Advertisement
Pengamat Sebut Pemerintah Salah Kelola Migas, Rakyat Menderita
Advertisement
[caption id="attachment_418554" align="alignleft" width="370"]http://www.harianjogja.com/baca/2013/06/22/pengamat-sebut-pemerintah-salah-kelola-migas-rakyat-menderita-418550/bensin-premium-ilustrasi-bisnis-indonesia-andi-rambe-17" rel="attachment wp-att-418554">http://images.harianjogja.com/2013/06/bensin-premium-ilustrasi-Bisnis-Indonesia-Andi-Rambe8-370x246.jpg" alt="" width="370" height="246" /> Foto Ilustrasi
JIBI/Bisnis Indonesia/Andi Rambe[/caption]
SOLO-Akibat tata kelola sumber daya perminyakan nasional yang salah, rakyat yang kembali menderita akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Penderitaan ini terjadi karena kenaikan harga barang dan jasa yang dipastikan terjadi, sebagai dampak dari kenaikan BBM tersebut. Inflasi juga bisa terjadi dalam jangka waktu lama, dengan berbagai konsekuansi negatif yang jelas merugikan rakyat.
Advertisement
Hal ini diungkapkan Kurtubi, pengamat perminyakan dari Center for Petroleum and Energy Economic Study pada sesi Dinamika 103, Sabtu (22/6/2013).
“Fakta ini harus diterima rakyat, karena merekalah yang akan menderita,” tegasnya.
Kurtubi menjelaskan, bahwa kegagalan pemerintah dalam tata kelola minyak dan gas (Migas) antara lain ditunjukkan dari kegagalan pemerintah dalam mempertahankan produksi minyak.
Kegagalan kedua adalah tidak dibangunnya kilang minyak baru sejak 2004, sehingga kapasitas produksinya tak bertambah. Kurtubi juga menyoroti kegagalan pemerintah, dalam mengurangi konsumsi BBM, dengan konversi ke Bahan Bakar Gas (BBG). Hal inilah yang menyebabkan pemerintah harus impor BBM.
“Gas di Indonesia melimpah, bahkan bisa digunakan hingga 200 tahun tanpa harus impor. Kenapa fasilitas untuk konversi BBG tidak dibangun, seperti pembangunan tempat pengisian BBG?” papar Kurtubi.
Cara pemerintah menghitung besaran subsidi BBM, menurut Kurtubi juga tidak tepat, karena subsidi dihitung berdasarkan harga pasar. Hal ini menurutnya melanggar konstitusi, karena subsidi BBM harusnya dihitung dari biaya pokok BBM.
Kurtubi juga menyoroti jenis dan besaran dana kompensasi akibat kenaikan ini. Menurutnya, kompensasi yang paling tepat adalah dengan menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu, juga dengan membangun infrastruktur untuk konversi BBM ke BBG.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Perhatikan! Per 1 Mei 2024 Pengajuan Berkas Kasasi dan PK di MA Wajib Daring
- Pelatih Shin Tae-yong Diusulkan Dapat Gelar Kehormatan Warga Negara Indonesia
- Golkar Targetkan Kemenangan Pilkada 2024 di Atas 70%
- Mayat Perempuan Ditemukan di Dalam Koper dengan Kondisi Penuh Luka di Cikarang
- Pascaputusan MK dan Penetapan KPU, Mungkin Akan Ada Susunan Koalisi Baru Prabowo-Gibran
Advertisement
Soal Pengelolaan Sampah, DPRD Beri Usulan Ini untuk Pemkot Jogja
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- PDIP Kembali Tegaskan untuk Tentukan Sikap Berkoalisi atau Oposisi saat Rakernas 26 Mei
- Mayat Perempuan Ditemukan di Dalam Koper dengan Kondisi Penuh Luka di Cikarang
- Golkar Targetkan Kemenangan Pilkada 2024 di Atas 70%
- Hati-Hati! Penawaran Visa Haji Palsu Beredar di Media Sosial
- Pengedar Simpan Sabu di Dalam Helm dan Sasar Sasar Nelayan di Kubu Raya
- Dituding Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam, Ini Klarifikasi Kemenkop-UKM
- PKS Berharap Prabowo-Gibran Ajak Gabung Koalisi Pemerintah Seperti PKB dan NasDem
Advertisement
Advertisement