaratri
Di Suku Ini, Ada Tradisi Pengantin Wanita Wajib Menangis Jelang Menikah Pernikahan - Ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, SICHUAN—Tahukah Anda bahwa di sebuah suku terpencil di China, perempuan melaksanakan tradisi menangis jelang menikah? Jika tidak, orang-orang akan memandang aneh ketika calon pengantin wanitanya tidak menangis saat hendak melangsungkan pernikahan.

Pada dasarnya, siapapun yang menangis saat menikah dipengaruhi oleh luapan emosi dan pemikiran akan berpisah dengan orang tua atau keluarga untuk tinggal bersama pengantin pria usai pernikahan.

Advertisement

BACA JUGA: Kopi Susu dengan Campuran Daun Bawang Jadi Minuman Populer di China

Namun, bagi beberapa orang, luapan emosi itu tidak sampai membuat mereka menangis. Kendati demikian, di suku ini, pengantin terutama perempuan diharuskan untuk menangis.

Hal ini banyak dilakukan oleh suku Tujia di Tiongkok. Orang-orang suku Tujia telah tinggal selama ribuan tahun di provinsi Sichuan, barat daya China. Mereka mengikuti ritual aneh di mana wanita harus akan menangis selama pernikahan mereka.

Dilansir dari News18, menurut para sesepuh di suku tersebut, setiap pengantin diharuskan menangis sepanjang pesta pernikahan. Jika tidak, tetangga mempelai wanita akan menganggapnya sebagai gadis yang tidak berpendidikan, meremehkannya, dan mengolok-oloknya. Dalam beberapa kasus, ibu mempelai wanita bahkan dikabarkan memukuli wanita tersebut karena tidak menangis saat upacara pernikahan.

BACA JUGA: Gegara Sulam Alis, 2 Perempuan Alami Penyakit Autoimun Paru-Paru Serius

Menurut para ahli, tradisi ini dimulai antara tahun 475 SM hingga 221 SM ketika putri Negara Zao menikah di Negara Bagian Yan. Saat dia meninggalkan negaranya untuk pergi ke negara lain, baik ratu maupun putri menangis dengan sedihnya dan karena hal itu dilakukan oleh keluarga kerajaan, yang lain mengikuti dan itu menjadi tradisi. Tangisan tersebut seringkali berbentuk lagu yang kemudian disebut 'lagu pernikahan menangis'.

Menurut laporan situs web Oddity Central, tradisi ini mencapai puncaknya pada abad ke-17 dan berlanjut hingga Kekaisaran Qing pada tahun 1911. Namun, seiring berjalannya waktu, praktik ini menjadi semakin berkurang, meski belum benar-benar punah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : News18.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kasus Covid-19 di Singapura Meningkat 2 Kali Lipat dalam Sepekan

News
| Minggu, 19 Mei 2024, 11:57 WIB

Advertisement

alt

Hotel Mewah di Istanbul Turki Ternyata Bekas Penjara yang Dibangun Seabad Lalu

Wisata
| Sabtu, 18 Mei 2024, 20:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement