Advertisement
Asal Ada Kartu Sakti, Siswa Tak Perlu Bayar Sekolah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Di tengah-tengah polemik penerapan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang mengakibatkan sekolah negeri menolak banyak siswa, SMP Gotong Royong, sekolah swasta di Kota Jogja, justru terbuka menerima masyarakat kurang mampu untuk bersekolah di sana. Hampir seluruh siswanya berasal dari kaum papa. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com Abdul Hamid Razak.
Lokasi SMP Gotong Royong Jogja cukup menjorok di tengah perkampungan Tompeyan, Tegalrejo, Kota Jogja. Namun di sini, semangat siswa yang hampir semuanya berasal dari keluarga miskin untuk bersekolah cukup tinggi.
Advertisement
Sekolah itu berdiri di atas tanah Sultan Grond. Sekilas bangunannya cukup memprihatinkan, beberapa bagian ruangan sekolah pun butuh direnovasi. Berbeda dengan sekolah-sekolah mentereng lainnya di Jogja, ruang kelas di sekolah ini sangat sederhana. Tiap kelas hanya berisi sekitar enam bangku dan meja.
Hanya ada 30 siswa dari kelas VII hingga IX yang bersekolah di SMP Gotong Royong. Kelas VII diisi 12 siswa dan kelas VII 11 siswa, sedangkan kelas IX hanya diisi dengan tujuh siswa. Pada awal masuk sekolah mereka wajib membersihkan setiap ruangan di sekolah.
Tahun ini, dari 15 calon siswa yang mengambil formulir pendaftaran, hanya 12 siswa yang mengembalikan. Salah satunya Ellysa Naini Rizky. Anak kedua pasangan Rizqi Galih Seto dan Ira Kurnia Dewi ini sangat menikmati sekolah barunya.
“Tiap hari masih diantar ke sekolah,” kata Sasa sapaan akrab Ellysa, Jumat (20/7).
Jarak rumahnya dengan sekolah cukup jauh. Rumah Sasa terletak di Kasihan Bantul, belakang Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR). Namun jarak tidak menyurutkan Sasa untuk mengenyam pendidikan demi cita-cita menjadi dokter anak.
“Senang banget di sini. Gembira, guru-gurunya juga enak,” ujar Sasa.
Kepala Sekolah SMP Gotong Royong Ame Lita Br. Tarigan mengatakan jurus dari mulut ke mulut alumni diandalkan untuk menggaet calon siswa.
“Banyak juga satu keluarga yang anaknya sekolah semua di tempat kami,” katanya.
Meski hanya memiliki segelintir siswa, yayasan tetap mempertahankan sekolah itu beroperasi. Dia beralasan, jika sekolah tidak bertahan, akan sangat susah mencari sekolah yang akan membantu anak kurang mampu mendapat pendidikan.
“Mereka punya harapan yang sama tapi tidak beruntung dalam segi ekonomi,” kata Lita.
Lita mengatakan 95% siswa dibiayai pemerintah dan donatur.
“Asal niatnya sekolah dan rajin tidak masalah. Kalau ada SKTM [surat keterangan tidak mampu] atau PKH [program keluarga harapan] atau KMS [kartu menuju sejahtera], free [bebas biaya pendidikan]. Tetapi kalau siswa enggak punya semua kartu sakti itu kami hanya kenai biaya ujian,” ujarnya.
Biaya ujian per siswa hanya Rp50.000. Dalam setahun, ada empat kali ujian yang harus mereka jalani. Jadi, murid SMP Gotong Royong yang tidak memiliki kartu SKTM, PKH dan KMS hanya mengeluarkan ongkos pendidikan Rp200.000 saban tahun.
“Seharusnya per siswa per tahun menanggung biaya pendidikan Rp2 juta. Tetapi kami mencari donatur untuk biaya pendidikan mereka. Bantuan dari donatur sifatnya suka rela, kami yang menyesuaikan. Ini yang menjadikan pelayanan pendidikan menjadi tidak maksimal,” ucap Lita.
Meskipun kekurangan sarana dan prasarana pendidikan, SMP Gotong Royong berusaha memberikan pelajaran kepada anak didik dengan baik. Sebanyak 11 guru yang mengajar di sekolah ini terus meningkatkan kompetensi mereka melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
“Guru hanya menerima insentif GTT [guru tidak tetap] dan PTT [pegawai tidak tetap] dari pemerintah. Mudah-mudahan banyak donatur yang datang. Jadi mereka bisa membantu kami untuk memaksimalkan pelayanan pendidikan. Kami butuh sekali dukungan,” kata Lita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Selamat! Ipswich Town Promosi ke Premier League, Foto Elkan Baggott Terpampang
- Studi Ungkap Wanita 40 Persen Berisiko Alami Depresi saat Perimenopause
- Tepergok di Cawas, Pelaku Pencurian Ngaku Pernah Beraksi di Kalikotes Klaten
- Melaju ke Final, BNI Apresiasi Keberhasilan Tim Thomas dan Uber Indonesia
Berita Pilihan
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
- Kasus Polisi Bunuh Diri di Jaksel, Kapolresta Manado Diperiksa Polda Sulawesi Utara
- Pengadilan Kriminal Internasional Dikabarkan Mengincar Netanyahu, Israel Panik
- Indonesia-Iran Jalin Kerja Sama Teknologi Pertanian
Advertisement
Sunaryanta Minta Orang Tua Awasi Anak dari Ancaman Media Sosial
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Dukung Semangat Kolaborasi Demi Masa Depan UMKM Indonesia, Ini yang Dilakukan Astra
- LPS Gandeng DepositoBPR by Komunal Gelar Edukasi Finansial Untuk Karyawannya
- Seleksi ASN 2024 Segera Dibuka Bulan Depan, Ada 1,2 Juta Lowongan
- Respon Ajakan Prabowo, Presiden Ingin Pertemuan Presidential Club Digelar Dua Hari Sekali
- Banjir Setinggi 3 Meter di Luwu Sulsel Sebabkan 14 Warga Meninggal Dunia
- Aturan Barang dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Zulhas Minta Jastiper Taati Hukum
- Otorita IKN Peroleh Hibah Kota Cerdas dari Amerika Serikat Senilai Rp31 Miliar
Advertisement
Advertisement